linimassa.id – Burung satu ini terhitung unik, namun penting bagi kelestarian alam. Burung berukuran besar yang juga dikenal dengan nama enggang ini memiliki paruh besar, panjang, namun ringan. Inilah rangkong.
Kepakan sayapnya terdengar keras serta memiliki suara yang khas. Beberapa jenis memiliki tanduk (casque) yang menonjol di atas paruh yang kadang-kadang memiliki warna mencolok.
Terdapat 62 jenis rangkong yang tersebar di Afrika, Asia wilayah tropis, Indonesia, dan Papua Nugini. Khusus di Indonesia, terdapat 13 jenis rangkong yang tersebar dan 3 diantaranya merupakan endemik Indonesia yaitu julang sulawesi (Ryhticeros cassidix), kangkareng sulawesi (Rhabdotorrhinus exarhatus), dan julang sumba (Ryhticeros everetti).
Di Pulau Jawa sendiri terdapat 3 jenis rangkong yaitu julang emas (Rhyticeros undulatus), rangkong badak (Buceros rhinoceros), dan kangkareng perut-putih (Anthracoceros albirostris).
Jenis lainnya adalah enggang klihingan (Anorrhinus galeritus), enggang jambul (Berenicornis comatus), julang jambul-hitam (Rhabdotorrhinus corrugatus), kangkareng hitam (Anthracoceros malayanus), rangkong gading (Rhinoplax vigil), rangkong papan (Buceros bicornis), dan julang papua (Rhyticeros plicatus).
Rangkong, Enggang, Julang, Kangkareng (bahasa Inggris: Hornbill) adalah sejenis burung yang mempunyai paruh berbentuk tanduk sapi tetapi tanpa lingkaran. Biasanya paruhnya itu berwarna terang. Nama ilmiahnya Buceros merujuk pada bentuk paruh, dan memiliki arti “tanduk sapi” dalam Bahasa Yunani.
Penghuni
Enggang di Indonesia adalah penghuni hutan atau tepi hutan dengan ukuran besar hingga sangat besar, sering kali dengan paruh besar dan penutup yang berlebihan.
Kehadiran mereka sering dikenali dengan suara kepakan sayap mereka dalam penerbangan dan panggilan khas mereka yang jauh.
Secara umum, Enggang menunjukkan variasi ukuran yang cukup jelas. Spesies terkecil adalah Horizocerus hartlaubi, dengan panjang 32 cm.
Spesies terbesar dan paling masif tampaknya adalah Bucorvus leadbeateri yang memiliki berat rata-rata 3,77 kg, dan beratnya dapat mencapai 6,3 kg dan rentang sayap sekitar 180 cm.
Jantan selalu lebih besar dari betina, meskipun terdapa variasi pada beberapa spesies. Tingkat dimorfisme seksual juga bervariasi dengan bagian tubuh.
Ditemukan 10 spesies rangkong di anak benua India, 9 spesies dapat dijumpai di India dan negara sekitarnya, dan 1 spesies hanya dapat ditemukan di pulau Sri Lanka.
Rangkong bersifat diurnal, umumnya bepergian berpasangan atau kelompok keluarga kecil. Kawanan yang lebih besar terkadang terbentuk di luar musim kawin. Kumpulan burung enggang terbesar terbentuk di beberapa tempat bertengger, di mana sebanyak 2.400 ekor burung dapat ditemukan. Distribusi mereka meliputi Afrika Sub-Sahara dan anak benua India ke Filipina dan Kepulauan Solomon, tetapi tidak ada genus yang ditemukan di Afrika dan Asia.
Pemakan Buah
Rangkong adalah burung omnivora, pemakan buah, serangga dan binatang kecil. Mereka tidak bisa menelan makanan yang tersangkut di ujung paruh karena lidah mereka terlalu pendek untuk memanipulasinya, jadi mereka melemparkannya kembali ke tenggorokan dengan sentakan kepala.
Di Indonesia kebanyakan rangkong adalah frugivorus dan dianggap sebagai penyebar benih yang penting.
Kebanyakan rangkong adalah pasangan monogami, meski beberapa menerapkan cooperative breeding. Ketika waktunya mengeram, rangkong betina akan bertelur sampai enam butir telur berwarna putih dan mengurung di dalam sarang berupa lubang pada pohon atau batu.
Lubang ini biasanya alami, atau bisa saja memakai lubang yang ditinggalkan oleh burung lain. Sarang ini akan dipergunakan berulang kali pada setiap musim kawin oleh pasangan yang sama. Sebelum mengerami telur, pasangan induk rangkong akan menutupi lubang sarang mereka dengan lumpur, kotoran, dan kulit buah.
Hanya terdapat satu bukaan kecil yang cukup untuk burung jantan mengulurkan makanan kepada anak burung dan burung enggang betina.
Apabila anak burung dan burung betina tidak lagi muat dalam sarang, burung betina akan memecahkan sarang untuk keluar dan membangun lagi dinding tersebut, dan kedua burung dewasa akan mencari makanan bagi anak-anak burung.
Dalam sebagian spesies, anak-anak burung itu sendiri membangun kembali dinding yang pecah itu tanpa bantuan burung dewasa
Kelestarian Hutan
Kehadiran burung ini di alam erat kaitannya dengan kelestarian hutan. Dengan daya jelajah yang mencapai hampir 100 kilo meter per segi, membuat rangkong menjadi penyebar biji yang efektif di hutan. Biji-biji tersebut tersebar melalui sisa makanan atau dari kotorannya karena sistem pencernaan rangkong tidak merusak biji buah.
Kehadiran rangkong di hutan akan mencerminkan kondisi hutan yang masih sehat serta menandakan masih adanya pepohonan besar di wilayah tersebut. Hal ini karena rangkong membutuhkan beragam pohon buah sebagai pakan dan pohon besar yang berlubang untuk bersarang.
Dengan begitu, pohon-pohon yang berpostur besar ini pastinya berada di hutan yang masih bagus. Dengan kata lain, menjaga kelestarian rangkong di alam itu berarti juga menjaga hutan.
Biarkan burung ini hidup bebas di alam, menjalankan fungsinya sebagai penyebar biji tanaman hutan. Rangkong lestari, hutan akan terjaga dan masyarakat lokal akan tetap bisa memanfaatkan hutan secara berkelanjutan. (Hilal)