linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Bukan Sekadar Kain, Ini Esensi Cadar
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Khazanah > Bukan Sekadar Kain, Ini Esensi Cadar
Khazanah

Bukan Sekadar Kain, Ini Esensi Cadar

Hilal Ahmad 7 April 2024
Share
waktu baca 7 menit
Cadar (Foto : Diary Novitania)
Cadar (Foto : Diary Novitania)
SHARE

linimassa.id – Cadar bukanlah hal asing di Indonesia. Banyak wanita mengenakannya. Bukan sekadar kain, ternyata cadar memiliki esensi.

Contents
Abad 15KebiasaanHukum Bercadar

Cadar merupakan sebuah kain yang digunakan untuk menutupi seluruh tubuh wanita Muslim.

Sejarah penggunaannya bermula dari zaman Jahiliyah di Arab. Pada masa itu, perempuan Arab yang berasal dari kalangan kelas atas menggunakan ini sebagai tanda status sosial.

Cadar tersebut dibuat dari kain sutra dan digunakan untuk menutupi seluruh tubuh termasuk wajah dan tangan.

Penggunaannya ini tidak hanya digunakan sebagai tanda status, namun juga sebagai bentuk perlindungan terhadap panas dan debu.

Setelah masa Jahiliyah berakhir, Islam mulai menyebar di Arab. Penggunaannya juga mulai terpengaruh oleh ajaran Islam.

Dalam ajaran Islam, wanita diwajibkan untuk menutupi seluruh tubuh kecuali wajah dan telapak tangan ketika berinteraksi dengan pria yang bukan mahramnya. Hal ini tertulis dalam Al-Quran Surah Al-Ahzab ayat 59:

Artinya: Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Dari ayat tersebut, dapat dipahami bahwa penggunaannya adalah sebuah perintah dari agama Islam dan bukan sebuah bentuk penindasan seperti yang sering dikatakan.

 

- Advertisement -
Ad imageAd image

Abad 15

Penggunaan cadar di Indonesia mulai dikenal sejak abad ke-15, saat Islam mulai masuk ke wilayah Indonesia.

Namun, penggunaan cadar di Indonesia tidak sepopuler di negara-negara Timur Tengah. Hal ini dikarenakan budaya Indonesia yang lebih beragam dan tidak terlalu mempermasalahkan penampilan luar.

Meskipun begitu, penggunaan cadar tetap ada dan terus dipertahankan oleh sebagian besar wanita Muslim di Indonesia.

Hal ini sesuai dengan ajaran agama Islam yang menekankan pentingnya menjaga aurat sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Seiring perkembangan zaman, penggunaan cadar juga mengalami berbagai perubahan.

Cadar yang awalnya terbuat dari kain sutra, kini banyak menggunakan kain yang lebih nyaman seperti katun atau bahan sintetis.

Desain cadar juga semakin beragam, dengan berbagai motif dan warna yang dapat dipilih sesuai dengan selera.

Pada beberapa negara, penggunaan cadar juga menjadi perdebatan karena dianggap sebagai simbol penindasan terhadap wanita.

Namun, hal tersebut tidak dapat diterapkan secara universal, karena setiap negara memiliki budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda.

Penggunaan cadar juga bukanlah satu-satunya cara untuk menjaga aurat, karena ada berbagai cara lain yang dapat dilakukan seperti menggunakan hijab atau pakaian yang longgar dan menutupi tubuh.

Penggunaan cadar dapat dipandang sebagai sebuah bentuk ketaatan kepada ajaran agama Islam.

Namun, hal ini tidak berarti bahwa wanita yang tidak menggunakan cadar tidak taat atau tidak beriman. Setiap orang memiliki hak untuk memilih cara yang tepat dalam menjalankan agama dan kepercayaannya.

 

Kebiasaan

Dikutip dari islami.co, cadar atau dalam bahasa Arabnya disebut niqab sudah biasa dikenakan oleh perempuan di wilayah gurun pasir.

Bahkan kebiasaan ini sudah berlangsung sejak zaman jahiliah sebelum datangnya agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad SAW. Pakaian model niqab ini berlangsung hingga masa dakwah Rasulullah.

Di sejumlah riwayat, Rasulullah tak pernah melarang penggunaan cadar namun juga tidak mewajibkan. Abdullah Ibnu Umar RA pernah meriwayatkan bahwa, Ketika Nabi Muhammad SAW menikahi Shafiyyah, beliau melihat Aisyah mengenakan niqab di tengah kerumunan para sahabat dan Nabi mengenalnya juga tak melarangnya.

Kisah tersebut juga diriwayatkan dalam hadits riwayat Ibn Majah yang diinformasikan dari Aisyah, bahwa ia berkata, “Pada saat Nabi SAW sampai di Madinah -di mana saat itu beliau menikahi Shafiyyah binti Huyay- perempuan-perempuan Anshar datang mengabarkan tentang kedatangan Nabi. Lalu saya (Aisyah) menyamar dan mengenakan niqab kemudian ikut menyambutnya. Lalu Nabi menatap kedua mataku dan mengenaliku. Aku memalingkan wajah sembari menghindar dan berjalan cepat, kemudian Nabi menyusulku”. (HR. Ibnu Majah)

Di masa setelah Islam, pemakaian cadar diketahui digunakan oleh orang-orang Suku Thawariq yang hidup sebagai pengembara di Padang Sahara. Ibnu al-Khathib yang dikutip Philip K. Hitti dalam History of The Arabs (2014) menyebut bahwa cadar merupakan pakaian adat.

“Adat mereka yang aneh ini memunculkan nama lain, Mulatstsamun (para pemakai cadar) yang kadang-kadang menjadi sebutan lain bagi kaum Murabithun,” tulis Philip K. Hitti (2014: 689) seperti dilansir dari islam.nu.or.id.

 

Hukum Bercadar

Sejumlah ulama dan pakar hukum Islam masih berbeda pendapat terkait kewajiban mengenakan cadar bagi perempuan. Prof.Dr.Hj.Huzaemah Tahido Yanggo, MA dalam buku Problematika Fikih Kontemporer menyebut bahwa pihak yang mewajibkan perempuan memakai cadar merujuk pada pendapat Imam Ahmad.

Menurut Imam Ahmad dalam salah satu riwayat dan pendapat Abu Bakar bin Abd. Rahman dari kalangan Tabi’in yang menyebut bahwa seluruh badan wanita adalah aurat. “Sehingga menurut pendapat ini, wanita wajib menutup muka (pakai cadar),” tulis Prof Huzaemah yang juga Ketua Komisi Fatwa MUI itu seperti dikutip detikcom dari buku Problematika Fikih Kontemporer.

Dilansir dari nu.or.id, mayoritas fuqaha baik dari madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali masih berbeda pendapat terkait wajah dan tangan termasuk aurat atau bukan.

Madzhab Hanafi berpendapat bahwa di masa sekarang wanita muda (al-mar`ah asy-syabbah) dilarang memperlihatkan wajah di antara laki-laki yang bukan muhrimnya. Ini untuk menghindari fitnah, bukan karena wajah merupakan aurat.

Madzhab Maliki berpendapat makruh hukumnya wanita menutupi wajah atau memakai cadar baik saat sholat maupun di luar shalat karena ini termasuk perbuatan berlebih-lebihan (al-ghuluw). Sementara di kalangan madzhab Syafi’i, juga masih terjadi beda pendapat.

Pendapat pertama menyatakan bahwa wanita wajib memakai ini. Pendapat kedua adalah sunah dan ketiga ada dari madzhab Syafi’i yang menilai menggunakan cadar bagi wanita adalah khilaful awla atau menyalahi yang utama karena utamanya tidak bercadar. (Hilal)

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image

Terkini

Pondok Aren
Rumah Janda di Pondok Aren Tangsel Ambruk Diterjang Hujan Deras
News
Pajak Kendaraan di Banten
Realisasi Pajak Kendaraan di Banten Capai Rp588 Miliar
News
Gemini VEO 3
Gemini VEO 3, Fitur Canggih Bikin Video AI Realistis
Teknologi
Hari Lingkungan Hidup Sedunia
Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, KOMPAS Gelar Aksi Clean Up di Masjid Agung Banten Lama
Pendidikan
Jerhemy Owen
Jerhemy Owen Tanam 10 Ribu Pohon
Pendidikan
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?