linimassa.id – Pernah menemukan uang atau barang di tempat umum? Lalu bagaimana memperlakukannya? Haruskah diambil sebagai hak milik?
Luqathah adalah barang yang ditemukan tanpa sengaja di tempat umum. Misalnya seorang muslim menemukan uang atau pakaian di jalan.
Dengan alasan khawatir uang atau pakaian tersebut jika dibiarkan akan sia-sia, akhirnya diambil. Bolehkah seperti jtu?
Menurut ulama mazhab Syafi’I boleh mengambil luqathah dengan alasan orang yang menemukan (multaqith) berniat atau segera mengumumkannya di tempat-tempat ramai atau melalui pengeras suara disekitar lokasi penemuan barang (luqathah).
Barang temuan harus diumumkan setidaknya selama satu tahun. Misalnya, ketika orang yang menemukan telah mengumumkan selama satu tahun atau lebih, penemu tidak juga mendapati pemilik barang, maka barang tersebut boleh dimanfaatkan.
Barang yang sudah atau sedang digunakan penemu (multaqith), jika datang pemilik aslinya haruslah ia mengembalikan atau mengganti barang tersebut.
Luqathah merupakan salah satu persoalan yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, ini disebabkan adanya kelalaian dari pihak yang mempunyai barang.
Bagi yang kehilangan barang maupun penemu, keduanya mempunyai kewajiban yang sama untuk mengetahui bagaimana seharusnya islam menangani masalah ini.
Banyak yang beranggapan bahwa barang yang sudah jatuh itu milik mereka. mereka menganggap bahwa barang tersebut adalah rezeki mereka. Mereka cenderung tidak peduli dengan hal semacam ini bahkan hampir melupakan bagaimana dan seperti apa cara untuk menangani barang temuan.
Hukum
Hukum pengambilan barang temuan oleh ulama dibagi ke dalam beberapa tingkatan dan di antaranya sebagai berikut:
- Apabila barang temuan ditemukan oleh orang yang memiliki kepercayaan tinggi dan ia mampu mengurus benda-benda temuan itu sebagaimana mestinya dan terdapat sangkaan berat bila benda-benda itu tidak diambil akan hilang sia-sia atau diambil oleh orang-orang yang tidak bertanggungjawab, maka atasnya berhak mengambil barang temuan tersebut
- Apabila orang tersebut percaya kepada dirinya bahwa ia mampu mengurus benda-benda temuan itu dengan sebagaimana mestinya, tetapi bila tidak diambil pun barang barang tersebut tidak dikhawatirkan akan hilang sia-sia.
- Apabila harta itu ditemukan, kemudian yang bersangkutan ragu -ragu antara mampu memelihara dengan mengesampingjkan harta yang ditemukan.
Penetapan hukum terhadap barang temuan oleh kebanyakan ulama fiqh adalah “boleh”. Tentunya penetapan tersebut didasari oleh penalaran dalil-dalil yang ada, dan hukum tersebut berlaku bagi orang yang meyakini dirinya mampu memelihara dan mengumumkannya, dasar hukum tentang kewajiban bagi penemu untuk mengumumkan barang temuan adalah hadits Nabi SAW:
“Dari Zaid bin Khalid r.a. berkata; Seorang datang kepada Rasulullah SAW, menanyakan tentang luqathah, Rasulullah SAW bersabda: Kenalilah wadah dan tali pengikatnya, kemudian umumkan selama satu tahun, maka jika dating pemiliknya (kembalikan padanya), jika tidak maka sesukamu. Ditanya: Jika menemukan kambing? Rasulullah SAW menjawab: Kambing itu untukmu atau saudaramu atau bagi srigala. Jika mendapatkan unta? Rasulullah SAW bersabda: Apa urusanmu dengan unta? Dia sanggup cukup dengan minumnya dan kakinya, dia dapat mencari minum dan makanannya sehingga bertemu dengan pemiliknya.” (HR Bukhari-Muslim)
Abu Daud juga merawikan hadits tentang larangan Rasulullah SAW mengambil barang temuan pada saat orang-orang sedang mengerjakan ibadah haji, hadits tersebut ialah
Artinya: “Diceritakan Yazid ibn Khalid Mauhab dan Ahmad ibn Shalih berkata diceritakan ibn Wahab dikabarkan ‘Umar dari Bakir dari Yahya ibn Abdurrahman ibn Hathib dari Abdurrahman ibn ‘Ustman al-Taymi sesungguhnya Rasulullah Saw., melarang mengambil barang yang hilang kepunyaan orang-orang yang sedang mengerjakan ibadah haji, kemudian berkata Ahmad berkata ibnu Wahab yakni tinggalkanlah barang temuan di waktu haji sampai ada orang yang mempunyai mengambilnya berkata seperti itulah ibnu Mauhab dari ‘Umar”. (H.R. Abu Dawud)
Apabila orang yang menemukan suatu benda, kemudian dia mengetahui bahwa dirinya sering terkena penyakit tamak dan yakin betul bahwa dirinya tidak akan mampu memelihara barang tersebut.
Dalam pandangan imam Malik, bahwa barang temuan itu tetap menjadi tanggungan (ganti rugi; biaya) bagi si penemu sekiranya ia telah melakukan tindakan, baik dengan cara menyedekahkan dan atau memanfaatkan.
Alasan imam Malik lantaran barang temuan itu adalah serupa dengan wadi’ah (barang titipan), sehingga bagaimana pun keadaan barang tersebut tentu tidak berpindah status kepemilikan kepada orang lain (si penemu); karenanya jika rusak perlu mengganti atau membayarkannya
Pada tingkat yang pertama, ulama mazhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali) sepakat mengenai barang temuan untuk mengumumkan setidaknya satu tahun dari batas waktu barang itu ditemukan.
Namun demikian, yang perlu diperhatikan bahwa barang tersebut harus tahan lama (seperti emas, perak dan barang yang sejenis dengannya). Meskipun begitu, di kalangan ulama masih tampak berbeda pendapat sehubungan dengan barang temuan itu perlu diambil atau dibiarkan saja.
Para ulama fikih berbeda pendapat terkait dengan barang temuan di tanah haram. Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya dan haram.
Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah dalam salah satu riwayatnya dan dari Syafi’i mengatakan,”Bahwa ia seperti barang temuan di tanah halal. dari Syafi’I mengatakan,”Bahwa ia seperti barang temuan di tanah halal.
Sementara perkataan Ahmad dan ini termasuk salah satu riwayat dari Syafi’i Sementara perkataan Ahmad dan ini termasuk salah satu riwayat dari Syafi’I mengatakan, “Bahwa barang temuan di haram hendaknya diumumkan untuk mengatakan, “Bahwa barang temuan di haram hendaknya diumumkan untuk selamanya sampai datang pemiliknya. Berdasarkan sabda Nabi sallallahu alaihi selamanya sampai datang pemiliknya.
Nah begitulah seputar barang temuan. Semoga semakin bijak dalam mengambil tindakan yang tepat ya. (Hilal)