linimassa.id – Musik koplo kerap dijadikan musik latar untuk berjoget. Tidak heran berbagai lagu yang tengah hits kemudian digubah ulang dengan lantunan ala dangdut koplo dan menjadi semakin viral.
Dari fenomena ini, genre dangdut pun semakin mendapat tempat di hati masyarakat dari berbagai usia dan strata sosial.
Cari tahu yuk sejarah dan perkembangan musik ini di Indonesia yang disebut berasal dari Jawa Timur ini?
Membahas koplo, tidak jauh-jauh dari dangdut. Musik koplo atau dikenal juga dangdut koplo adalah sebuah sub aliran dalam musik dangdut. Dengan ciri khas irama yang cepat dari gendangnya.
Aliran ini dipopulerkan oleh grup musik orkes melayu atau yang biasa disingkat dengan OM. Grup musik ini merajai pentas panggung rakyat di pulau Jawa, terutama di daerah Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat, Jakarta, serta Banten.
Laman Gramedia Blog menyebut, musik dangdut berakar dari musik Melayu yang berkembang pada tahun 1950 hingga 1960-an. Musik dangdut pada masa lalu berkembang dengan pengaruh oleh unsur musik Hindustan (India Utara), Melayu, dan Arab.
Musik India menjadi unsur utama genre dangdut berupa tabuhan gendang, sementara suara cengkok penyanyi adalah unsur utama dari musik Melayu. Seperti yang kerap ditemui sekarang, sejak dulu dengan rata-rata musik dangdut memiliki lirik lagu dengan tema percintaan.
Istilah dangdut sendiri berasal dari bunyi alat musik tabla yang kala itu sering menjadi alat musik pengiring, dengan bunyi “tak, tung, dang, dan dut”. Pengucapan “dang” dan “dut” dari iringan tersebut kemudian menjadi terminologi baru untuk menyebut Orkes Melayu yaitu dangdut.
Sebelum kemunculan dangdut koplo, sejarah genre dangdut bermula pada 1950-an dari kemunculan sosok penyanyi bernama Ellya Khadam. Ellya Khadam yang berhasil mempopulerkan lagu-lagu dangdut seperti Boneka Dari India, Pergi Tanpa Pesan, Termenung, dan Djanji digadang-gadang menjadi awal dari kehadiran musik dangdut di Indonesia.
Setelahnya pada 1970-an, muncul nama-nama besar seperti Rhoma Irama, A. Rafiq, Meggy Z, dan masih banyak lagi yang dalam lagu-lagunya mulai masuk pengaruh dari budaya barat. Bahkan kemudian Rhoma Irama dan Elvy Sukaesih dinobatkan menjadi Raja dan Ratu Dangdut oleh masyarakat karena ketenarannya.
Kemunculan genre dangdut koplo tak lama setelah itu. Kepopuleran musik dangdut sempat tergerus karena generasi muda mulai tertarik dengan genre musik lain yang dianggap lebih kekinian. Namun pada 2000-an, dangdut memasuki fase baru dengan mulai dikenalnya para musisi dangdut dari wilayah Jawa Timur yang mengembangkan jenis musik dangdut baru yang disebut dengan dangdut koplo.
Konon salah satu penyebab istilah dangdut ini disematkan, karena musik ini membuat penikmatnya seolah sedang ‘fly’ setelah minum atau konsumsi pil koplo. Namun ada pula pendapat bahwa istilah “koplo” dalam frasa dangdut koplo berasal dari bahasa Jawa yang berarti dungu atau bodoh.
Dalam hal ini,bisa dibilang dangdut koplo itu dapat membuat mabuk pendengarnya karena pada saat itu para musisi dangdut ini seolah mencoba untuk menyelamatkan pendengarnya dari “kegilaan sosial” dengan meredam tingkat stres masyarakat akibat dampak dari sosial politik pasca Orde Baru.
Pada era tahun 2000-an seiring dengan kejenuhan musik dangdut yang asli, maka di awal era ini musisi di wilayah Jawa Timur di daerah pesisir Pantura mulai mengembangkan jenis musik dangdut baru yang disebut dengan musik koplo ini.
Berawal dari Jawa Timur kemudian dangdut jenis ini tersebar melalui radio, kaset dan CD, serta penampilan panggung yang fenomenal. Penyebaran dangdut koplo pun diyakini mulai berkembang di daerah pesisir pantai utara Pulau Jawa.
Salah satu hal yang membuat genre ini sukses dalam memperlebar daerah kekuasannya adalah VCD bajakan yang begitu mudah dan murah didapatkan masyarakat sebagai alternatif hiburan masyarakat dari VCD original artis-artis nasional yang dinilai kurang ekonomis. Kesuksesan VCD bajakan tersebut juga dibarengi dengan fenomena “Goyang Ngebor” Inul Daratista.
Fenomena itulah yang sebenarnya membuat popularitas Dangdut Koplo semakin meningkat di se-antero Indonesia. Apalagi setelah kontroversi “Goyang Ngebor” milik Inul Daratista itu tercium oleh beberapa media-media televisi swasta nasional. Oleh karenanya, masyarakat Indonesia semakin mengenal Dangdut Koplo dan juga Inul itu sendiri.
Dangdut koplo seakan menjadi genre tersendiri Kini dangdut koplo ini seakan menjadi genre tersendiri yang berbeda dari dangdut original karena rampak dari irama gendangnya lebih cepat dan mengajak berjoget meski liriknya mendayu-dayu.
Ciri khas dangdut koplo yang menggunakan permainan irama gendang 4/4 sehingga musik yang dihasilkan seolah lebih padat dan cepat dan membuat pendengarnya seolah “hanyut” dalam irama dan ikut bergoyang dengan penuh semangat.
Bukan hanya musik yang bikin goyang, celotehan usil di sela lagu seperti “Ya, e!.. Hae! hokya, Joss” yang diucapkan para pemain musik seiring rampak kendang pun menjadi ciri khas tersendiri.
Selain dari iramanya yang mengundang untuk berjoget, ciri pementasan dangdut koplo juga khas dengan penampilan penyanyi yang tak harus terlihat menggoda dan goyangan yang lebih bervariasi.
Dangdut koplo yang kini digemari banyak orang pun telah sukses melambungkan nama-nama penyanyi pendatang baru seperti Via Vallen, Nella Kharisma, Happy Asmara, dan Denny Caknan.
Musik koplo merupakan mutasi dari musik dangdut setelah era Congdut yang bertambah kental irama tradisionalnya ditambah dengan masuknya unsur seni musik kendang kempul yang merupakan seni musik dari daerah Banyuwangi dan irama tradisional lainya seperti Jaranan, Gamelan dan Jaipongan pengaruh dari musik Sunda.
Saat ini popularitas koplo tidak berkurang. Bahkan semakin berkembang menjadi bentuk turunan yang lebih mudah diakses yang dikenal sebagai pop-koplo dengan memasukkan gaya musik musik pop dan gaya busana yang banyak dipengaruhi oleh K-Pop. Artis koplo gelombang baru juga menikmati popularitas YouTube dan media sosial lainnya.
Artis yang mengusung pop koplo antara lain Via Vallen, Nella Kharisma, Siti Badriah, dan Ayu Ting Ting hingga Happy Asmara. Lagu hit Via Vallen “Sayang” secara khas menggunakan elemenreggaeton dan rap dan ketukan gendang koplo dimainkan hanya selama chorus dan bridge, membatasi sensibilitas pop generik generasi muda.
Koplo dan senimannya dianggap menikmati masa keemasan di penghujung 2010-an. Hingga Maret 2021, video musik lagu Siti Badriah “Lagi Syantik” telah ditonton lebih dari 635 juta kali di YouTube. Via Vallen dengan “Meraih Bintang”, sebuah lagu pop dengan unsur dangdut, untuk lagu tema resmi Asian Games 2018. Pada 2020, Happy Asmara merilis “Apakah Itu Cinta” yang juga mendapat sambutan baik dan mendapat popularitas di YouTube. (Hilal)