linimassa.id – Dr. Annisa Dian Harlivasari, dokter spesialis paru dari Persatuan Dokter Paru Indonesia (PDPI), memperingatkan tentang potensi ledakan kasus kanker paru-paru yang disebabkan oleh meningkatnya konsumsi rokok elektronik atau vape di Indonesia.
“Rokok elektronik makin menggila. Kalau dibiarkan bisa jadi bom waktu beberapa tahun ke depan,” ungkap Annisa dalam diskusi yang digelar untuk memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia di Jakarta, Kamis (06/06/2024).
Annisa menekankan bahwa rokok elektronik, meski diklaim lebih aman dibanding rokok konvensional, tetap mengandung bahan berbahaya.
Produk ini bahkan semakin populer di kalangan anak muda sebagai bagian dari tren modern.
“Dengan santai konsumsi saja tanpa cari tahu lebih jauh kalau produk ini juga mengandung bahan berbahaya selain nikotin yang mengancam kesehatan seperti formaldehyde, glycol, gliserol, dan lainnya yang dapat menyebabkan pernapasan bahkan kanker paru,” jelas Annisa.
Organisasi nirlaba Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) juga mengutarakan kekhawatiran serupa.
Menurut Ketua Umum IYCTC, Manik Marganamahendra, iklan, promosi, dan sponsor rokok sangat masif di media sosial.
Hal ini seringkali dilakukan oleh pemengaruh yang memiliki banyak pengikut remaja dan dewasa muda.
“Produsen rokok elektronik sangat militan sekali dalam penjualan, mengiklankan, bahkan mempromosikan dengan hal yang menarik untuk kaum muda, ini kondisi gawat darurat untuk kita semua,” tegas Manik.
Untuk mengatasi masalah ini, IYCTC bekerja sama dengan Social Force in Action for Tobacco Control (SFA for TC) dan #SuaraTanpaRokok meluncurkan kampanye digital #DirtyEcigs.
Kampanye ini dimulai sejak April hingga Juni 2024 dan dilakukan melalui akun Instagram @sfafortc dan @suara_tanpa_rokok.
“Antusiasme anak muda untuk ikut kampanye #DirtyEcigs menunjukkan bahwa banyak dari mereka yang tidak ingin terus menerus menjadi sasaran produk rokok khususnya rokok elektronik,” kata Sarah Mutia Widad, Campaign Manager #DirtyEcigs. (AR)