linimassa.id – Selama ini kita hanya menikmati Sabtu dan Minggu adalah hari libur. Namun pernahkah terpikir apa asal muasalnya?
Laman Wonderopolis menyebut, sebagian besar sejarah penentuan hari istirahat di akhir pekan bermula dari berbagai tradisi keagamaan.
Misalnya, umat Islam mengambil hari istirahat pada hari Jumat. Sementara itu, orang Yahudi merayakan hari istirahat pada hari Sabtu dan orang Kristen melakukannya pada hari Minggu.
Konsep akhir pekan atau weekend sebagai hari libur mulai terbentuk pada akhir era Revolusi Industri tahun 1800-an.
Pada masa itu, pabrik-pabrik besar yang memproduksi barang-barang konsumsi mulai mengubah ekonomi pertanian tradisional menjadi ekonomi industri.
Mereka cenderung tidak menyukai jam kerja tertentu karena terbiasa mengatur jadwal sendiri saat di pertanian. Pekerja yang biasa di pertanian juga tidak menyukai aturan banyak pemilik pabrik yang memaksa bekerja tujuh hari seminggu.
Mogok Buruh
Akibat aturan bekerja penuh dalam seminggu, para pekerja kemudian mulai mengeluh dan meminta cuti bersama keluarga.
Keluhan ini akhirnya membesar menjadi pemogokan buruh terorganisir di seluruh Amerika Serikat. Saat itu, buruh menolak bekerja sebagai tanda peringatan kepada petinggi pabrik.
Selama pemogokan ini, ketegangan sering terjadi antara penegak hukum dan pengunjuk rasa yang menyebabkan beberapa orang terluka bahkan kehilangan nyawa.
Adapun cuti yang mudah didapatkan bagi buruh adalah cuti untuk beribadah pada hari Minggu. Sebab, merayakan hari Minggu sebagai hari istirahat diartikan sebagai bentuk mempertahankan tradisi Kristen.
Namun karena banyaknya imigran Yahudi pada akhir 1800-an, pemilik pabrik kemudian juga memiliki banyak pekerja yang menginginkan hari Sabtu sebagai hari libur.
Dimulai 1900-an
Seiring berjalannya waktu, seperti yang ditulis laman Detik, pemilik pabrik akhirnya menyadari bahwa akan lebih efisien untuk membiarkan pekerja libur pada hari Sabtu dan Minggu.
Seorang pemilik pabrik mobil terkemuka, Henry Ford, memiliki peran besar dalam penentuan libur di akhir pekan. Mulai awal tahun 1900-an, Ford mulai memberi pekerja pabrik Ford Motor Company libur di akhir pekan selama dua hari, seperti dikutip dari History.
Ford melakukan ini karena dia menyadari bahwa pekerjanya sendiri adalah beberapa pelanggan terbaiknya.
Jika dia ingin menjual lebih banyak mobil, maka dia perlu memutuskan bahwa pekerjanya membutuhkan waktu istirahat untuk dapat mengemudi dan menikmatinya.
Jadi bisa dikatakan, proses penentuan hari libur di akhir pekan adalah hasil dari gerakan buruh, termasuk serikat buruh, yang ada di akhir 1800-an.
Belanda
Gagasan mengurangi hari kerja dalam sepekan, dari lima menjadi empat hari, semakin dikenal di berbagai belahan dunia.
Para pebisnis dan politikus mempertimbangkan pengurangan hari kerja yang menurut mereka akan lebih memicu produktivitas tersebut. Meski begitu, ide itu juga dianggap konyol.
Sebagai orang yang menggeluti sejarah pada waktu luang, saya terkejut bahwa ada sejumlah persamaan antara debat hari ini dan yang terjadi pada abad ke-19.
Situasi saat ini mirip dua abad lalu, ketika akhir pekan seperti yang kita jalani sekarang pertama kali diperkenalkan. Tidak masuk kerja pada hari Sabtu dan Minggu adalah fenomena yang relatif modern.
Sepanjang abad ke-19, berbagai peraturan pemerintah Inggris dibentuk untuk mengurangi jam kerja di pabrik dan menetapkan waktu istirahat minimal.
Namun akhir pekan tidak hanya muncul dari undang-undang yang dibentuk pemerintah, melainkan kombinasi antara kampanye dan gerakan sipil.
Beberapa kampanye dipimpin kelompok pengusung libur setengah hari, sementara yang lain disokong serikat buruh, pengusaha hiburan komersial dan para pemilik pabrik itu sendiri.
Penerapan gagasan akhir pekan dua hari di Inggris terwujud perlahan dan tidak menyeluruh di berbagai daerah. Upaya itu menggulingkan sistem hari kerja yang dikenal selama abad ke-19.
Peluang
Aal tahu, di seluruh Inggris, industri rekreasi yang berkembang menganggap kerja setengah hari pada hari Sabtu sebagai peluang bisnis. Operator kereta api memotong harga karcis untuk para pelancong yang bepergian ke pedesaan pada Sabtu sore.
Dengan semakin banyaknya pemberi kerja yang mengadopsi kerja setengah hari di hari Sabtu, teater dan warung pemutar musik juga mengubah jadwal hiburan terbaik mereka dari Senin ke Sabtu sore.
Mungkin yang paling berpengaruh untuk membantu menerapkan libur akhir pekan modern itu adalah keputusan menggelar pertandingan sepak bola pada Sabtu sore.
Football Craze atau ‘kegilaan sepak bola’ demikian sebutannya, mulai berlangsung pada tahun 1890-an, tepat saat pekan kerja baru mulai terbentuk.
Jadi, Sabtu sore menjadi hari libur yang sangat menarik bagi para pekerja, karena memfasilitasi mereka perjalanan murah dan bentuk bentuk liburan baru yang menyenangkan.
Penerapan libur akhir pekan modern butuh waktu lama atau tidak langsung diberlakukan di seluruh tempat. Alasannya, keputusan untuk mengadopsi kerja setengah hari pada hari Sabtu berada di tangan pemilik pabrik.
Gerakan itu telah dimulai pada dekade 1840-an tapi tidak mendapatkan diperhatikan secara luas selama 50 tahun.
Pada akhir abad ke-19, ada daya tarik yang begitu besar untuk menandai Sabtu sore dan Minggu sebagai libur akhir pekan.
Walau memiliki alasan berbeda, pengusaha, kelompok agama, pengusaha hiburan, dan serikat buruh memandang Sabtu sore sebagai istirahat yang menguntungkan dalam satu pekan.
Inilah yang menjadi dasar libur akhir pekan selama 48 jam penuh seperti yang kita kenal sekarang, meski ini baru diterapkan pada tahun 1930-an.
Sekali lagi, sistem ini dijalankan para pengusaha yang yakin bahwa istirahat penuh pada hari Sabtu dan Minggu mengurangi ketidakhadiran dan meningkatkan efisiensi pekerja. (Hilal)