linimassa.id – Islam mengajarkan umatnya untuk tidak marah lebih dari tiga hari, kenapa? Marah adalah perasaan lazim yang dimiliki siapa pun.
Kadang ada saja yang membuat kita marah hingga menimbulkan perselisihan dengan orang lain.
Nabi Muhammad SAW sebenarnya memiliki cara untuk mengendalikan marah, seperti diam.
Dari Ibnu Abbas ra, Rasulullah SAW bersabda:
“Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad)
Laman Kumparan menyebut, hadist tersebut bisa menjelaskan kenapa kita semua sebagai umat Muslim tidak boleh marah lebih dari tiga hari. Sebab marah adalah perbuatan yang sangat disukai oleh setan.
Larangan ini dibuat karena sebagai sesama Muslim, marah bisa menjadi penyebab putusnya tali silaturahmi. Ini jelas bukan sesuatu yang disukai oleh Allah SWT.
Dilarang
Islam melarang muslim untuk marah, memutus hubungan, saling membenci, hingga tidak bertegur sapa dengan saudara sesama muslimnya selama lebih dari tiga hari. Hal ini bersumber dari sabda Rasulullah SAW dalam haditsnya.
Hadits tersebut dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud. Rasulullah SAW bersabda, ganjaran bagi pelakunya adalah neraka bagi mereka yang berseteru.
لا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَن يَهْحُرَ أَخَاهُ فَوْقَ ثَلَاثٍ، فَمَنْ هَجَرَ فَوْقَ ثَلَاثٍ فَمَات دَخَلَ النَّار
Artinya: “Tidak halal bagi seorang muslim untuk tidak bertegur sapa pada saudaranya lebih dari tiga hari lalu meninggal dunia maka ia akan masuk ke dalam neraka.” (HR Abu Dawud)
Dikutip dari Ihya’ Ulumuddin 5 oleh Imam al-Ghazali, dalam riwayat lainnya disebutkan hal serupa. Abu Ayyu Al Anshari RA mengutip sabda Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa siapapun yang terbaik di antara mereka adalah orang yang menyapa lebih dahulu.
“Seorang muslim dilarang untuk tidak bertegur sapa dengan saudara muslim lainnya melebihi tiga malam. Dulu keduanya saling tegur dan sapa, lalu yang satu berpaling (tidak tegur sapa) dari saudaranya, begitu juga yang lain, tidak pula menyapanya. Adapun yang terbaik di antaranya keduanya adalah yang lebih dulu memberi salam.” (HR Muttafaq ‘alaihi)
Laman Detik menyebut, Rasulullah SAW menegaskan ancaman Allah SWT pada muslim yang tidak saling bertegur sapa dengan muslim lainnya dengan menangguhkan ampunan dosa mereka yang tengah berseteru tersebut.
Hal itu dilakukan setiap hari Senin dan Kamis saat amal diperlihatkan dan diperhitungkan.
Keterangan tersebut bersumber dari hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,
تُعْرَضُ الأَعْمَالُ فِي كُلِّ يَوْمٍ خَمِيْسٍ وَ اثْنَيْنِ فَيَغْفِرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي ذَلِكَ الْيَوْمِ لِكُلِّ امْرِئٍ لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا إِلَّا امْرَأَ كَانَتْ بَيْنَهُ وَبَيْنَ أَخِيْهِ شَحْنَاءُ فَيُقَالُ ارْكُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا ارْكُوْا هَذَيْنِ حَتَّى يَصْطَلِحَا
Artinya: “Pada setiap hari senin dan Kamis seluruh amal perbuatan diperlihatkan dan diperhitungkan. Maka, Allah mengampuni bagi setiap orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, kecuali seorang yang saat itu sedang ada perseteruan antara ia dengan saudaranya. Kemudian Allah berfirman, ‘Tinggalkan kedua orang ini sampai keduanya saling berbaikan.'” (HR Muslim)
Namun, Imam An Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim membatasi larangan dalam hadits tersebut. Ada pengecualian untuk tidak bertegur sapa dengan ahli bid’ah dan para pelanggar dosa bahkan tanpa batas waktu.
“Larangan tidak bertegur sapa lebih dari tiga hari itu hanyalah kesalahan yang terkait dengan dirinya sendiri atau dengan sumber penghidupan,” jelasnya.
Keterangannya ini disandarkan daru hadits riwayat Abdullah Umar RA, hadits Abdullah bin Mughaffal RA, dan hadits riwayat Ka’ab bin Malik RA.
Abu Sulaiman Al Khaththabi dalam Ma’alim As Sunan menambahkan, larangan itu juga hanya mencakup larangan bermuka masam, sikap kaku, atau mendiamkan antara sesama muslim dalam hal pergaulan atau sebagainya. Sebaliknya, hal itu tidak berlaku dalam urusan yang berkaitan dengan agama.
Pasalnya, bahkan menurut keterangan hadits, Rasulullah SAW pernah memerintahkan umatnya untuk memboikot seorang sahabatnya, Ka’ab RA, dan temannya kala mereka tidak ikut bersamanya dalam Perang Tabuk. Rasulullah SAW khawatir ada kemunafikan dalam diri mereka.
Rasulullah SAW juga memerintahkan keduanya untuk berdiam diri di rumah selama lima puluh hari hingga turunlah firman Allah SWT mengenai pertobatan keduanya. (Hilal)