linimassa.id – Sebelum mixer, blender, dan alat canggih pelebur bumbu dan rempah lain hadir, cobek menjadi alat yang dicari terutama saat masak-memasak.
Cobek dan ulekan merupakan sepasang alat yang telah digunakan sejak zaman purbakala untuk menumbuk, menggiling, melumat, mengulek, dan mencampur bahan-bahan tertentu, misalnya bumbu dapur, rempah-rempah, jamu, atau obat-obatan.
Istilah cobek merujuk kepada sejenis mangkuk sebagai alas untuk kegiatan menumbuk atau mengulek, sementara ulekan merujuk kepada benda tumpul memanjang seperti pentungan yang dapat digenggam tangan untuk menumbuk atau mengulek suatu bahan.
Baik cobek ataupun ulekan biasanya dibuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, atau logam.
Cobek dan ulekan telah lama digunakan sebagai alat dapur dalam proses masak-memasak hingga kini.
Nama Lain
Dalam Bahasa Inggris, cobek dan ulekan disebut mortar and pestle. Cobek dan ulekan dikenal dalam berbagai nama di Indonesia.
Dalam Bahasa Sunda, Cobek lebih dikenal dengan sebutan coét atau cowét; dalam Bahasa Jawa disebut cowék atau coék. Sementara ulekan dalam Bahasa Sunda disebut mutu, sementara dalam Bahasa Jawa disebut ulêkan
Di Indonesia, cobek dan ulekan adalah alat yang penting dalam kegiatan masak-memasak rumah tangga. Sebagai contoh, cobek dan ulekan adalah alat penting untuk mengulek dan melumat bumbu dapur, dan membuat masakan khusus, seperti sambal ulek atau sambal terasi, menghaluskan dan mencampur bumbu gado-gado, dan menyajikan ayam penyet atau iga penyet.
Bentuk dan ukuran cobek dan ulekan beraneka ragam sesuai kebutuhan penggunanya. Cobek kecil (diameter 8-13 cm) biasanya untuk penyajian sambal secara perseorangan di rumah makan, sementara yang berukuran sedang (diameter 15-20 cm) untuk penggunaan rumah tangga.
Sementara cobek berukuran besar (diameter 30-40 cm) dan agak datar biasanya digunakan oleh penjual gado-gado atau warung makan yang menyajikan hidangan sambal yang dibuat dalam jumlah besar.
Tingkat kecekungan cobek dapat berbeda-beda, ada yang dalam menyerupai mangkuk atau lumpang, ada pula yang datar. Ulekan pun memiliki bentuk yang berbeda-beda, paling lazim adalah bulat panjang dangan cara menggenggam seperti menggenggam pistol.
Ada pula ulekan yang berbentuk bulat sesuai genggaman tangan untuk menumbuk, ada pula yang berbentuk silinder untuk menggiling. Cobek dan ulekan yang unik ini biasanya digunakan untuk membuat jamu.
Keras
Baik cobek ataupun ulekan biasanya dibuat dari bahan yang keras, misalnya kayu keras, batu, keramik, atau logam (kuningan atau baja antikarat). Di Indonesia biasanya bahan yang lazim digunakan adalah batu alam, batu kali, atau batu andesit (batu vulkanik gunung berapi).
Beberapa daerah di Indonesia adalah sentra pengrajin cobek dan ulekan batu, salah satunya adalah daerah Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, dekat Candi Borobudur.
Cobek dan ulekan keramik juga lazim digunakan apoteker untuk melumat dan mencampur bahan obat-obatan dalam kegiatan farmasi.
Cobek dan ulekan tertua telah digunakan manusia sejak kurun 35,000 tahun SM. Alat ini adalah salah satu alat tertua yang digunakan manusia sejak zaman batu. Beberapa temuan arkeologi menunjukkan benda-benda batu yang digunakan sebagai alat untuk menumbuk. Sebagai contoh, artefak batu yang ditemukan di Yunani dari kurun 3200 sampai 2800 SM, menunjukkan alat untuk mengekstraksi atau menumbuk zat pigmen pewarna yang diambil dari batu-batuan.
Benda lain yang mirip ini atau bekerja sesuai prinsip yang sama, adalah lesung atau lumpang dan alu. Akan tetapi lesung dan alu berukuran lebih besar, biasanya memanjang, dan digunakan untuk menumbuk padi.
Keduanya seolah jadi alat masak yang umum ada di dapur orang Indonesia. Meski sudah banyak alat modern, alat ini masih eksis padahal sudah dipakai sejak zaman batu.
Keduanya termasuk pasangan alat masak kuno yang sudah dipakai oleh manusia purba sejak 35.000 tahun sebelum masehi. Uniknya, alat untuk menghaluskan atau menggerus bahan makanan ini masih eksis hingga sekarang. Cobek dan ulekan terbukti jadi alat masak yang tak punah karena termakan zaman.
Di Indonesia, keduanya populer dijadikan alat untuk menghaluskan bumbu atau mengulek sambal. Proses menghaluskan bumbu dengan cara seperti ini diklaim bisa membuat rasa masakan jadi lebih enak dan sedap. Tak heran kalau dapur kuliner Indonesia masih tetap melestarikan alat ini dan enggan beralih ke alat penghalus modern. (Hilal)