linimassa.id – Alat musik tradisional satu ini punya Pandeglang, Banten. Namanya Dodod. Ini merupakan seni pertunjukan yang memadukan angklung dengan bedug. Para orang tua dulu memakai Dodod untuk menyambut masa tanam padi.
Dodod ini sebuah seni tradisi yang khas dan justru hampir tidak ada orang di luar Pandeglang yang tahu.
Pamornya memang sedikit kurang tenar dibandingkan dengan kuda lumping, pencak silat khas Pandeglang, atau rampak bedug yang biasa dipertunjukkan.
Seni ini sudah ada sejak awal abad ke-19, tepatnya di tahun 1858. Seni ini didirikan di Kampung Pamatang, Desa Mekarwangi, Saketi, Pandeglang. Para orang tua dulu mengggunakan Dodod untuk menyambut masa tanam padi.
Kesenian ini ditunjukkan sebagai bagian dari ritual agar mendapatkan hasil panen yang melimpah.
Para personil akan memukul bedug untuk meminta kepada Tuhan yang Maha Kuasa agar diberikan kesuburan dan kelancaran dalam bertani. Dalam tradisi itu ada tiga lagu yang dilantunkan selama tanam padi hingga panen.
Secara filosofi, Dodod itu artinya dadasar alias seni dasar. Kenapa seni dasar? Kita hidup kalau punya dasar, tidak mungkin kesasar. Para orangtua dulu yang berpikir jernih mengadakan Dodod.
Padi
Kabupaten Pandeglang sebagai daerah agraris kental dengan pertanian padi. Di beberapa wilayah, masa tanam biasanya diiringi dengan sebuah pertunjukan seni Dodod. Sebuah pertunujukan angklung dan bedug di tengah modernisasi.
Pada 1858 di Kampung Pamatang, yang dulu bernama Desa Majau, dipecah Desa Majau jadi Desa Mekarwangi, para orang tua dulu mendirikan pada tahun 1858 mendirikan kesenian Dodod.
Dodod memiliki arti dadasar atau dasar. Dasar diri, dasar negara, dasar agama. Jadi, manusia menurutnya harus punya dasar agar tidak kesasar dalam berkesenian atau berkehidupan.
Kenapa seni dasar? Kita hidup kalau punya dasar tidak mungkin kesasar. Para orangtua dulu yang berpikir jernih mengadakan Dodod. Dodod itu artinya “Dadasar” apa Dadasar? Negara punya dasar, agama punya dasar, mereka pun punya dasar.
Dasar untuk bertani dan untuk pribadinya akhlak, artinya dadasar dengan Dodod digabungkan dadasarnya agama dadasarnya negara. Ketika kita punya dasar kata orang tua dulu, kita nggak bakal kesasar, agama pun sama negara pun sama begitu. Itu kata Surani.
Surani yang merupakan generasi ke empat Sanggar Sanghiang Sri menjelaskan, Dodod pada awalnya kesenian yang ditampilkan untuk menanam padi sampai panen. Menurutnya kesenian Dodod ditunjukkan bagian dari ritual agar mendapatkan hasil panen yang melimpah.
Para pendahulu dulu mendirikan Dodod maksudnya untuk pertanian. Jadi intinya ditonjolkan dalam pertanian karena 90 persen mayoritas petani. Maka mereka mengadakan kesenian Dodod, dalam artian memberikan hiburan dalam pertanian.
Para personil Dodod memukul bedug untuk meminta kepada yang maha kuasa agar diberikan kesuburan dan kelancaran dalam bertani. Dalam tradisi itu ada tiga lagu yang dilantunkan selama tanam padi hingga panen.
“Dimana mau memulai, mereka nabeh (pukul) Dodod untuk meminta kepada yang maha kuasa agar tanaman ini diberikan kesuburan. Mereka tandur, setelah tandur, padi bekah (berkembang) untuk lagu pertama lagu “Lutung Kasarung” digunakan untuk mengawali penanaman padi lagunya “Lutung Kasarung” lagu yang kedua lagu “Jalan” dimana pare (padi) sedang bekah (mekar),” katanya.
Musik
Lagu Lutung kasarung pertama untuk penanaman padi, lagu yang kedua ketika berbunga maka menggunakan lagu Jalan ketika sedang panen dimasukkan ke lumbung padi lagu kesatu lagi Lutung kasarung lagu yang selanjutnya dipakai sukuran lagu Reog. Lagu Reog itu dipakai baik syukuran atau arak-arakan lagu Reog.
Kesenian Dodod terdiri dari dua alat musik yang pertama itu angklung dan bedug. Angklung berjumlah 9 sementara bedug berjumlah 3 dengan jumlah personil 12 orang.
Jumlah personil bisa lebih dari 12 orang jika ditambah dengan penari dan sinden. Dalam alat Dodod, angklung dan bedug juga memiliki nama tersendiri.
Nama bedug, satu bedug indung, dua bedug turulung, tiga bedug ketuk. Nama angklung, satu angklung indung, dua angklung turulung, tiga angklung ketuk, empat angklung nying nying (satu), lima angklung nying nying (dua), enam angklung enclok (satu) tujuh angklung enclok (dua), delapan angklung goong (satu), sembilan angklung goong (dua).
Sampai saat ini angklung yang tersisa hanya tinggal 8 buah dan bedug masih utuh berjumlah 3. Pada kerangka angklung dari tahun 1858 sampai sekarang belum pernah diganti.
Dalam pertunjukan Dodod juga diikuti oleh tarian. Tarian itu disebut dengan “Tikukur Ngadu” dan “Lele Ngoser”. Dua tarian itu lahir dari hasil analisa lingkungan.
“Mereka menciptakan joged penelitian yang dinamakan pertama tikukur ngadu yang kedua lele ngoser nama tariannya Tikukur Ngadu kenapa Tikukur Ngadu mereka meneliti ketika menjemur padi. Padi sidak kering diambil maka burung, ayam ke situ mengambil sisa-sisa padi. Ketika ada burung tikukur (perkutut) ngambil padinya berebut padi yang berserakan. Ngadu, mereka teliti ngadu, ngadu, ngadu buatlah joged seperti Tikukur Ngadu,” jelasnya.
“Yang kedua Lele ngoser (kenapa mereka menamakan Lele Ngoser ? Ketika lele dibawa k edarat pasti dia mencari air kan ngoser, mereka meniru goyangannya itu Lele Ngoser. Jogednya berdiri tapi seperti Lele ngoser dulu seperti itu, mereka pandai-pandai meniru Lele ngoser goyang sambil bergeser-geser,” tambahnya.
Dalam pertunjukannya alat-alat Dodod tidak boleh dihias. Menurutnya yang boleh dihias hanya personilnya saja. (Hilal)