linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Lenong, Teater Betawi yang Terus Lestari
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Gaya Hidup > Lenong, Teater Betawi yang Terus Lestari
Gaya Hidup

Lenong, Teater Betawi yang Terus Lestari

Hilal Ahmad 17 November 2023
Share
waktu baca 4 menit
Lenong, tradisi seni teater Betawi. (Foto : Pinterest)
Lenong, tradisi seni teater Betawi. (Foto : Pinterest)
SHARE

linimassa.id – Coba sebut, berapa banyak seni tradisi yang lestari sampai hari ini? Pasti bingung. Tapi kalau mendengar kata lenong, pasti familiar kan?

Contents
Asal MulaPopuler

Lenong merupakan kesenian teater tradisional atau sandiwara rakyat Betawi yang dibawakan dalam dialek Betawi yang berasal dari Jakarta.

Kesenian tradisional ini diiringi musik gambang kromong dengan alat-alat musik seperti gambang, kromong, gong, kendang, kempor, suling, dan kecrek, serta alat musik unsur Tionghoa seperti tehyan, kongahyan, dan sukong.

Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, yaitu menolong yang lemah, membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Bahasa yang digunakan dalam lenong adalah bahasa Melayu (atau kini bahasa Indonesia) dialek Betawi.

Lenong dikenal sebagai perpaduan antara kesenian Gambang Kromong dan lawakan. Konon, istilah lenong diambil dari nama pedagang China, Lien Ong. Menurut cerita rakyat, Lien Ong biasa menggelar pertunjukan teater yang kini disebut lenong. Bertujuan menghibur masyarakat dan keluarganya.

Lakon atau skenario lenong umumnya mengandung pesan moral, seperti menolong yang lemah, serta membenci kerakusan dan perbuatan tercela. Adapun bahasa yang digunakan dalam lenong adalah Melayu atau dialek Betawi.

 

Asal Mula

Lenong berkembang sejak akhir abad ke-19 atau awal abad ke-20. Kesenian teatrikal tersebut mungkin merupakan adaptasi oleh masyarakat Betawi atas kesenian serupa seperti “komedi bangsawan” dan “teater stambul” yang sudah ada saat itu.

Firman Muntaco, seniman Betawi, menyebutkan bahwa lenong berkembang dari proses teaterisasi musik gambang kromong dan sebagai tontonan sudah dikenal sejak tahun 1920-an.

Lakon-lakon lenong berkembang dari lawakan-lawakan tanpa alur cerita yang dirangkai-rangkai hingga menjadi pertunjukan semalam suntuk dengan lakon panjang dan utuh.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Pada mulanya kesenian ini dipertunjukkan dengan mengamen dari kampung ke kampung. Pertunjukan diadakan di udara terbuka tanpa panggung. Ketika pertunjukan berlangsung, salah seorang aktor atau aktris mengitari penonton sambil meminta sumbangan secara sukarela.

Selanjutnya, lenong mulai dipertunjukkan atas permintaan pelanggan dalam acara-acara di panggung hajatan seperti resepsi pernikahan. Baru di awal kemerdekaan, teater rakyat ini murni menjadi tontonan panggung.

Setelah sempat mengalami masa sulit, pada tahun 1970-an kesenian lenong yang dimodifikasi mulai dipertunjukkan secara rutin di panggung Taman Ismail Marzuki, Jakarta.

Selain menggunakan unsur teater modern dalam plot dan tata panggungnya, lenong yang direvitalisasi tersebut menjadi berdurasi dua atau tiga jam dan tidak lagi semalam suntuk.

 

Populer

Lenong menjadi populer lewat pertunjukan melalui televisi, yaitu yang ditayangkan oleh TVRI mulai tahun 1970-an. Beberapa seniman lenong yang menjadi terkenal sejak saat itu misalnya adalah Bokir, Nasir, Siti, dan Anen.

Terdapat dua jenis lenong yaitu lenong denes dan lenong preman. Dalam lenong denes (dari kata denes dalam dialek Betawi yang berarti “dinas” atau “resmi”), aktor dan aktrisnya umumnya mengenakan busana formal dan kisahnya ber-seting kerajaan atau lingkungan kaum bangsawan, sedangkan dalam lenong preman busana yang dikenakan tidak ditentukan oleh sutradara dan umumnya berkisah tentang kehidupan sehari-hari.

Kedua jenis lenong ini juga dibedakan dari bahasa yang digunakan; lenong denes umumnya menggunakan bahasa yang halus (bahasa Melayu tinggi), sedangkan lenong preman menggunakan bahasa percakapan sehari-hari.

Kisah yang dilakonkan dalam lenong preman misalnya adalah kisah rakyat yang ditindas oleh tuan tanah dengan pemungutan pajak dan munculnya tokoh pendekar taat beribadah yang membela rakyat dan melawan si tuan tanah jahat. Sementara itu, contoh kisah lenong denes adalah kisah-kisah 1001 malam.

Pada perkembangannya, lenong preman lebih populer dan berkembang dibandingkan lenong denes. (Hilal)

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image

Terkini

PWI Provinsi Banten
PWI Provinsi Banten Tunjuk Selly Loamena Jadi Plt PWI Kab. Tangerang
News
Laki-laki yang Membawa Pohon di Dalam Dada
Setiawan Chogah dan “Laki-laki yang Membawa Pohon di Dalam Dada”: Saat Raif Belajar Bertahan di Hong Kong
Khazanah
Pandeglang
Jalan Berlumpur, Warga Pandeglang Tandu Pasien Sakit 2 Kilometer ke Klinik
News
SMAN 72 Jakarta Utara
15 Siswa SMAN 72 Jakarta Utara Jadi Korban Ledakan
News
Uang rusak
Uang Rusak Senilai Rp1,3 Miliar Ditukar ke BI Banten Sepanjang 2025
News
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?