SERANG, LINIMASSA.ID – Dugaan korupsi PT SBM atau Serang Berkah Mandiri, Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Serang, Lalu Atharussalam Rais disebut turut terlibat tahun 2015 senilai Rp 1,2 miliar.
Hal tersebut diungkapkan anggota majelis hakim Pengadilan Tipikor Serang, Heryanti Hasan pada sidang terhadap terdakwa mantan Direktur Utama PT SBM Setiawan Arief Widodo, Kamis 9 Januari 2025.
Heryanti menilai seharusnya, anggaran Rp 1,2 miliar dari BUMD Kabupaten Serang untuk PT SBM itu tidak disetujui dan dicairkan. Alasannya, anggaran itu tidak sesuai dengan core bussiness atau bisnis inti PT SBM sebagaimana dalam akta perusahaan. “Bapak teliti, kalau memang ini jual beli, enggak begini,” katanya.
“Akibat bapak (Lalu-red) tanda tangan (dokumen anggaran-red) ini cair (anggaran-red). Peran bapak di sini ada (dalam kasus korupsi-red), itu pak ya,” kata Heryanti kepada Lalu.
Heryanti mengatakan, isi dokumen yang disodorkan kepada Lalu, terkait dengan pertambangan. Padahal jelas, PT SBM tidak bergerak di sektor pertambangan. Seharusnya, sebagai komisaris utama PT SBM, Lalu meminta agar dokumen itu diubah.
“Bapak sudah wanti-wanti jangan sampai dipanggil (oleh aparat penegak hukum-red), tapi bapak terlibat disini,” tegasnya.
Lalu yang menanggapi pernyataan majelis hakim itu mengaku menandatangani dokumen tersebut setelah diyakinkan terdakwa. “Dia (terdakwa-red) meyakinkan saya, katanya enggak nambang tapi menampung,” ujarnya dihadapan majelis hakim yang diketuai Mochamad Arief Adikusumo.
Lalu menyebut, selain terdakwa, Iman Nur Rosyadi yang saat itu menjabat sebagai direktur operasional PT SBM juga turut meyakinkannya. Atas dorongan terdakwa dan Iman, dokumen untuk pencairan anggaran tersebut akhirnya disetujui. “Mindset saya yang masuk karena enggak melakukan pertambangan, tapi menampung,” katanya.
Lalu mengungkapkan dirinya tidak meminta perubahan dokumen yang dia tanda tangani itu karena percaya kepada terdakwa. Ia merasa terdakwa sebagai orang baik. “Saya positif thinking saja, saya rasa orang baik semua (Setiawan dan Iman-red),” ungkapnya.
Sebagai komisaris utama PT SBM, Lalu pernah mengingatkan kepada direksi PT SBM agar berhati-hati menggunakan anggaran. Ia berpesan jangan sampai penggunaan anggaran yang salah berimbas pada persoalan hukum.
“Saya tidak setuju (anggaran digunakan diluar core bussiness-red), saya sempat bilang patuhi, jangan sampai kita pensiun, kita dipanggil polres, polda, kejaksaan. Setelah itu kejadian juga (dipanggil Polres Serang-red),” tuturnya dalam sidang yang dihadiri JPU Kejari Serang, Endo Prabowo dan Hardiansyah.
PT SBM Habiskan Rp 140 Juta
Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Serang, PT Serang Berkah Mandiri (SBM) menghabiskan uang Rp 140 juta untuk mengurus izin pertambangan pasir di Pemprov Banten. Uang tersebut dikucurkan agar perizinan cepat selesai.
Hal tersebut diungkapkan oleh mantan Manager Umum PT SBM, Deni Baskara Luthfie Hanafi di Pengadilan Tipikor Serang, Kamis 9 Januari 2025. Ia dihadirkan sebagai saksi terhadap terdakwa mantan Direktur Utama PT SBM Setiawan Arief Widodo.
“Saya sampaikan semua Rp 140 juta (biaya mengurus izin pertambangan-red),” ujarnya dihadapan majelis hakim yang diketuai, Mochamad Arief Adikusumo.
Deni mengaku sebelum menerima uang Rp 140 juta dari kantornya, ia diperintahkan terdakwa mengurus Izin Usaha Pertama (IUP) dan Operasi Produksi (OP) atas nama Haji Lalang. Uang itu diterimanya setelah, kepengurusan izin pertambangan yang dilakukan oleh orang lain dinilai lambat.
“Lewat pertama (orang pertama-red), saya enggak percaya,” katanya menirukan ucapan terdakwa.
Deni menjelaskan, sebelum mengurus izin pertambangan itu, dia berkomunikasi dengan Setiawan yang komplain IUP dan OP tak kunjung beres. Selanjutnya, ia diperintahkan untuk mengkroscek kendala perizinan itu di Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (Distamben) Provinsi Banten.
Dari hasil krosceknya terdapat berkas yang masih kurang. “Informasinya di Distamben ada berkas harus yang dipenuhi,” ujarnya dalam sidang yang dihadiri JPU Kejari Serang, Endo Prabowo dan Hardiansyah.
Karena masih ada kekurangan itu, terdakwa sambung Deni memintanya untuk mencari orang yang dapat mengurus izin tersebut dengan cepat. Ia pun merekomendasikan tetangganya bernama Encep. “Tetangga saya kerja di perizinan,” ujarnya kepada Deni pada saat itu.
Kepada majelis hakim, sosok Encep ini diakui Deni sebagai aparatur sipil negara (ASN) Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi Banten. Dari komunikasinya dengan Encep, tarif kepengurusan izin diketahui sebesar Rp 140 juta. “Murah ya kaya Pak Setiawan,” ujarnya.
Pada Februari 2016, uang Rp 140 juta dikeluarkan PT SBM untuk mengurus izin pertambangan tersebut. Uang itu diserahkan bukan di kantor dinas melainkan di kafe. “Saya lupa orangnya (yang menerima-red) apakah Pak Encep atau Pak Encep. Di kafe bukan di kantor provinsi (penyerahan uang-red),” katanya.
Diakui Deni, usai penyerahan uang itu tidak dilengkapi tanda terima. Permintaan tanda terima itu tidak disanggupi Encep. “Disampaikan Pak Encep enggak mungkin ada tanda terima,” katanya.
Deni menambahkan, setelah penyerahan uang itu, izin pertambangan untuk kegiatan penambangan pasir di Blok Cekdam, Desa Nameng, Kecamatan Rangkasbitung, Kabupaten Lebak keluar. “Saya serahkan ke Pak Setiawan izinnya,” tuturnya.