linimassa.id – Sadarkah kamu kalau di Indonesia khususnya di Pulau Jawa kalau malam hari banyak bermunculan warung tenda menjual pecel lele? Kenapa sebanyak itu ya?
Rasanya yang mudah diterima oleh semua orang dengan latar suku yang berbeda menjadi salah satu alasan. Dengan campuran rempah basic & standar menjadikannya mudah diterima oleh hamper semua lidah.
Namun salah satu sumber menyebut, sebenarnya nama pecel lele ini salah kaprah. Nama asli makanan tersebut adalah pecak lele.
Karena sering keseleo lidah, maka namanya pun berubah menjadi pecel lele. Bumbu pecak adalah ikan yang digoreng, lalu disiram dengan sambal yang mengandung tomat segar.
Selain itu, makanan ini enak dan murah. Pecel lele pinggir jalan bisa jadi pilihan. Digoreng dadakan, dilengkapi sambal dan lalapan dijamin bikin perut kenyang.
Lamongan
Pecel lele yang biasa dijajakan di pinggir jalan kebanyakan khas Lamongan, Jawa Timur. Nama pecel lele juga dari bahasa Lamongan. Diambil dari kata ‘pecek’ yang artinya lauk yang dipenyet dan dibaluri sambal.
Detikfood menyebut, makanan sederhana ini punya rasa yang lezat. Ikan lelenya digoreng kering. Sehingga saat dikunyah, akan ada suara kriuk tanda garing di mulut. Lalu dilengkapi dengan sambal tomat dan aneka lalapan. Seperti kemangi, kubis dan mentimun.
Ikan lelenya digoreng dadakan. Jadi paduan ikan lele renyah yang panas lalu nasi putih yang hangat serta sambal tomat dan lalapan yang segar dijamin memuaskan perut.
Ternyata ada kisah dibalik menjamurnya warung tenda ini. Ditulis di laman pmb.lipi.go.id, alasan orang Lamongan bermigrasi ke kota-kota besar dan berjualan pecel lele adalah karena kota Lamongan sedang kurang kondusif di tahun 1965-1966. Saat itu sedang ada pembersihan orang PKI di sana.
Tanah yang kurang subur juga jadi alasan kedua orang Lamongan kala itu. Setelah bermigrasi, pecel lele Lamongan ternyata cocok di lidah banyak orang. Jadi di tahun 1970 hingga 1980, orang Lamongan yang sukses mendirikan usaha pecel lele membawa kerabatnya di kampung ke kota. Untuk membuka warung pecel lele baru.
Karenanya hingga kini warung pecel lele Lamongan pinggir jalan tak terhitung jumlahnya. Solidaritas warga Lamongan memang patut diacungi jempol.
Walau di perantauan, mereka juga memiliki paguyuban yang aktif. Seperti Forum Silaturahmi Putra Lamongan dan Arek Lamongan Jaya.
Budayawan Lamongan, Syarif Hidayat mengungkapkan dilihat secara antropologis, dulunya Lamongan adalah daerah yang menyedihkan.
Kerap menjadi omongan bahwa di beberapa daerah di Kecamatan Lamongan setiap hujan terjadi banjir, setiap kemarau terjadi kekeringan.
“Hingga muncul istilah bahwa di Lamongan itu saat musim hujan kalau berak nggak ndodok, kalau musim ketiga atau kemarau kalau berak nggak bisa cebok,” kata Syarif Hidayat dikutip dari Mojok. (Hilal)