linimassa.id – Dilakukan dua kali dalam setahun, Hari Raya Kuningan jatuh pada 9 Maret 2024. Dinas Kebudayaan Pemerintah Kabupaten Buleleng, Bali menuliskan bahwa Hari Raya Kuningan digelar setiap 210 hari sekali atau 6 bulan sekali berdasarkan kalender Bali. Tepatnya 10 hari setelah Hari Raya Galungan.
Tujuannya untuk memperingati kembalinya para Dewa atau Leluhur ke surga. Pada hari tersebut para umat Hindu menyediakan sesajen yang dipersembahkan kepada para dewa.
Perayaan Hari Raya Kuningan umumnya dilakukan upacara perpisahan untuk kembali ke stananya masing-masing. Lalu ada beberapa Barong diikuti sekolompok anak-anak dengan tetabuhan atau gambelan.
Inti dari makna hari raya kuningan adalah memohon keselamatan, kedirgayusan, perlindungan dan tuntunan lahir-bathin kepada para Dewa, Bhatara, dan para Pita.
Perayaan ini memiliki makna tersendiri. Kata kuning dalam kuningan memiliki arti berwarna kuning dan wuku ke-12. Wuku merupakan kalender Bali dengan perhitungan 1 wuku sama dengan 7 hari.
Hari Raya Kuningan menjadi hari peringatan untuk kebesaran Sang Hyang Widhi dalam wujud Sang Hyang Parama Wisesa. Sang Hyang Parama Wisesa merupakan roh-roh suci dan pahlawan dharma yang berjasa dalam membentuk akhlak manusia menjadi luhur.
Paha Hari Raya Kuningan, umat Hindu akan sembahyang menghadap para leluhur dan dewa. Hal-hal yang perlu disiapkan dalam persembahyangan ini adalah sesajen berisi ajengan (nasi) berwarna kuning.
Simbol warna tersebut artinya kemakmuran dan bentuk terima kasih karena telah melimpahkan rahmat di dunia.
Sehari sebelum merayakan Hari Raya Kuningan, biasanya umat Hindu terlebih dahulu melaksanakan Penampahan Kuningan.
Hari persiapan menyambut Kuningan. Mereka menyambut Hari Raya Kuningan dengan membuat sesajen dan menyembelih ternak untuk sembahyang keesokan harinya.
Dua Kali
Hari Raya Kuningan adalah hari raya keagaman yang dirayakan umat Hindu di Bali. Hari Raya Kuningan 2024 berlangsung sebanyak dua kali, yakni pada 9 Maret 2024 dan 5 Oktober 2024.
Hari Raya Kuningan merupakan hari raya kemenangan dharma (kebenaran) melawan adharma (kejahatan).
Selain menjadi momen perayaan atas menangnya kebaikan, terdapat fakta unik lainnya terkait Hari Raya Kuningan yang penting bagi umat Hindu. Menurut Surat Keputusan Bersama (SKB) 3 Menteri Hari Raya Kuningan tidak termasuk dalam daftar hari libur nasional.
Kendati demikian, terdapat pengecualian bagi masyarakat Bali. Berdasarkan Surat Edaran (SE) Gubernur Bali Nomor 7 Tahun 2023 umat Hindu di Bali berhak mendapatkan dispensasi dan cuti pada Hari Raya Kuningan.
Dispensasi ini diberikan agar umat Hindu di Bali bisa fokus merayakan hari keagamaan mereka.
Hari Raya Kuningan memiliki beberapa keunikan. Tidak seperti hari raya keagamaan lainnya, Hari Raya Kuningan dirayakan lebih dari satu kali dalam satu tahun.
Peringatan Hari Raya Kuningan berlangsung dua kali dalam setahun menurut kalender Masehi. Jumlah perayaan yang sama juga berlaku untuk Hari Raya Galungan. Penentuan waktu perayaan dua hari keagamaan ini mengacu pada kalender Bali.
Berdasarkan penghitungan kalender Bali, Hari Raya Kuningan terjadi setiap 210 hari atau tepat sepuluh hari setelah Hari Raya Galungan.
Hari suci ini dirayakan setiap hari Saniscara (Sabtu) Kliwon, pada wuku Kuningan.
Hari Raya Kuningan merupakan bagian integral dari rangkaian perayaan Hari Raya Galungan. Secara keseluruhan, perayaan Galungan terdiri dari 13 tahap ritual keagamaan umat Hindu di Bali.
Rangkaian tersebut mulai dari upacara pembersihan dan penyucian diri, seperti Tumpek Wariga, Sugihan Jawa, hingga yang terakhir Hari Pegat Wekatan. Kuningan yang dirayakan sebelum tahapan terakhir, menandai momen kembalinya para dewata dan leluhur ke kahyangan dan menandai akhir dari rangkaian akhir upacara Galungan.
Hari Raya Galungan menandai kedatangan leluhur, sedangkan Hari Raya Kuningan dianggap sebagai momen perpisahan dengan leluhur. Meskipun memuat makna perpisahan, umat Hindu di Bali merayakan Hari Raya Kuningan dengan penuh rasa syukur.
Hari Raya Kuningan untuk merayakan kemenangan dharma Hari Raya Kuningan merupakan perayaan untuk kemenangan dharma (kebenaran) atas adharma (keburukan).
Kemenangan dharma melawan adharma tercermin lewat penggunaan simbol-simbol upacara, dalam tindakan serta doa umat Hindu selama perayaan ini.
Berdasarkan filosofi Hindu perayaan Kuningan bukan hanya ritual keagamaan, tetapi sebuah wujud dari perjuangan untuk menjaga kebenaran dan keadilan (dharma) dalam kehidupan sehari-hari.
Perayaan Kuningan juga mengajarkan umat Hindu tentang pentingnya mempertahankan nilai-nilai kebaikan. Umat Hindu percaya bahwa kemenangan sejati terletak pada kesadaran spiritual dan pengendalian diri.
Oleh karena itu, Kuningan dipandang sebagai ajakan untuk menjalani kehidupan dengan penuh kesadaran akan nilai-nilai spiritual dan moral yang mendasar.
Kuning
Menurut Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buleleng, Hari Raya Kuningan memang identik dengan warna kuning. Umat Hindu di Bali akan mengenakan selendang, udeng (ikat kepala), dan memasang dekorasi warna kuning selama Hari Raya Kuningan.
Warna kuning dalam kepercayaan umat Hindu menggambarkan hal-hal baik, seperti kesejahteraan dan kebahagiaan. Meskipun warna kuning banyak digunakan, istilah kuningan dalam Hari Raya Kuningan bukan merujuk pada warna.
Istilah Kuningan berasal dari wuku ke-12 dalam kalender Bali. Konsep wuku dalam kalender Bali menghitung satu wuku setara dengan 7 hari, sehingga setahun terdiri dari 420 hari.
Perayaan Hari Kuningan dirayakan setiap 210 hari, jatuh pada hari Saniscara Kliwon Wuku Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galungan.
Sebelum pelaksanaan Hari Raya Kuningan, umat Hindu melakukan persembahyangan dengan menyajikan sesajen berisi ajengan (nasi) berwarna kuning.
Ajengan kuning ini memiliki makna sebagai lambang kemakmuran. Nasi kuning tersaji sebagai ungkapan terima kasih atas limpahan rahmat untuk kemakmuran di dunia ini.
Sehari sebelum Hari Raya Kuningan, umat Hindu mempersiapkan diri dengan melaksanakan Hari Penampahan Kuningan.
Hari Penampahan Kuningan berlangsung pada Sukra Wage Wuku Kuningan. Saat Hari Penampahaan Kuningan, umat Hindu menyembelih hewan ternak dan menyiapkan sesajen untuk sembahyang di Hari Raya Kuningan keesokan harinya. (Hilal)