linimassa.id – Bagi masyarakat Jawa, malam 1 Suro memiliki makna tersendiri. Malam 1 Suro merupakan awal di bulan pertama tahun baru.
Penanggalan 1 Suro mengacu pada kalender Jawa. Kalender Jawa sendiri diterbitkan pertama kali oleh Raja Mataram Sultan Agung Hanyokrokusumo.
Dilansir dari laman gramedia.com, Kalender Jawa sendiri merupakan penggabungan antara penanggalan hijriyah atau kalender Islam, Hindu, dan masehi. Malam 1 Suro juga bertepatan dengan tanggal 1 Muharram dalam kalender Islam. Ia diperingati setelah maghrib.
Hal tersebut disebabkan oleh pergantian kalender Jawa ketika matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan pada tengah malam seperti pergantian hari dalam kalender masehi.
Pada tahun ini, malam 1 Suro diperkirakan terjadi pada Kamis 20 Juli sampai dengan Jumat 21 Juli.
Sejarah Malam 1 Suro
Sejarah peringatan malam 1 Suro ini lekat dengan budaya keraton. Pada massanya, ritual ini dilakukan di dalam keraton dan diwariskan hingga kini.
Kerton Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta menganggap malam 1 Suro sebagai malam yang suci serta bulan yang penuh rahmat.
Dikutip dari Tirto.id, ketika malam 1 Suro tiba, menjadi momentum beberapa orang Jawa Islam untuk melawan nafsu duniawi dan membersihkan diri.
Mulai dari lelaku, tirakat hingga perenungan diri. Hal yang dilakukan untuk mendekatkan diri ke sang Pencipta alam semesta.
Pada massa kerajaan Islam, sekira tahun 1628-1629, Mataram di bawah pimpinan Sultan Agung kalah ketika menyerang Batavia. Setelahnya, pasukan Mataram mulai terbagi menjadi beberapa keyakinan.
Oleh sebab itu, Sultan Agung mengiisiasi pembuatan kalender tahun Jawa-Islam (penggabungan tahun Saka Hindu dan tahun Islam).
Ketika malam tahun baru, yakni malam 1 Suro, Sultang Agung menciptakan kebudayaan Jawa yang mana tidak boleh berbuat sembarangan, tidak boleh berpesta, dan prihatin.
Hal tersebut perlu dilakukan agar hal-hal tersebut tercapai, yakni dengan menyepi, memohon kepada Tuhan, dan bertapa.
Sultan Agung juga membuat penanggalan Jawa-islam sebagai upaya agar rakyatnya tidak terbelah karena perbedaan agama.
Sultan Agung Hanyokrokusumo ingin menyatukan kelompok santri dan abangan.
Sultan Agung menghidupkan tradisi setiam Jumat legi melakukan ziarah kubur dan haul ke makam Ngampel dan Giri. Hal ini dilakukan bersamaan dengan laporan pemerintahan setempat sambil melakukan pengajian oleh para penghulu kabupaten.
Pantangan Malam 1 Suro
Masyarakat Jawa tak lepas dari mitos, adat dan kepercayaan. Pada malam 1 Suro, masyarakat Jawa juga mempercayai adanya sejumlah pantangan. Ini sejumlah pantangan malam 1 Suro.
Tidak hanya itu, sebagian masyarakat percaya bahwa larangan malam 1 Suro, yakni dilarang berpergian kecuali untuk berdia atau melakukan ibadah lain. Melansir dari laman Cnnindonesia.com, berikut larangan-larangan di malam 1 Suro.
1. Larangan Keluar Rumah
Ketika malam 1 Suro, sebagian besar orang akan memiliki berdiam diri di rumah. beberapa keyakinan menyebut bahwa orang yang memiliki kesialan weton tertentu memang dilarang keluar rumah karena dapat mengalami kesialan.
Tidak hanya itu, pada malam 1 Suro juga diyakini bahwa orang-orang yang bersekutu dengan setan sedang mencari tumbal untuk memupuk kekayaan atau menambah kesaktian mereka.
2. Tidak Boleh Bicara atau Berisik
Pada malam 1 Suro, tidak sedikit orang Jawa melakukan ritual bisu. Ritual ini sering kali dilakukan di area Keraton Yogyakarta. Tidak hanya itu, layaknya orang berpuasa. Ketika melakukan ritual ini, dilarang makan, minum, bahkan merokok.
3. Tidak Menggelar Pernikahan
Menikah di bulan Suro, terutama pada malam 1 Suro diyakini berpeluang akan mendapatkan kesialan. Meskipun demikian, mernikah di bulan Suro tidak pernah dilarang dalam agama Islam. Dalam Islam sendiri, seluruh tanggal, bulan, dan waktu apapun merupakan waktu-waktu baik untuk mengegelar pernikahan.
4. Pindah Rumah
Pindah rumah saat malam 1 Suro juga masuk daftar pantangan. Waktu tersebut dianggap dapat memberikan kesialan jika seseorang melakukan pindah rumah.