linimassa.id – Bonsai merupakan tanaman atau pohon yang dikerdilkan di dalam pot dangkal dengan tujuan membuat miniatur dari bentuk asli pohon besar yang sudah tua di alam bebas.
Penanaman (sai) dilakukan di pot dangkal yang disebut bon. Istilah bonsai juga dipakai untuk seni tradisional Jepang dalam pemeliharaan tanaman atau pohon dalam pot dangkal, dan apresiasi keindahan bentuk dahan, daun, batang, dan akar pohon, serta pot dangkal yang menjadi wadah, atau keseluruhan bentuk tanaman atau pohon.
Bonsai adalah pelafalan bahasa Jepang untuk penzai. Seni ini mencakup berbagai teknik pemotongan dan pemangkasan tanaman, pengawatan (pembentukan cabang dan dahan pohon dengan melilitkan kawat atau membengkokkannya dengan ikatan kawat), serta membuat akar menyebar di atas batu.
Pembuatan bonsai memakan waktu lama dan melibatkan berbagai macam pekerjaan, antara lain pemberian pupuk, pemangkasan, pembentukan tanaman, penyiraman, dan penggantian pot dan tanah.
Tanaman atau pohon dikerdilkan dengan cara memotong akar dan rantingnya. Pohon dibentuk dengan bantuan kawat pada ranting dan tunasnya.
Kawat harus sudah diambil sebelum sempat menggores kulit ranting pohon tersebut. Tanaman adalah makhluk hidup, dan tidak ada bonsai yang dapat dikatakan selesai atau sudah jadi.
Perubahan yang terjadi terus menerus pada tanaman sesuai musim atau keadaan alam merupakan salah satu daya tarik bonsai.
Melansir Houzz, ada beberapa alasan mengapa tanaman bonsai menarik untuk dipelihara dan bisa mengubah hidup kita.
Kehadiran bonsai bisa menjadi terapi untuk stres serta mengajari kita untuk bersabar dan lebih kuat. Bonsai dan feng shui juga memiliki banyak kesamaan. Tanaman ini dilatih untuk tumbuh dalam bentuk yang mewakili keseimbangan alam, sama seperti feng shui yang menumbuhkan harmoni melalui kekuatan yin dan yang dalam satu lingkungan.
Bentuknya yang unik juga bisa menjadi unsur seni yang menyempurnakan estetika di rumah.
Jenis
Pohon yang paling umum dibonsai adalah berbagai spesies pinus. Jenis tanaman dan pohon dipakai untuk mengelompokkan jenis-jenis bonsai.
Bonsai pohon pinus dan ek: tusam, cemara cina, cemara duri, sugi, dan lain-lain.
Bonsai pohon buah untuk dinikmati keindahan buahnya (Ilex serrata, kesemek, Chaenomeles sinensis, apel mini, dan lain-lain).
Bonsai tumbuhan berbunga untuk dinikmati keindahan bunganya (Prunus mume,Chaenomeles speciosa, sakura, azalea satsuki).
Bonsai pohon untuk dinikmati bentuk daunnya (maple, Zelkova serrata, Rhus succedanea, bambu).
Ada banyak sekali tanaman tropis yang telah dicoba dan ternyata cocok untuk dibonsai, di antaranya asam jawa, beringin, cemara udang, waru, dan jambu biji.[3]
Bentuk dasar bonsai ada yang tegak lurus (Chokkan), tegak berkelok-kelok (Moyogi), sarung angin/tertiup angin (Fukinagashi), menggantung (Kengai), setengah menggantung (Han Kengai), batang bergelung (Bankan), sapu tegak (Hōkidachi), berbatang dua (Sōkan), dan pohon sastrawan (Bunjinki).
Asal Mula
Bonsai berasal dari seni miniaturisasi tanaman yang disebut penjing dari periode Dinasti Tang. Di makam putra dari Maharani Wu Zetian terdapat lukisan dinding yang menggambarkan pelayan wanita yang membawa pohon berbunga dalam pot dangkal.
Pot dangkal berukuran kecil ini merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam. Kalangan bangsawan di Jepang mulai mengenal penjing sekitar akhir zaman Heian.
Aksara kanji untuk penjing dilafalkan orang Jepang sebagai bonkei. Sama halnya dengan di Cina, bonkei di Jepang juga merupakan miniaturisasi dari pemandangan alam. Seni yang hanya dinikmati kalangan atas, terutama kalangan pejabat istana dan samurai, dan baru disebut bonsai pada zaman Edo.
Menanam bonsai adalah pekerjaan sambilan samurai zaman Edo, saat bonsai mencapai puncak kepopuleran.
Sejak zaman Meiji, bonsai dianggap sebagai hobi yang bergaya. Namun pemeliharaan bonsai dan penyiraman memakan banyak waktu. Sejalan dengan lingkungan tempat tinggal di Jepang yang makin modern dan tidak memiliki halaman, penggemar bonsai akhirnya terbatas pada kalangan berusia lanjut.
Menurut buku “Budidaya Bonsai” yang ditulis oleh Iswarta Bima (2019), istilah bonsai merujuk pada bahasa Jepang, yakni bon yang berarti pot dan sai yang berarti tanaman. Dengan demikian, bonsai dapat diartikan sebagai tanaman yang dikerdilkan dan ditanam dalam pot.
Namun, tak semua tanaman dalam pot bisa disebut bonsai jika tidak memiliki kriteria bonsai. Kerdil dalam seni bonsai adalah tanaman yang memiliki penampilan lebih mungil daripada tanaman aslinya.
Oleh karena itu, tanaman herba atau semak, meskipun tingginya kurang dari satu meter, tidak bisa dikategorikan kerdil karena tinggi aslinya memang hanya sekitar satu meter.
Tapi, meskipun kata bonsai diambil dari Bahasa Jepang, pelopor kesenian bonsai adalah China. Seni bonsai pertama kali muncul di China pada masa pemerintahan dinasti Tsin (265-420).
Di masa dinasti Tang (618-907), seni mengerdilkan tanaman ini semakin diminati. Itulah mengapa kita banyak melihat tanaman bonsai ada dalam lukisan-lukisan yang dibuat pada zaman dinasti Tang.
Masyarakat China saat itu tidak mengenal nama bonsai. Saat ini, seni pemangkasan tanaman biasa disebut penjing o dan seni ini sangat digemari oleh para pejabat kerajaan.
Perkembangan dari penjing dilakukan oleh para biksu yang beragama Tao, di mana tanaman ini dianggap merepresentasikan salah satu pokok ajaran agama mereka, yakni penciptaan keseimbangan serta keharmonisan manusia dengan alam.
Pada masa pemerintahan dinasti Yuan (1280-1368), banyak pejabat, pelajar, maupun pedagang dari Jepang membawa bonsai ke negaranya, yang kemudian berkembang pesat.
Sementara istilah bonsai sendiri muncul pada pemerintahan Kamakura (1192-1333), yang dicatat dalam Kasuga Srhire.
Sejak masa Kamakura, tanaman kerdil ini mulai semakin digemari yang pada akhirnya mencakup seluruh lapisan masyarakat.
Tanaman bonsai semakin digemari di masa pemerintahan Edo (1615-1867), terutama setelah dimunculkan sebagai pemberi warna dalam memperindah lukisan dan syair dalam bentuk southerm sung (semacam seni lukis dan seni sastra pada akhir pemerintahan Edo).
Namun, idealisme dan filsafat bonsai telah banyak berubah selama bertahun-tahun. Bagi bangsa Jepang, bonsai merupakan perpaduan dari kepercayaan kuno yang kuat dengan filsafat timur, yakni keselarasan antara manusia, jiwa, dan alam.
Pada 1914, diadakan pameran bonsai di Jepang untuk kali pertama. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan perhatian masyarakat terhadap seni bonsai.
Sejak 1934 hingga sekarang, digelar pameran tahunan di Museum Seni Metropolitan yang mengutamakan hasil karya bonsai-bonsai yang menarik. Dari sini lah bonsai merambah ke penjuru dunia, termasuk Indonesia.
Bahkan, sampai saat ini, seni mengerdilkan pohon tidak hanya jadi milik bangsa China atau Jepang, tetapi sudah milik seluruh bangsa di dunia.
Ukuran
Bonsai dikelompokkan menjadi enam kelompok berdasarkan tinggi tanaman dari pangkal batang hingga bagian puncak tanaman:
Raksasa: tinggi pohon lebih dari 101 cm.
Sangat besar: tinggi pohon antara 76–100 cm.
Besar: tinggi pohon antara 46–75 cm
Sedang: tinggi pohon antara 31–45 cm
Kecil: tinggi pohon antara 16–30 cm
Sangat kecil: tinggi pohon kurang dari 15 cm.
Melansir QZ, Robert Steven dalam bukunya “Mission of Transformation” (2009) menulis tentang seni dan ilmu budaya bonsai.
Ia menyebutkan bahwa desain bonsai yang baik harus indah secara artistik, dengan petunjuk hortikultura yang meyakinkan dan harus menyampaikan pesan tematik. Komponen komposisi bonsai adalah akar, batang, cabang, bantalan dedaunan, mahkota, wadah, dan aksesori (batu, rumput, lumut, dan lainnya).
Komposisi ini adalah penataan komponen-komponen secara menyatu dalam suatu karya, yang menghasilkan kreasi yang estetik dan indah dipandang mata. Tak hanya itu, penataan yang terasa menyatu juga memberikaan rasa harmoni bagi yang melihatnya. (Hilal)