LINIMASSA.ID – Dalam booklist yang disampaikan di kanal YouTube Maudy Ayunda membahas tentang buku The Learning Game karya Ana Lorena Fabrega, seorang mantan guru dan sekarang seorang edu-preneur sukses.
Buku The Learning Game mengupas tentang sistem edukasi di sekolah, bagaimana kita bisa mengubah “The off school” menjadi “The off learning”, dan pada akhirnya mempersiapkan generasi muda untuk kehidupan sesungguhnya.
Cara ini akan berguna untuk orang tua yang ingin menerapkan metode di buku the learning game atau pun mungkin anak muda yang ingin memperbaiki proses belajar mereka sendiri menjadi asik.
Pernah tidak kamu merasa malas untuk bersekolah? Karena tidak menyukai suasana sekolah, kamu menjadi malas untuk belajar. Jika iya, bisa jadi ada yang salah dengan pengalaman belajar kamu di sekolah.
Simak 3 cara tumbuhkan motivasi belajar di Buku The Learning Game
1. Bersekolah dengan baik VS Belajar dengan baik
Terkadang mungkin kita merasakan sendiri bagaimana sistem belajar di sekolah bisa membuat kita menjadi terlalu terpaku untuk mengejar nilai, dibandingkan dengan proses belajar itu sendiri.
Menurut penulis Ana Lorena, banyak sistem sekolah di luar sana yang masih mendefinisikan murid yang baik itu sebagai murid yang patuh, punya nilai bagus dan penurut. Seharusnya murid-murid itu didorong untuk eksplor ide baru, berpikir kritis dan berpikir secara independen, tanpa harus takut mendapatkan nilai jelek atau pun dimarahi guru.
Dalam bukunya, ada hal-hal yang dianggap berbahaya dalam sistem pembelajaran, dan bisa merusak kecintaan anak terhadap proses belajar, antara lain:
– Pelajaran tanpa konteks : Anak-anak dijejalkan dengan materi yang kadang membuat mereka bertanya-tanya “Ini kenapa ya aku perlu belajar ini?” Nah, hal ini bisa membuat anak kebingungan terhadap relevansi ilmu dengan kehidupan sehari-harinya dan mereka jadi menganggap ilmu yang didapatkannya itu tidak berguna.
– Sistem ranking : Sistem ranking bisa menciptakan seolah-olah nilai adalah sebuah status yang harus diraih dan mengkategorikan murid antara yang “pintar” dan yang “bodoh”. Padahal, setiap anak memiliki talenta, proses berpikir, dan cara belajar yang berbeda-beda.
– Problema ujian dan sistem penilaian : Terkadang kita rajin belajar hanya demi obligasi menyelesaikan ujian, tapi begitu selesai semua ilmu yang kita dapat menguap begitu saja. Ditambah, mungkin kadang kita terpaksa untuk segera pindah ke topik yang baru tanpa berkesempatan untuk mengulik topik sebelumnya lebih dalam.
Hal ini membuat proses belajar menjadi sesuatu yang sifatnya jangka pendek dan terdorong oleh faktor eksternal bukannya faktor intrinsik.
2. Seni untuk gagal dan berhenti
Saat di sekolah, kegagalan sering kali dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan wajib untuk dihindari. Padahal dalam kehidupan nyata dan dunia kerja, kegagalan adalah sebuah proses yang memang harus dilalui untuk bisa belajar.
Jadi, kegagalan di usia dini bukan lah sesuatu yang harus dihukum. Justru, menurut penulisnya kita harus mengajarkan anak-anak untuk berani gagal dan mencoba berbagai macam hal agar nantinya mereka tau apa yang bisa mereka kerjakan dengan baik, apa yang bisa membuat mereka gagal, dan juga sadar waktunya berhenti dan move on.
Ana Lorena juga memberikan beberapa cara, seperti: Membagikan cerita kegagalan pribadi kepada anak, menggunakan kisah inspirasional tokoh favorit yang berhasil melewati kegagalan, misalnya memberikan ruang kepada anak untuk merenung dan berdiskusi serta merayakan kegagalan sebagai kesempatan untuk mencoba lagi.
3. Biarkan anak-anak yang memimpin
Terkadang sebagai orang dewasa, kita merasa gemas dan gatal ingin membantu anak-anak, ingin langsung memberikan jalan tercepat dan termudah. Niatnya memang baik, tetapi justru tidak mengajarkan anak untuk bisa mandiri dan mengembangkan diri secara maksimal.
Menurut Ana, kita bisa memotivasi anak dengan cara-cara yang membuat anak lebih terlibat dan memimpin sebuah permasalahan, misalnya;
– Dari pada langsung memberikan perintah, berikanlah opsi yang bisa mereka pilih sehingga mereka merasa lebih mempunyai andil dan tanggung jawab.
– Libatkan anak saat membuat keputusan, tanyakan pendapat dan keinginan mereka.
– Biarkan anak terus bertanya, ada rasa penasaran dari anak yang berkembang, sehingga dia bisa terus berpikir kritis dan mengerti alasan di balik sebuah kejadian atau keputusan.
– Berikan mereka ruang untuk eksplorasi dan mengambil inisiatif. Biasakan anak-anak untuk tidak selalu menunggu perintah untuk mengerjakan sesuatu, melainkan biarkan mereka yang mencetuskan ide dan berinisiatif untuk mengerjakan hal tersebut.
Maudy Ayunda, sebagai orang yang menyukai dunia pendidikan, ia merasa buku ini membuatnya berhenti sejenak dan berpikir.
Teori tentang pentingnya membangun motivasi intrinsik di dalam proses belajar, menurutnya buku The Learning Game bagus untuk membuka pandangan terhadap dunia pendidikan dan tidak hanya berlaku untuk orang yang masih sekolah, tapi bisa menjadi panduan untuk para orang tua, guru, akademisi atau siapapun yang tertarik untuk belajar menjadi lebih baik.