linimassa.id – Segala hal tentang Korea menjadi perbincangan menarik saat ini. Tak terkecuali, hanbook.
Jika di Korea Selatan, pakaian tradisional ini disebut hanbook namun di Korea Utara disebut Chosŏn-ot. Hanbok pada umumnya memiliki warna yang cerah, dengan garis yang sederhana serta tidak memiliki saku.
Walaupun secara harfiah berarti “pakaian orang Korea”, hanbok pada saat ini mengacu pada “pakaian gaya Dinasti Joseon” yang biasa dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional.
Hanbok masyarakat Korea banyak terpengaruh oleh budaya Cina kuno. Beberapa elemen dasar hanbok pada saat ini seperti jeogori atau baju, baji (celana) dan chima(rok) diduga telah dipakai sejak waktu yang lama, namun pada zaman Tiga Kerajaanlah pakaian sejenis ini mulai berkembang.
Lukisan pada situs makam Goguryeo menunjukkan gambar laki-laki dan wanita pada saat itu memakai celana panjang yang ketat dan baju yang berukuran sepinggang. Struktur tersebut sepertinya tidak banyak berubah sampai saat ini.
Pada akhir masa Tiga Kerajaan, wanita dari kalangan bangsawan mulai memakai rok berukuran panjang dan baju seukuran pinggang yang diikat di pinggang dengan celana panjang yang tidak ketat, serta memakai jubah seukuran pinggang dan diikatkan di pinggang.
Pada masa ini, pakaian berbahan sutra dari Tiongkok (Dinasti Tang) diadopsi oleh anggota keluarga kerajaan dan pegawai kerajaan. Ada yang disebut Gwanbok, pakaian tradisional untuk pegawai kerajaan pada masa lalu.
Periode Goryeo
Ketika Dinasti Goryeo (918–1392) menandatangani perjanjian damai dengan Kerajaan Mongol, raja Goryeo menikahi ratu Mongol dan pakaian pegawai kerajaan lalu mengikuti gaya Mongol. Sebagai hasil dari pengaruh Mongol ini, rok (chima) jadi sedikit lebih pendek.
Sedangkan Jeogori (baju untuk tubuh bagian atas) diikat ke bagian dada dengan pita lebar, sedangkan lengan bajunya didesain agak ramping.
Pejabat pemerintahan berpangkat rendah mengenakan sejenis jubah bernama jiknyeongpo yang kemudian diperkenalkan sebagai pakaian rakyat jelata pada era Dinasti Joseon.
Periode Joseon
Pada masa Dinasti Joseon, jeogori wanita Korea secara perlahan menjadi ketat dan diperpendek. Pada abad ke-16, jeogori agak menggelembung dan panjangnya mencapai di bawah pinggang.
Chima pada masa akhir Joseon dibuat panjang dan jeogori menjadi pendek dan ketat. Heoritti atau heorimari yang terbuat dari kain linen difungsikan sebagai korset karena begitu pendeknya jeogori.
Hanbok Pria
Kalangan atas memakai hanbok dari kain rami yang ditenun atau bahan kain berkualitas tinggi, seperti bahan yang berwarna cerah pada musim panas dan bahan kain sutra pada musim dingin. Mereka menggunakan warna yang bervariasi dan terang. Rakyat biasa tidak dapat menggunakan bahan berkualitas baik.
Mulai masa pertengahan Dinasti Joseon, pria mengenakan dopo sebagai jubah atau jas luar oleh kaum bangsawan dan ilmuwan. Rakyat biasa hanya dapat mengenakannya untuk melakukan jesa.
Kaum bangsawan Joseon mempunyai varian pakaian yang cukup beragam. Shimui dikenakan dalam waktu senggang. Nama pakaian ini mengandung kata shim yang bermakna “berpikir” atau “merenung”.
Hakchangeui merupakan pakaian khas kaum ilmuwan dan bangsawan sejak era Dinasti Goryeo (918-1392).
Pakaian ini dianggap melambangkan pikiran yang mulia dan keluhuran budi orang yang mengenakannya. Pada akhir abad ke-19, Heungseon Daewongun memperkenalkan magoja, jenis mantel bergaya Manchu yang masih dipakai hingga saat ini.
Durumagi semacam jaket berukuran panjang akan dikenakan saat keluar rumah, terutama oleh pria dewasa.
Aksesori
Baik pria maupun wanita memelihara rambut mereka menjadi panjang. Pada saat mereka menikah, mereka mengkonde rambutnya.
Pria mengkonde (mengikat) rambutnya sampai atas kepala (sangtu), sedangkan wanita mengkonde sampai batas di belakang kepala atau di atas leher belakang. Wanita yang berprofesi sebagai penghibur seperti kisaeng, memakai aksesori wig yang disebut gache.
Gache sempat dilarang di istana pada abad ke-18. Pada akhir abad ke-19, gache semakin populer di antara kaum wanita dengan bentuk yang semakin besar dan berat.
Tusuk konde binyeo, ditusukkan melewati konde rambut sebagai pengencang atau aksesori. Bahan pembuatan binyeo bervariasi sesuai kedudukan sosial pemakainya.
Wanita juga mengenakan jokduri pada hari pernikahan mereka dan memakai ayam untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin.
Pria menggunkan gat, topi yang dianyam dari rambut kuda, yang juga bervariasi model dan bentuknya sesuai status atau kelas.
Perayaan
Hanbok digunakan diklasifikasikan berdasarkan peristiwanya: pakaian sehari-hari, termasuk untuk hari ulang tahun pertama anak.
Warga Korea mengenakan berbagai jenis hanbok yang indah sesuai dengan waktu dan tempat.”
Warga Korea jaman dahulu biasanya gemar mengenakan pakaian berwarna putih, sampai disebut juga sebagai “Baekeui Minjok ” (etnis putih). Tapi, sesuai dengan waktu dan tempat, warga Korea juga mengenakan berbagai jenis hanbok berwarna indah bersama dengan topi yang cocok dengan pakaiannya. Pada dasarnya, pria mengenakan hanbok berupa baji (celana) dan jeogori (atasan tradisional) dan wanita mengenakan hanbok berupa chima (rok) dan jeogori (atasan tradisional).
Di Korea Selatan yang memiliki empat musim berbeda, sangatlah penting untuk membuat dan mengenakan pakaian sesuai dengan musim. Terutama pada musim panas dan musim dingin, warga Korea menggunakan bahan pakaian yang berbeda tergantung musim dan mengembangkan budaya pakaian yang beraneka ragam.
Saat ini, Hanbok hanya dipakai secara formal atau semi-formal dalam perayaan atau festival tradisional, seperti acara pernikahan, hari raya dol janchi (ulang tahun pertama), chuseok (hari panen raya), soella (hari raya imlek) dan lainnya.
Sementara itu, pada zaman dahulu, baju Hanbok dipakai sebagai baju harian dengan ciri khas bagian bawah rok dibuat melebar. Tujuannya supaya yang memakai merasa nyaman saat sedang beraktivitas.
Untuk wanita, baju Hanbok biasanya terdiri dari berbagai macam warna cerah seperti merah muda, biru, oranye, putih, dan lainnya. Menurut kepercayaan, warna-warna ini diyakini dapat mengusir roh-roh jahat yang ada di dalam tubuh.
Lapisan
Perlu diketahui, Hanbok terdiri dari tiga lapisan, di mana setiap lapisannya memiliki makna dan arti yang berbeda. Berikut penjelasannya.
- Sogot
Sogot atau semacam kaus dalam adalah lapisan paling dalam dari Hanbok yang umumnya terbuat dari bahan puring berwarna putih. Di dalamnya terdapat sebuah bahan yang membuat Sogot terlihat mengembang ketika digunakan.
- Chima
Chima merupakan lapisan kedua dari Hanbok yang artinya adalah rok panjang. Pada Chima terdapat dua buah tali berukuran panjang yang berguna untuk mengikat rok.
Untuk cara mengikat Chima ini sendiri adalah dengan menyilangkan dua tali ke depan dan diikat ke atas dada dengan rapat. Lalu, sisa ikatan tali dimasukkan ke dalam ikatan.
- Jeogori
Jeogori merupakan pakaian dasar yang menutupi lengan dan bagian atas tubuh pemakainya. Jeogori ini dikenal juga sebagai atasan China. Bentuk dari Jeogori mirip rompi tapi memiliki lengan panjang dengan dua buah tali serta kancing.
Jeogori memiliki dua tali kanan berukuran pendek dan tali kiri berukuran panjang.
Cara mengikat tali Jeogori untuk pemakaian pertama adalah meletakkan tali pendek di depan terlebih dahulu. Setelah itu, tali panjang sebelah kiri dimasukkan ke dalam, lalu diikat dengan tali panjang dilipat dua seperti pita.
Kemudian, tali pendek ditaruh ke depan melewati tali panjang dan ditarik supaya lebih terikat. Supaya Jeogori tidak banyak lipatan, luruskan tangan kemudian ambil bagian lengan dan lipat ke dalam. (Hilal)