LINIMASSA.ID – Beredar video berdurasi 38 detik viral di media sosial. Dalam video tersebut menunjukkan aksi sweeping atau razia terhadap rumah makan padang di Cirebon, Jawa Barat.
Aksi razia rumah makan padang ini berlokasi di Desa Sukadana, Kecamatan Pabuaran, Cirebon, Jawa Barat.
Razia Rumah Makan Padang ini dilakukan oleh sekelompok orang yang diduga tergabung dalam sekumpulan Perhimpunan Rumah Makan Nasi Padang (PRMPC) hal ini terlihat dari bagian belakang baju pria tersebut.
Dalam video yang diunggah terlihat dua orang melepas tulisan “Masakan Padang” dari etalase rumah makan padang.
Dalam narasi video ini menyebutkan, bahwa PRMPC melakukan aksi ini terhadap pemilik rumah makan yang bukan berasal dari padang.
Diduga pelepasan tulisan masakan padang ini dilakukan karena rumah makan tersebut menjual makanan dengan harga yang murah, yaitu Rp. 10.000 per porsi.
Aksi ini dibantah oleh Erlinus Tahar selaku Ketua Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC), ia mengkonfirmasi bahwa “fenomena rumah makan yang menggunakan nama ‘Masakan Padang’ dengan harga yang murah sudah muncul sejak tahun 2021-2022”
Akan tetapi Erlinus tidak membenarkan mengenai permasalahan “pemilik rumah makan yang bukan berasal dari padang.
Pihak PRMPC tidak mempermasalahkan siapa saja yang ingin menjual masakan padang, baik orang Minang maupun non-Minang”
Namun ia menekankan tentang pentingnya menjaga standar harga agar tidak merugikan para pedagang yang lain.
“Kami tidak melarang orang dari luar Minang berjualan Nasi padang, tapi kalau harganya Rp. 10.000 dengan lauk ayam, itu terlalu murah. Bukan soal siapa yang berjualan, tapi agar persaingan tetap sehat dan semua pedagang bisa untung.” Ungkapnya, Selasa (29/10/2024).
Pelabelan harga Rp. 10.00 menurutnya tidak dijadikan sebagai alat promosi. Ia menambahkan bahwa sebenarnya sah-sah saja dijadikan sebagai strategi bisnis.

Akan tetapi karena menggunakan label ‘masakan padang’ pihak PRMPC promosi ini kan mengganggu eksistensi pedagang yang lain.
Erlinus menambahkan “Silahkan menjual ‘masakan padang’ akan tetapi jangan pakai label harga murah untuk promosi, apalagi di depan” Jelas Erlinus.
Setelah melakukan perbincangan dengan pemilik rumah makan nasi padang mengenai label promosi harga, pihak PRMPC akhirnya mencopot label tersebut.
Pihak Kapolsek Pabuaran, AKP Muchamad Soleh, mengkonfirmasi bahwa kejadian ini dilakukan pada 17 Oktober 2024, sekitar pukul 18.30.
Ia menjelaskan bahwa dalam kejadian tersebut berlangsung aman terkendali tanpa kekerasan.
“Semua berjalan kondusif dan tidak ada insiden lanjutan, tapi dari masa tersebut pihak PRMPC mencopot stiker nama rumah makan tersebut,” ujarnya.
Aksi Ormas Razia Rumah Makan Padang Murah Picu Perdebatan, Warganet Khawatirkan Konflik Antar Suku

Viral aksi razia terhadap rumah makan Padang di daerah Cirebon, Jawa Barat, menjadi perbincangan hangat di media sosial, terutama di platform X .
Dalam sebuah video yang beredar, sekelompok orang yang diduga berasal dari ormas Minang tampak merazia sebuah rumah makan Padang yang menjual makanan dengan harga murah, yakni Rp 9.000 per porsi.
Razia ini dipicu oleh kekhawatiran bahwa harga murah tersebut dapat menurunkan citra kuliner khas Minang.
Dalam video yang beredar, dua orang terlihat mencopot tulisan ‘Masakan Padang’ dari rumah makan tersebut, yang dikenal dengan harga menunya yang jauh lebih rendah dibandingkan standar pada umumnya.
Aksi ini segera menarik perhatian warganet dan memicu perdebatan. Sebagian menilai bahwa tindakan tersebut terkait persaingan bisnis dalam industri kuliner Padang di wilayah tersebut.
Di sisi lain, banyak warganet yang menolak aksi razia ini karena dianggap dapat menimbulkan konflik horizontal atau konflik antar suku.
Seperti yang dicuitkan oleh akun @BenksWinarso di X, “Hmm hati-hati menyulut konflik horizontal,” tulisnya.
Tidak sedikit warganet lain yang menyayangkan tindakan ormas tersebut. Salah satu komentar berbunyi, “Bagaimana kalau warga Cirebon marah dan mengusir para suku Minang?”
Warganet khawatir tindakan semacam ini bisa memicu perpecahan antar suku.
Pengguna lain, @dusrimulya, mengomentari dengan saran yang lebih konstruktif. “Padahal daripada merazia non-Minang yang jualan nasi Padang, lebih baik mereka bikin ‘Sertifikasi Minang Otentik’,” tulisnya sambil membagikan video tentang organisasi perantau Minang yang menawarkan inovasi baru dalam menjaga keaslian masakan Padang.
Sebagai respons terhadap aksi razia ini, banyak warganet berharap agar permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan cara yang lebih damai dan konstruktif.
Mereka menekankan pentingnya dialog antara pihak-pihak terkait untuk mencegah ketegangan yang berpotensi menimbulkan konflik horizontal antar suku.
Dalam cuitan yang tersebar, beberapa warganet menyarankan agar ormas tersebut lebih fokus pada upaya menjaga citra masakan Padang melalui kolaborasi, alih-alih melakukan razia yang dapat memicu perpecahan.

Menanggapi viralnya video aksi razia yang menyulut perdebatan di media sosial, Penasihat Perhimpunan Rumah Makan Padang Cirebon (PRMPC), Erlinus Tahar, memberikan klarifikasi dan membenarkan kejadian tersebut.
Ia menjelaskan bahwa rumah makan dengan label ‘Masakan Padang’ yang menawarkan harga rendah mulai muncul sekitar tahun 2021 atau 2022.
Menurut Erlinus, pihaknya tidak mempersoalkan siapa saja yang ingin menjual masakan Padang, baik orang Minang maupun non-Minang. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga standar harga agar pedagang lain tidak merasa dirugikan dan citra kuliner Minang tetap terjaga.
Dengan situasi yang kian memanas, harapan akan terciptanya komunikasi yang konstruktif antara pengusaha rumah makan dan organisasi masyarakat menjadi semakin penting.
Diharapkan, semua pihak dapat menyadari bahwa kolaborasi dan saling menghormati adalah kunci untuk menjaga keutuhan budaya dan kuliner yang telah lama dikenal.
Melalui dialog dan pemahaman yang baik, konflik yang mungkin terjadi dapat dihindari, dan industri kuliner Padang dapat terus berkembang tanpa merugikan pihak manapun.
Dengan pendekatan ini, diharapkan kerukunan dan keberagaman budaya dapat terus terpelihara di tengah masyarakat yang majemuk.