linimassa.id – Sebelum teh celup ada di mana-mana dan dikenal luas, teh tubruk sudah mencapai puncak kejayaannya.
Bagi yang belum tahu, teh tubruk adalah potongan daun teh kasar yang tak sehalus teh di dalam kantong teh celup dan harus diseduh dengan air panas.
Daun-daun teh yang tadinya menggulung, perlahan akan terbuka dan membuat air panas perlahan berubah warna menjadi kecokelatan.
Nah, teh tubruk disajikan dengan cara mencampur teh dengan air panas langsung dalam gelas atau teko, kemudian diaduk, tanpa disaring.
Kadang teh juga dicampur dengan gula batu sehingga rasanya lebih manis. Karena ketiga bahan ini bercampur atau ditubruk jadi satu dalam wadah, maka dinamakan teh tubruk.
Teh tubruk berasal dari keadaan tubrukan antara rajangan kasar daun dan ranting teh saat diseduh dengan air dingin maupun air mendidih. Hasil racikan itu membuat warna air menjadi kecoklatan.
Untuk sebagian orang, daun-daun teh di dalam gelas ini akan menyulitkan siapapun yang akan meminumnya. Jadi, tidaklah heran kalau banyak orang lebih pilih teh celup demi kepraktisan.
Tapi bagi pecinta teh tubruk, tak ada yang bisa menandingi rasanya. Tehnya yang kental dengan semburat sedikit rasa pahit di dalamnya membuat rasanya lebih ‘tebal’ dan kuat dibanding teh celup.
Asal Mula
Penyajian teh dengan cara ditubruk ternyata punya cerita tersendiri. Sejarah masuk dan berkembangnya teh di Indonesia tak lepas dari pengaruh kolonial. Kaum penjajah saat itu terbiasa meminum teh, kebiasaan ini kemudian mulai ditiru oleh bangsawan pribumi.
Penyajiannya disinyalir berkembang di masa Karesidenan Banyumas saat zaman kolonial Hindia-Belanda.
Beberapa daerah yang mungkin jadi cikal bakal penyajian teh cara ini adalah Purwokerto, Banyumas, Cilacap, Purbalingga dan Banjarnegara.
Saat itu, penyajian teh tubruk mungkin dianggap sederhana karena prosesnya cepat, mudah, tanpa memerlukan saringan.
Laman CNN Indonesia menyebut, teh tubruk mungkin jadi cara penyajian teh asli Indonesia. Sebabnya, Indonesia di masa penjajahan belum terbiasa menyaring ampas teh seperti kaum inlander.
Dulu orang belum punya saringan atau teko khusus teh sehingga ampasnya tetap ada di gelas. Tapi pada dasarnya saat teh diseduh sekitar 7 menit maka ampasnya akan turun ke dasar kan, hal ini jadi kebiasaan yang praktis untuk minum teh.
Tak Sembarangan
Daun teh yang digunakan dalam sajian teh tubruk juga tak sembarangan. Daun teh yang tersedia di pasaran dicampur dengan bunga melati. Tangkai dan bunganya dikeringkan lalu dicacah menjadi bagian kecil. Kemudian dicampurkan dalam gelas dan diisi dengan air panas.
Pencampuran teh dan bunga melati ini berkembang di daerah Pantura sepanjang Jawa Tengah. Pada saat penjajahan, teh yang bisa dibeli oleh orang pribumi hanyalah teh kualitas rendah yang kurang harum.
Saat itu masyarakat Indonesia menambahkan bunga melati kering dalam teh, akhirnya ada sebutan teh melati, yang biasa digunakan dalam teh tubruk.
Rasa minuman ini tanpa gula memancarkan semburat pahit. Meminum ini bisa dilakukan dengan campuran gula mulai dari gula pasir, gula aren, maupun gula batu untuk menambahkan rasa manis pahit. (Hilal)