linimassa.id – Kita mengira dengan flexing mobil bagus, barang mahal, rumah gede maka orang akan kagum. Setelah baca fenomena “Man in the Car Paradox” di buku Psychology of Money, terdapat pertanyaan tentang validitasnya.
Yuk pahami fenomena ini, penyebab orang flexing dan 3 alternatifnya:
“Man in the Car Paradox” adalah fenomena dimana orang lain ga sekagum itu sama harta yang kita miliki
Ketika kita melihat seseorang nyetir mobil bagus yg ada di pikiran kita bukan “wah tu orang keren ya”, melainkan “kalau gue punya mobil itu, pasti gue dianggap keren”.
Kita mengira dengan flexing maka orang akan kagum sama kita, ternyata enggak!!
Mereka kagum dengan barang yang kita miliki dan berharap memilikinya, ironisnya tujuan flexing itu ga tercapai dengan flexing.
Nah sebenernya apa sih tujuan orang flexing?
Salah satu motif flexing adalah karena kita ingin dihormati oleh orang lain, kalau memang itu yang kita butuhkan, ada 3 alternatif ini.
ALTERNATIF 1: KERENDAHAN HATI
Kerendahan hati bukan soal flexing atau engga, melainkan kita ga menganggap diri kita lebih tinggi dari orang lain karena kita lebih punya duit.
Tidak menganggap diri kita lebih rendah dari orang lain karena kita lebih ga punya duit, dari sini kita jadi paham kenapa orang yang beneran kaya itu jarang flexing.
Mereka pakai baju sederhana karena ga merasa mereka perlu membuktikan nilai diri mereka, mereka juga ramah sama orang kecil karena ga menilai orang semata mata dari hartanya.
ALTERNATIF 2: KEBAIKAN HATI
Di era sekarang, rasanya kagum banget sama orang yang baik, mereka rela mengorbankan kepentingannya sendiri untuk kepentingan orang lain.
Terus gimana caranya jadi baik tanpa dimanfaatin?
Dari buku Give and Take gue belajar dari Adam Grant tentang gimana jadi orang baik yang pintar.
Caranya adalah dengan bantu orang tapi mikirin gimana ini ga terlalu ngorbanin diri sendiri, kalau ada yang mau pinjem duit, daripada kasi duit kita bisa arahkan ke peluang freelancing.
ALTERNATIF 3: EMPATI
Semakin kesini semakin gampang untuk kita menghakimi orang lain, apalagi dengan adanya sosial media, makin aman buat mengeroyok orang lain.
Apakah artinya kita membenarkan “kejahatan”?
Engga sama sekali, empati bukan berarti kita setuju sama apa yang diperbuat orang lain. Melainkan kita memilih untuk memahami daripada menghakimi.
Nah, Kesimpulannya seperti ini:
– Kita flexing untuk dikagumi sama orang lain.
– Kenyataannya yang orang kagumi bukan kita melainkan barang yang kita punya.
– Alternatif lain kalau mau dikagumi orang: RENDAH HATI, BAIK, dan EMPATI.
Semoga bermanfaat. (AR)