linimassa.id – Tumbuhan satu ini terkenal dengan pahitnya. Inilah paria. Tak heran jika banyak yang tidak suka sayur satu ini.
Peria, paria, atau pare adalah tumbuhan merambat yang berasal dari wilayah Asia Tropis, terutama daerah India bagian barat, yaitu Assam dan Burma.
Anggota suku labu-labuan atau Cucurbitaceae ini biasa dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai sayuran maupun bahan pengobatan. Nama Momordica yang melekat pada nama binomialnya berarti “gigitan” yang menunjukkan pemerian tepi daunnya yang bergerigi menyerupai bekas gigitan.
Paria memiliki banyak nama lokal, di daerah Jawa di sebut sebagai paria, pare, pare pahit, pepareh. Di Sumatra, peria dikenal dengan nama prieu, fori, pepare, kambeh, paria.
Orang Nusa Tenggara menyebutnya paya, truwuk, paitap, paliak, pariak, pania, dan pepule, sedangkan di Sulawesi, orang menyebutnya dengan poya, pudu, pentu, paria belenggede, serta palia.
Paria tumbuh merambat dengan membentuk sulur spiral. Peria adalah sejenis tumbuhan merambat dengan buah yang panjang dan runcing pada ujungnya serta permukaan bergerigi.
Paria tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemukan tumbuh liar di tanah telantar, tegalan, dibudidayakan, atau ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar.
Paria banyak di daerah tropis. Tumbuh baik di dataran rendah dan dapat ditemui di tanah telantar, tegalan, atau dibudidayakan dan ditanam di pekarangan dengan dirambatkan di pagar untuk diambil buahnya.
Tanaman ini tidak perlu cahaya matahari yang terlalu banyak sehingga dapat tumbuh subur di tempat-tempat yang agak terlindung.
Paria yang berjenis peria gajih lebih baik ditanam di dataran rendah dengan tanah yang gembur. Biasanya ditanam di pekarangan, dan harus ada sedikit naungan agar buahnya dapat berwarna putih.
Pengobatan
Di negara-negara Asia Timur, seperti Jepang, Korea, dan Cina, peria dimanfaatkan untuk pengobatan, antara lain sebagai obat gangguan pencernaan, minuman penambah semangat, obat pencahar dan perangsang muntah, bahkan telah diekstrak dan dikemas dalam kapsul sebagai obat herbal/jamu.
Buahnya mengandung albuminoid, karbohidrat, dan pigmen. Daunnya mengandung momordisina, momordina, carantina, resin, dan minyak. Sementara itu, akarnya mengandung asam momordial dan asam oleanolat, sedangkan bijinya mengandung saponin, alkaloid, triterprenoid, dan asam momordial.
Peria juga dapat merangsang nafsu makan, menyembuhkan penyakit kuning, memperlancar pencernaan, dan sebagai obat malaria.[13] Selain itu, peria juga mengandung beta-karotena dua kali lebih besar daripada brokoli sehingga berpotensi mampu mencegah timbulnya penyakit kanker dan mengurangi risiko terkena serangan jantung ataupun infeksi virus.
Daun peria juga bermanfaat untuk menyembuhkan menceret pada bayi, membersihkan darah bagi wanita yang baru melahirkan, menurunkan demam, mengeluarkan cacing kremi, serta dapat menyembuhkan batuk.
Buahnya yang berasa pahit biasa diolah sebagai sayur, misalnya pada gado-gado, pecel, rendang, atau gulai.
Di Cina peria diolah dengan tausi, tauco, daging sapi, dan cabai sehingga rasanya makin enak atau diisi dengan adonan daging dan tofu, sedangkan di Jepang peria jadi primadona makanan sehat karena diolah menjadi sup, tempura, atau asinan sayuran.
Ekstrak biji peria selain digunakan sebagai bahan obat, ternyata juga dapat digunakan sebagai pembasmi larva alami yang merugikan seperti larva Aedes aegypti yang menyebarkan penyakit demam berdarah dengue atau DBD.
Diabetes
Sejak zaman purba peria digunakan untuk merawat penderita kencing manis karena terbukti berkhasiat hipoglikemik melalui insulin nabati yang mengurangi kandungan gula dalam darah dan air kencing.
Penelitian mengenai khasiat hipoglikemik ini dilakukan oleh William D.Torres pada tahun 2004 baik secara in vitro maupun in vivo.
Efek peria dalam menurunkan gula darah pada hewan percobaan bekerja dengan mencegah usus menyerap gula yang dimakan. Selain itu diduga peria memiliki komponen yang menyerupai sulfonylurea, yakni obat antidiabetes paling tua.
Obat jenis ini menstimulasi sel beta kelenjar pankreas tubuh memproduksi insulin lebih banyak, selain meningkatkan deposit cadangan gula glikogen di hati.
Momordisin, sejenis glukosida yang terkandung dalam peria juga mampu menurunkan kadar gula dalam darah dan membantu pankreas menghasilkan insulin.
Efek peria dalam menurunkan gula darah pada kelinci diperkirakan juga serupa dengan mekanisme insulin.
Penemuan peria sebagai antidiabetes ini diperkuat oleh hasil penelitian ahli obat berkebangsaan Inggris, A.Raman dan C.lau pada tahun 1996 yang menyatakan bahwa sari dan serbuk kering buah peria menyebabkan pengurangan kadar glukosa dalam darah dan meningkatkan toleransi glukosa.
Dalam ramuan tradisional, buah peria ditumbuk hingga menghasilkan cairan pahit atau merebus daun serta buahnya sehingga menghasilkan air yang dapat diminum secara langsung.
Sebagai obat diabetes, buah peria dapat disajikan sebagai teh karena terbukti tidak memiliki efek samping terhadap sistem pencernaan sehingga tepat dikonsumsi oleh penderita yang mengalami konstipasi.
Beragam Manfaat
Paria memiliki banyak kandungan vitamin C, mikronutrien penting memiliki berbagai manfaat, seperti mencegah penyakit, pembentukan tulang, dan penyembuhan luka. Vitamin A yang tinggi dalam pare, akan larut dalam lemak, sehingga berfungsi untuk meningkatkan kesehatan kulit dan penglihatan.
Paria juga mengandung folat yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta potasium, seng, dan zinc dalam jumlah yang lebih kecil.
Paria juga merupakan sumber katekin, asam galat, epikatekin, dan asam klorogenat yang baik, senyawa antioksidan kuat yang dapat membantu melindungi sel Anda dari kerusakan.
Paria juga dimanfaatkan untuk membantu menurunkan kadar gula dalam darah. Penduduk di berbagai negara, sudah sejak lama menggunakan pare untuk mengobati kondisi terkait diabetes.
Beberapa tahun terakhir, sejumlah penelitian telah mengkonfirmasi peran pare dalam pengendalian gula darah. Sebuah studi yang dilakukan pada 24 orang dewasa penderita diabetes menunjukkan bahwa, mengonsumsi 2.000 mg pare setiap hari menurunkan gula darah dan hemoglobin A1c, sebuah tes yang digunakan untuk mengukur kontrol gula darah selama tiga bulan.
Sementara itu, dalam studi lainnya yakni pada 40 penderita diabetes ditemukan bahwa mengonsumsi 2.000 mg per hari paria selama 4 minggu membantu penurunan kadar gula darah.
Paria juga dapat meningkatkan sekresi insulin, hormon yang bertanggung jawab untuk mengatur kadar gula darah.
Selain menurunkan kadar gula darah, pare juga mampu mencegah penyakit kanker. Hal tersebut didasari dari sebuah hasil penelitian yang menunjukkan bahwa, pare mengandung senyawa tertentu dengan sifat melawan kanker.
Manfaat paria selanjutnya adalah, mampu menurunkan kadar kolesterol yang tinggi. Diketahui, kolesterol disebabkan oleh plak lemak yang bertumpuk pada arteri manusia.
Paria juga diyakini bagus untuk dikonsumsi saat ingin menurunkan berat badan. Karena, pare rendah akan kalori namun memiliki kandungan serat yang tinggi. (Hilal)