linimassa.id– Coba sebutkan satu saja kuliner lokal yang digemari dan dikonsumsi masyarakat Indonesia di segala lapisan sosial dari Sabang sampai Merauke? Ya, bakso jawabannya.
Hampir semua orang menyukai bakso, entah itu bakso daging atau bakso ikan. Tak heran jika kedai bakso bisa dengan mudah ditemukan di manapun dari persimpangan jalan perkotaan yang sibuk hingga pelosok kampung yang senyap.
Kuliner ini dianggap lezat karena memadukan rasa kuah yang gurih dan kenyal baksonya yang ramah di lidah. Belum lagi jika dicampur mi, telur, dan sayuran membuat sajian seporsi bakso jadi makin lengkap.
Makin kesini, rasa dan isian bakso bisa dimodifikasi. Misalnya dengan menambahkan kecap, saos, dan cuka. Sensasi menemukan racikan paling pas ini memberi sensasi tersendiri. Untuk isian dan bentuk, ada bakso yang berbentuk tumpeng, yang datar, mini kayak kerikil, super jumbo, beranak, dan lain sebagainya. Soal jenis bahan dan isiannya, ada lobster, jamur, keju, sampai mercon.
Dari ratusan varian bakso di Indonesia ada beberapa menu yang populer, seperti bakso urat, bakso telur, bakso ikan, bakso udang, bakso balungan, bakso aci, bakso tahu, hingga bakso kerikil. Beberapa kota pun muncul menjadi ikon ‘Kota Bakso’, seperti Wonogiri, Solo, Malang, hingga Karimunjawa.
Selain bisa dibeli di kedai, bakso pun bisa dibuat sendiri di rumah dan disajikan kepada keluarga atau saat acara arisan dan pengajian bersama tetangga. Bakso juga menjadi salah satu kuliner yang cocok dimakan kapan saja. Harga seporsi bakso rentang Rp10 sampai Rp15 rupiah termasuk ringan untuk dompet.
Asal Usul Bakso
Dari popularitas bakso sebagai kuliner sejuta umat di Indonesia, siapa sangka bakso memiliki sejarah panjang di Indonesia. Dibawa para pedagang Tiongkok, mengalami percampuran atau akulturasi budaya oleh berbagai suku bangsa di tanah air.
Nama bakso yang menjadi kuliner hits ini bermula pada abad ke-17. Sejarah bakso berasal dari cerita di masa Dinasti Ming (1368-1644), Tiongkok (sekarang). Konon, seorang pemuda bernama Meng Bo dari Fuzhou (Daerah di Provinsi Fujian) ingin memasakkan daging empuk dan lembut untuk sang ibu. Ia terinspirasi dari kue mochi, camilan yang terbuat dari ketan yang ditumbuk agar halus, sehingga makanan ini terasa lembut.
Meng Bo pun menumbuk daging yang alot, membentuk bulatan-bulatan kecil, dan dihidangkan bersama kaldu hangat. Ternyata makanan dari daging giling ini populer ke seluruh kota Fuzhou hingga ke seluruh Tiongkok. Zaman pun silih berganti, kuliner ini secara turun-temurun diwariskan dari satu generasi ke generasi lain oleh bangsa Tiongkok.
Bakso diperkirakan masuk ke Indonesia melalui para pedagang Tiongkok. Terbukti dari penamaan ‘Bakso’ yang berasal dari kata ‘Bak-So’ dalam Bahasa Hokkien yang secara harfiah berarti daging yang digiling dan ‘so’ dalam bahasa Hokkien artinya kuah.
Namun, karena masyarakat Indonesia saat itu sebagian besar muslim, mereka tidak menggunakan daging babi sebagai bahan utama, melainkan daging sapi, kambing, ayam, hingga kerbau. Jadilah kuliner bakso seperti yang ditemukan sekarang.
Bakso berkembang hingga ke seluruh penjuru Indonesia, karena rasanya yang nikmat sesuai dengan lidah. Akulturasi budaya pun terjadi, hingga terdapat berbagai variasi-variasi resep bakso menyesuaikan lokasi. Apalagi, Nusantara sangat kaya akan bumbu-bumbu rempah yang membuat bakso semakin sedap.
Buku resep bangsa Romawi yang berjudul Apicius, pada sekitar abad ke-5 sudah mencatat banyak resep membuat daging berbentuk bola seperti bakso loh. Kini, Wikipedia bahkan mencatat, ada lebih dari 40 negara yang memiliki resep khas untuk makanan ini. (Hilal)