linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Avicenna, Ilmuwan Muslim yang Dikebal Sebagai Bapak Kedokteran Modern
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Khazanah > Avicenna, Ilmuwan Muslim yang Dikebal Sebagai Bapak Kedokteran Modern
Khazanah

Avicenna, Ilmuwan Muslim yang Dikebal Sebagai Bapak Kedokteran Modern

Hilal Ahmad 14 Oktober 2023
Share
waktu baca 8 menit
Ibnu Sina
Ibnu Sina
SHARE

linimassa.id – Dunia barat mengenalnya dengan nama Avicienna. Ilmuwan muslim ini memiliki nama asli Ibnu Sina.

Contents
RiwayatPemikiran Ibnu Sina

Selain polimat yang dipandang sebagai dokter, Ibnu Sina adalah astronomer, dan penulis terpenting dari Zaman Keemasan Islam. Ia juga dianggap sebagai filsuf paling berpengaruh di era pra-modern.

Ia dikenal sebagai “Bapak Kedokteran Modern”. Dari sekitar 450 judul yang ditulisnya, 240 di antaranya selamat dan bertahan hingga hari ini.

Terdapat 240 judul dalam bidang filsafat dan 40 judul dalam pengobatan. Karyanya yang paling terkenal adalah Al-Qānūn fī al-Thibb (Buku Pengobatan), sebuah ensiklopedia medis yang menjadi buku rujukan dan standar di bidang kedokteran pada berbagai universitas dan terus digunakan selama berabad-abad hingga sekitar tahun 1650.

 

Riwayat

Ibnu Sina atau Abū ‘Alī al-Husain bin ‘Abdullāh bin Sīnā lahir pada 980 di Afsyanah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan.

Ia meninggal pada Juni 1037 di Hamadan, Persia, sekarang Iran. Pada masa itu Kesultanan Samaniyah di Bukhara sedang diguncang konflik internat, setelah sebelumnya menjadi salah satu sentral kebudayaan menyaingi Baghdad.

Ayahnya berasal dari Balkh, sedangkan ibunya berasal dari desa setempat di sekitar Bukhara.

Ibnu Sina menulis sebuah autobiografi untuk muridnya yang bernama Abu ‘Ubayd Juzjani, yang kemudian dilengkapi oleh muridnya tersebut dengan bab penutup.

Naskah autobiografi ini, yang berakhir hingga periode di Gorgon sekitar tahun 1013/1014,[6] kemudian dimasukkan oleh Ibnu Abi Ashaybi’ah dalam karyanya yang berjudul ’Uyūn al-Anbā’ fī Thabaqāt al-Athibbā’ (Sejarah Literatur Bidang Kedokteran).

- Advertisement -
Ad imageAd image

Inilah yang menjadi rujukan utama kisah hidup Ibnu Sina, di luar catatan-catatan lain yang diberikan para penulis muslim.

Ayah Ibnu Sina berasal dari Balkh, yang pindah ke Bukhara dan menjadi gubernur sebuah wilayah penting bernama Harmaytsan.

Di dekat Harmaytsan, terdapat sebuah desa bernama Afsyanah, di mana ayah dan ibunya bertemu kemudian menikah dan menetap di sana.

Di desa itulah Ibnu Sina lahir pada tahun 980, dan tidak lama disusul oleh adiknya. Pada kurun itu ketegangan antara Kesultanan Samaniyah dengan Khanat Kara-Khanid di utara dan Dinasti Buwaihi di selatan tengah memanas.

Saat Ibnu Sina cukup besar, keluarga mereka pindah ke Bukhara. Di ibukota Samaniyah itu Ibnu Sina mulai mendapat pendidikan yang lebih baik.

Ayahnya mendatangkan guru khusus Al-Quran dan guru Sastra Arab (Adab, Literatur) untuk mengajar kedua putranya. Menurut Ibnu Sina, saat dirinya genap berusia 10 tahun, dia telah hapal Al-Quran serta berbagai teks sastra lainnya.

Perkenalan awal Ibnu Sina dengan filsafat terjadi karena sering mendengarkan perdebatan ayahnya yang kerap didatangi orang-orang Mesir pengikut Ismailiyah, dan dari mereka itulah ayahnya, Ibnu Sina, dan adiknya mulai mengenal istilah-istilah jiwa dan akal dalam perspektif Ismailiyah. Sebagaimana diceritakan Ibnu Sin.

Selain belajar aritmetika Hindia, Ibnu Sina juga kerap mendatangi Ismail al-Zahid, seorang sufi dan ulama madzhab Hanafi yang terkenal di Bukhara, untuk belajar fiqih dan yurisprudensi, hingga mahir untuk melakukan pembelaan hukum sesuai kebiasaan zaman itu.

Tidak lama dari itu, setelah pendidikan agamanya dirasa cukup, seorang filsuf bernama Abu Abdullah An-Natili datang ke Bukhara dan tinggal di rumah keluarga Ibnu Sina atas undangan ayahnya, dengan imbalan mengajar filsafat kepada Ibnu Sina.

Darinya ia mulai belajar Isagoge karya Porfirios, yang merupakan standar pengajaran filsafat sebelum masuk ke logika Aristoteles.

Setelah itu ia mempelajari logika (ilmu mantiq) dari Organon karya Aristoteles, namun An-Natili hanya memberikan pengantar dan Ibnu Sina harus mempelajarinya sendiri; demikian pula saat mempelajari Stoicheia karya Euclid dan Almagest karya Ptolemeaus, An-Natili hanya mengajarnya bab-bab awal dan sisanya dipelajari seorang diri.

Menyadari bahwa Ibnu Sina lebih mahir dalam penguasaan filsafat dari dirinya, An-Natili kemudian meninggalkan Bukhara menuju Gurganja, guna mencari murid lain yang lebih membutuhkannya.

Sejak itu ia mempelajari filsafat seorang diri, mulai dari Fisika (filsafat alam) dan Metafisika karya Aristoteles, berikut berbagai karya pengantar tentangnya, juga berbagai karya tentang pengobatan secara luas dan mendalam.

Dan ketika ia berusia 16 tahun, sebagaimana tradisi di Bukhara bagi anak yang menjelang akil baligh, dia pun mulai mendalami fiqih secara khusus.

Satu setengah tahun kemudian, atau saat berusia 17 tahun lebih, Ibnu Sina mengulang pelajaran filsafat dari awal, dimulai dari Organon hingga Fisika dan Metafisika.

 

Pemikiran Ibnu Sina

Ibnu Sina memberi sumbangan besar atas perkembangan awal filsafat Islam, terutama dalam tema logika, etika, dan metafisika. Sebagian besar karyanya ditulis dalam bahasa Arab—yang merupakan lingua franca di Timur Tengah—dan beberapa ditulis dalam bahasa Persia. Skema emanasi Neoplatonis yang diangkat Ibnu Sina menjadi landasan fundamental dalam Ilmu Kalam.

Ia tidak bisa lepas dari karya terbesarnya Kitab Al-Syifa dalam bidang kedokteran. Lima puluh tahun setelah ditulis, Kitab Al-Syifa sudah beredar di Eropa dalam terjemahan parsial dalam bahasa Latin dengan judul Sufficientia, dan beberapa peneliti mengidentifikasi bahwa pengaruh Ibnu Sina tumbuh sejalan dengan pengaruh Ibnu Rusyd, tetapi surut akibat oleh Dekit Paris 1210 dan 1215 yang menganggap beberapa ajaran atau buku sebagai heretik.

Pandangannya tentang teologi Islam (dan filsafat) yang sangat berpengaruh, membentuk bagian dari inti kurikulum di sekolah-sekolah agama Islam sampai abad ke-19.

Ia menulis sejumlah risalah singkat berurusan dengan teologi Islam. Ini risalah disertakan pada nabi (yang ia dipandang sebagai “filsuf terinspirasi”), dan juga pada berbagai penafsiran ilmiah dan filosofis dari Quran, seperti bagaimana Quran kosmologi sesuai dengan sistem filsafat sendiri. Secara umum risalah ini terkait tulisan-tulisan filosofis ide-ide agama Islam; misalnya, akhirat tubuh.

Kemasyhuran Ibnu Sina ini sampai di kalangan penguasa. Ketika penguasa Bukhara, Raja Nuh Ibnu Manshur jatuh sakit, pengawal kerajaan memanggilnya untuk mengobati penyakit yang diderita Raja.

Sebelumnya tak terhitung dokter lain yang tidak sanggup menjalankan tugas tersebut. Dengan penuh ketelitian dan ketekunan, Ibnu Sina mengobati sang Raja. Dengan izin Allah SWT, Raja itu sembuh dari penyakitnya.

Sebagai seorang dokter, ia membuat satu karya cemerlang yaitu Qanun fi al Tibb (Peraturan tentang Pengobatan). Buku ini menjelaskan berbagai penjelasan yang otentik mengenai berbagai penyakit seperti radang paru-paru dan daftar 760 macam obat yang disertai cara efektif untuk menggunakannya.

Tidak hanya mahir di bidang ilmu kedokteran, Ibnu Sina juga ahli dalam bidang filsafat. Pada bidang ini, ia dikenal sebagai penggemar pemikiran al-Farabi.

Ia memiliki karya yang cukup terkenal yaitu Kitab Syifa An-Nafs (Buku Penyembuhan Jiwa) yang dikenal dengan abad pertengahan Eropa dengan nama Sufficientia.

Buku ini sering dikatakan sebagai pengaruh pemikiran Aristotelian, walaupun ia sendiri dalam bagian pembukaan menyatakan bahwa ia bukanlah seorang Aristotelian.

Buku lainnya yang di mana ia lebih dikenal memberikan kontribusi personalnya kepada filsafat adalah Kitab al Isyarat wa al Tanbihat (Buku Isyarat dan Petunjuk).

Dalam beberapa karya tulis lainnya Ibnu Sina ini menulis mengenai geometri, astronomi, teologi, filologi, dan seni. Salah satu puisi terkenal yang dibuatnya adalah syair yang panjang mengenai “turunnya jiwa ke raga dari bidang yang lebih tinggi.” (Hilal)

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image

Terkini

Prostitusi di Tangsel
Pembongkaran Prostitusi di Tangsel Bertahap, Ini Kata DPRD
News
Prostitusi di Tangsel
Prostitusi di Tangsel, 40 Bangunan Berkedok Usaha Dibongkar
News
Unpam Law Festival
Unpam Law Festival Vol.2, Ajang Adu Gagasan Hukum Mahasiswa
Pendidikan
Saham Pemkot Tangsel di Bank BJB
LBH Ansor Temukan Kejanggalan Nilai Saham Pemkot Tangsel di Bank BJB
Pemerintahan
Baznas Kota Tangsel
3 Petinggi Baznas Kota Tangsel Plesiran ke Hong Kong, Ngapain?
News
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?