linimassa.id – Pada musim kemarau dengan angin yang bertiup kencang, banyak orang bermain laying-layang. Saat ini banyak yang memainkan laying-layang terlebih saat sore hari.
Layang-layang biasa dimainkan anak-anak hingga orang dewasa. Permainan ini hampir ditemukan di setiap penjuru daerah di Indonesia.
Permainan layangan ini telah berlangsung dari zaman dahulu kala. Hal ini ditemukan dalam lukisan yang ditemukan di gua Pulau Muna Provinsi Sulawesi Tenggara yang memperlihatkan tradisi permainan layang-layang.
Mengutip jurnal Nilai Edukasi Permainan Tradisional Layang-layang: Masyarakat Banten pada Masa Covid-19 yang disusun Arif Permana Putra, dkk, layang-layang merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke pengendali.
Permainan ini memanfaatkan kecepatan gerak angin sebagai alat pengangkatnya. Layang-layang memiliki banyak jenis, salah satunya layang aduan, jenis layangan yang paling banyak digunakan
Layang-layang sendiri merupakan permainan yang terbilang terjangkau dengan harga yang tidak terlalu mahal. Mainan tradisional ini juga mudah untuk didapatkan baik dengan membuat sendiri ataupun membeli.
Layang-layang, layangan, atau wau di sebagian wilayah Semenanjung Malaya merupakan lembaran bahan tipis berkerangka yang diterbangkan ke udara dan terhubungkan dengan tali atau benang ke daratan atau pengendali.
Layang-layang memanfaatkan kekuatan hembusan angin sebagai alat pengangkatnya. Dikenal luas di seluruh dunia sebagai alat permainan. Layang-layang diketahui juga memiliki fungsi ritual, alat bantu memancing atau menjerat, menjadi alat bantu penelitian ilmiah, serta media energi alternatif.
Berbagai tipe layang-layang permainan atau di Sunda dikenal istilah maen langlayangan, yang paling umum adalah layang-layang hias atau dalam bahasa Betawi disebut koang dan layang-layang aduan laga.
Terdapat pula layang-layang yang diberi sendaringan yang dapat mengeluarkan suara karena hembusan angin. Layang-layang laga biasa dimainkan oleh anak-anak pada masa pancaroba karena kuatnya angin berhembus pada saat itu.
Di beberapa daerah Nusantara, layang-layang dimainkan sebagai bagian dari ritual tertentu, biasanya terkait dengan proses budidaya pertanian.
Layang-layang paling sederhana terbuat dari helai daun yang diberi kerangka dari bambu, kemudian diikat dengan serat rotan.
Layang-layang semacam ini masih dapat dijumpai di Sulawesi. Diduga beberapa bentuk layang-layang tradisional asal Bali berkembang dari layang-layang daun karena bentuk ovalnya yang menyerupai daun.
Di Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat lain di Indonesia, layang-layang digunakan sebagai alat bantu memancing.
Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu dan dihubungkan dengan mata kail. Di Pangandaran dan beberapa tempat lain misalnya, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Alat Bantu Penelitian
Penggunaan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca telah dikenal sejak abad ke-18. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik.
Layang-layang raksasa dari bahan sintetis sekarang telah dicoba menjadi alat untuk menghemat penggunaan bahan bakar kapal pengangkut. Pada saat angin berhembus kencang, kapal akan membentangkan layar raksasa seperti layang-layang yang akan “menarik” kapal sehingga menghemat penggunaan bahan bakar.
Asal Mula
Berdasarkan catatan pertama yang menyebutkan permainan layang-layang adalah dokumen dari Tiongkok sekitar 2500 Sebelum Masehi.
Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode mesolitik di pulau Muna, Sulawesi Tenggara, yang telah ada sejak 9500-9000 tahun SM.
Lukisan tersebut menggambarkan layang-layang yang disebut kaghati, yang masih digunakan oleh orang-orang Muna modern.
Layang-layang terbuat dari daun kolope (umbi hutan) untuk layar induk, kulit bambu sebagai bingkai, dan serat nanas hutan yang dililitkan sebagai tali, meskipun layang-layang modern menggunakan senar sebagai tali.
Diduga terjadi perkembangan yang saling bebas antara tradisi di Tiongkok dan di Nusantara karena di Nusantara banyak ditemukan bentuk-bentuk primitif layang-layang yang terbuat dari daun-daunan.
Di kawasan Nusantara sendiri catatan pertama mengenai layang-layang adalah dari Sejarah Melayu atau Sulalatus Salatin pada abad ke-17 yang menceritakan suatu festival layang-layang yang diikuti oleh seorang pembesar kerajaan.
Dari Tiongkok, permainan layang-layang menyebar ke Barat hingga kemudian populer di Eropa.
Layang-layang terkenal ketika dipakai oleh Benjamin Franklin ketika ia tengah mempelajari petir.
Fungsi
Selain berfungsi untuk menghibur, permainan layang-layang juga memiliki sejumlah fungsi di dalamnya, di antaranya:
- Fungsi Ritual
Layang-layang memiliki fungsi ritual karena mainan tradisional ini dimainkan pada ritual tertentu. Contohnya, masyarakat Bali mempercayai layang-layang digunakan sebagai pelindung singgasana para dewa. Dewa layang-layang di Bali adalah Rare Angon.
Tak hanya masyarakat bali, masyarakat Sumatera Barat hingga saat ini memiliki kepercayaan pada layang-layang bertuah yang dapat memikat anak gadis yang bernama layang-layang hias dangung-dangung.
Di samping itu, masyarakat di Pulau Jawa juga menggunakan layang-layang mengusir serangga dan burung liar di ladang sawah.
- Fungsi sebagai Alat Bantu Memancing
Layang-layang biasanya digunakan juga sebagai alat bantu memancing. Layang-layang ini terbuat dari anyaman daun sejenis anggrek tertentu, dan dihubungkan dengan mata kail yang dilakukan oleh masyarakat Jawa Barat, Lampung, dan beberapa tempat di Indonesia.
Di Pangandaran dan beberapa tempat lain, layang-layang dipasangi jerat untuk menangkap kalong atau kelelawar.
Cara Memainkan Layang-layang
Permainan tradisional layang-layang sangat mudah dimainkan. Kita hanya membutuhkan layang-layang yang sudah dikaitkan dengan benang serta tanah yang lapang untuk menjadi arena permainannya.
Dengan memanfaatkan angin yang ada, layang-layang yang akan dimainkan dinaikkan dengan menggunakan tali benang dan juga akan dikendalikan melalui tali tersebut.
Selain dimainkan untuk kesenangan, layang-layang juga bisa menjadi permainan yang dilombakan. Caranya dengan mengadu kekuatan antar satu layang dengan layang lainnya.
Mengadu kekuatan layang-layang dilakukan dengan cara memutus benang lawan. Ketika layang-layang sudah dapat mengenai terkait benang lawan, segera benang layang-layang diulurkan, agar benang dapat memotong benang lawan.
Agar benang lawan cepat terputus, kita sebaiknya memutar-mutar layang-layangnya. Kemudian layang-layang akan saling memotong. Untuk menentukan kalah atau menang tergantung kepada kekuatan benangnya atau dengan kata lain layang-layang yang putus itulah yang kalah. (Hilal)