Linimassa.id – Vincke passer atau yang saat ini disebut Pasar Senen menjadi pasar pertama di Indonesia yang menggunakan uang untuk transaksi. Sebelumnya menggunakan system barter.
Pasar saat ini bukan hanya sekadar tempat transaksi jual dan beli berbagai kebutuhan, melainkan juga menjadi bagian dari sejarah panjang dimana jejak komunitas budaya bermula.
Di Betawii, terdapat berbagai nama pasar yang didominasi oleh nama-nama hari. Pasar Senen, Selasa, Rabo, Kamis, Jumat, hingga Minggu.
Salah satu pasar yang masih beroperasi hingga saat ini adalah Pasar Senen. Pasar ini awalnya dibangun oleh seorang arsitek bernama Yustinus Vinck.
Pasar ini awalnya bernama Vincke Passer yang merujuk pada nama arsiteknya. Pasar Senen dibangun 30 Agustus 1735 yang awalnya memang hanya beraktivitas pada hari Senin.
Dalam buku Pasar Senen: Reorganisasi Pasar Tahun 1966 – 1993, wilayah Senen awalnya terkenal dengan hasil perkebunannya yang melimpah.
Maka tidak mengherankan kalau lokasi tersebut akhirnya dikembangkan menjadi sebuah pasar, seiring dengan berkembangnya perekonomian masyarakat masa itu.
Tidak hanya sebagai arsitek, Yustinus Vinck diketahui adalah pemilik tanah dari Vincke Passer. Sebelum membangun pasar, dia membuat permohonan ke pemerintah Belanda.
Permohonan pembangunan pasar di Jalan Groote Zuiderweg tersebut, langsung disetujui oleh Gubernur Jenderal Abraham Patras melalui sebuah surat keputusan.
Peraturan
Laman Sindo menyebut, VOC adalah orang yang membuat peraturan bagi para tuan tanah yang memiliki pasar di atas tanah mereka untuk harus membuka pasar pada hari-hari tertentu saja.
Namun seiring berjalannya waktu, Vincke Passer dipakai untuk aktivitas jual beli setiap hari dan tidak hanya terbatas pada hari Senin saja.
Vincke Passer ternyata juga merupakan pasar pertama yang menerapkan sistem jual beli dengan menggunakan uang sebagai alat tukar yang sah.
Pasar Senen pernah mengalami dua kali tragedi kebakaran yang menghanguskan kios-kios di dalamnya, yakni pada 25 April 2014 dan 19 Januari 2017.
Terkenal
Pasar yang terletak di Kecamatan Senen, Jakarta Pusat ini sangat terkenal sebagai pusat niaga. Tak jauh dari Pasar Senen, ada Stasiun Kereta Api Pasar Senen yang juga banyak digunakan masyarakat untuk bepergian ke luar kota.
Menurut jurnal Historia Madania bertajuk “Pasar Senen: Reorganisasi Pasar Tahun 1966 – 1993”, wilayah Senen terkenal dengan hasil perkebunannya. Seiring dengan berkembangnya perekonomian masyarakat saat itu, muncullah gagasan pendirian pasar.
Sang pemilik tanah Senen, Justinus Vinck, kemudian mengajukan permohonan pendirian pasar ke pemerintah Belanda.
Permohonan itu langsung disetujui oleh Gubernur Jenderal Abraham Patras melalui sebuah surat keputusan. Baca Juga Asal Usul Nama Cakung, Dulunya Batas Wilayah Kekuasaan Indonesia dan Sekutu Pasar Senen didirikan tepat di sebelah selatan Jalan Gunung Sahari.
Pada masa itu, jalan tersebut dikenal dengan nama Groote Zuiderweg. Namun, orang-orang Belanda lebih mengenal pasar itu dengan nama Vincke Passer atau Pasar Vinck, mengacu pada nama sang pendiri.
Pasar Senen banyak dihuni oleh orang-orang Tionghoa dan sebagian besar dari mereka tinggal di wilayah tersebut.
Pasar ini semakin maju di masa pendudukan Jepang. Bahkan, masih eksis hingga detik ini. Sejarawan Bondan Kanumoyoso menerangkan, Pasar Senen ini merupakan bagian dari perkembangan Kota Batavia lama.
Kota Batavia di abad 17 mulai berkembang ke luar tembok kota (Kota Tua). Keamanan kota mulai terjamin karena ada kesepakatan damai dengan Mataram dan Banten.
Penduduk mulai bisa tinggal dengan aman di luar tembok kota. Penduduk pun mulai berdatangan dan kegiatan ekonomi meningkat. Dosen Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan, masyarakat tentunya memerlukan pasar untuk menukar komoditasnya.
Pemerintah Kolonial pun mengizinkan kepada orang-orang yang mempunyai modal dan tanah untuk mendirikan pasar. Pada 1745, Yustinus Vinck mengajukan izin mendirikan pasar di kawasan Tanah Abang dan Senen.
Sebenarnya bukan hanya Yustinus Vinck, tapi ada beberapa orang Belanda lain yang mengajukan izin membuka pasar. Pasar Senen itu sebagian tanahnya milik Cornelis Chasteleindan. Tapi mungkin Yustinus Vinck beli sendiri, yang sekarang menjadi pasar.
Seiring berjalannya waktu, penduduk makin bertambah dan kegiatan ekonomi meningkat. Pasar ini pun buka setiap hari.
Di era pergerakan, pasar ini menjadi tempat berkumpulnya tokoh pergerakan, seperti Chaerul Saleh, Adam Malik, Soekarno, dan M Hatta. Pada tahun 1950-an, seniman, seperti Ajib Rosidi, Sukarno M Noor, dan HB Yasin pun sering berkumpul di sini.
Dulu ada banyak restoran padang yang enak-enak. Buka 24 jam, orang-orang bisa duduk-duduk, makan, minum kopi, dan ngobrol-ngobrol masalah kebudayaan. Jadi tempat favorit untuk seniman dan budayawan. (Hilal)