linimassa.id – Pernah mengenal wafak? Dalam Islam, wafak adalah kumpulan tulisan huruf Arab yang ditulis di atas kepingan tanah, tembaga, timah, dan sebagainya. Wafak biasanya diciptakan oleh orang yang memiliki ilmu hikmah tingkat tinggi.
Secara bahasa, wafak artinya mewujudkan sesuatu yang seimbang, serasi, senada, dan sejajar. Sementara menurut istilah, wafak adalah doa atau bacaan dalam bahasa Arab yang ditulis dengan kaligrafi bergambar.
Wafak sering kali dipercaya memiliki kemampuan untuk mewujudkan keinginan pemiliknya, misalnya untuk pengobatan dan kemudahan rezeki. Lebih jelasnya, simak uraian lengkapnya di bawah ini.
Rajah
Dalam bahasa Indonesia, wafak dikenal juga dengan istilah rajah. Wafak atau rajah adalah barang mati dengan tulisan huruf Arab yang biasanya diciptakan oleh orang dengan ilmu hikmah tingkat tinggi. Sebagian besar wafak biasanya tidak bisa dibaca orang awam, hanya pembuatnya yang bisa membacanya.
Dilansir dari Komunikasi Magis oleh Ali Nurdin (2015: 171), wafak adalah kumpulan tulisan huruf Arab yang terpisah-pisah, baik yang ditulis dalam bentuk kotak-kotak maupun yang ditulis tanpa kotak-kotak. Kumpulan huruf tersebut umumnya berbentuk suatu gambaran tertentu.
Ada juga wafak yang berbentuk huruf terpotong-potong dan digabungkan dengan kalimat-kalimat yang umum dipakai dalam zikir, seperti basmallah, kalimat tauhid, tahmid, ayat-ayat Alquran, dan sebagainya.
Wafak memiliki berbagai macam bentuk dan tulisan. Wafak dapat ditulis dalam sebuah lipatan kertas lalu dibungkus kain hitam, putih, atau hijau, kemudian dijahit dan dibentuk segi empat atau persegi panjang. Ada pula wafak yang ditulis di atas kepingan timah atau tembaga, serta tulisan wafak yang dimasukkan ke dalam botol.
Hukum
Dalam syariat Islam, ada dua pendapat mengenai hukum penggunaan wafak. Berikut salah satu hadits yang menjelaskan tentang hukum wafak:
“Dari Awf bin Malik Al-Asyja’i, dia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah orang-orang selalu membuat ruqiyah (seperti wafak dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulallah SAW, ‘Bagaimana pendapat engkau ya Rasul tentang hal itu?’
Rasulallah kemudian menjawab, ‘Coba tunjukkan ruqiyahmu itu kepadaku, membuat ruqiyah tidak apa-apa selama di dalamnya tidak mengandung kesyirikan.'” (HR. Muslim)
Berdasarkan hadits di atas, dijelaskan bahwa wafak dapat dibenarkan dalam Islam selama tidak menggunakannya sebagai jimat. Setidaknya, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan dalam pembuatan wafak, yaitu:
Sementara itu, wafak hukumnya menjadi haram apabila digunakan sebagai jimat. Menurut Nahdlatul Ulama, jimat adalah benda keramat atau pusaka yang dipercaya memiliki kekuatan gaib sehingga dapat membantu menyelesaikan segala persoalan hidup.
Rasulullah pernah bersabda, “Barangsiapa yang bergantung kepada jimat, maka Allah tidak akan menyempurnakan (kesehatannya).” (HR. Ahmad dan Al-Hakim)
Islam mengajarkan untuk menjauh dari perkara-perkara yang memberikan madharat. Misalnya, wafak yang tidak diketahui apa yang tertulis di dalamnya dan justru dijadikan sebagai jimat. Hal ini sebaiknya ditinggalkan karena tidak memberikan manfaat dan justru termasuk dalam dosa syirik.
Bukan Hal Baru
Hal ini ternyata bukan hal baru atau kekinian. Dalam catatan sejarah pun diwarnai dengan kemunculan wafaq.Hal yang paling fenomenal adalah wafak yang dipakai Pangeran Antasari dalam Perang Banjar (1859-1863).
Dari tulisan Willem Adriaan van Rees, De Bandjermasinsche Krijg van 1859-1863 terbit tahun 1865, terdapat gambar djimat of talisman (wafaq) Pangeran Antasari dalam Perang Banjar yang terdiri dari satu buah wafaq.
Pada sumber lain dalam J.H. Maronier dalam Pictures of the Tropics (1967), dirilis enam buah gambar djimat of talisman (wafaq) Gambar djimat of talisman (wafaq) ini awalnya dikumpulkan oleh P.A.C.H.T.H Werdmüller von Elgg, tahun 1862.
Adapun djimat of talisman (wafaq) ini adalah milik Antassarie (Pangeran Antasari), Aminoela (Aminullah) dan Pangeran Tonko-Brahim (Pangeran Tuanku Ibrahim), tokoh dalam Perang Banjar tahun 1859-1863.
Apabila ditelusuri lebih jauh pada 28 April tahun 1767, dalam penyerangan orang Inggris di bawah kepemimpinan Beeckman, sekitar tiga ratus orang Biaju menggunakan jimat dan membakar benteng pertahanan Inggris di sekitar wilayah Sungai Barito.
Demikian juga dalam kasus di Kampung Moening (sekarang wilayah Rantau),Van Schendel bersama Kapten Graas serta kepala peleton lain diserang secara tiba tiba oleh pasukan dengan memakai tombak dan menggunakan djimats (jimat/wafaq).
Demikian halnya dalam menggambarkan gerakan Beratib Beamal tahun 1859, Rees juga menuliskan,aliran ini dicirikan penggunaan jimat yang berisi mantra dan angka bertuliskan ayat Alquran.
Hal ini memang menjadi karakteristik umum gerakan beratib beamal. P.J. Veth, dalam tulisannya “Het beratip beamal in Bandjermasin” (1856), memaparkan bahwa Jimat-jimat, latihan kekebalan, tenaga dalam dan kesaktian lainnya pada situasi normal merupakan aspek kurang penting dalam pertarekatan (walaupun punya daya tarik kuat).
Pada situasi tidak aman, dalam perang atau pemberontakan, aspek ini menjadi sangat menonjol.
Mengenai wafak, makin bermakna karena memiliki bentuk kaligrafi, geometrik dan pengulangan yang menjadi ciri khas seni Islam cukup nampak.
Bila dianalisa ternyata kekhasan seni Islam pada azimat berwafak ini tidak sepenuhnya meniru dari kekhasan seni Islam.
Ini terbukti adanya simbol binatang realistik, tokoh pewayangan senjata, bahkan menciptakan simbol-simbol abstrak yang unik.
Ini membuktikan apapun yang datang dari luar ke Indonesia akan selalu mengalami proses akulturasi. Alkulturasi itu akan menimbulkan suatu bentuk seni budaya yang berakarkan pada ciri-ciri kebudayaan asing dan kebudayaan sendiri atau disebut hibridisasi.
Jimat berwafak dibuat menggunakan angka-angka, lambang-lambang rajah dan ayat-ayat Alquran kebanyakan berasal dari Islam.
Jadi tak setiap jimat itu berwafak. Setiap barang yang berwafak maka kekuatannya akan bertambah, mewafak adalah merupakan ilmu tersendiri. Jima-jimat lain yang berasal dari jenis tumbuh-tumbuhan, binatang, tanah, logam seperti wasi kuning dan sebagainya.
Kumpulan jimat yang serupa ini yang dipakai untuk melindungi diri dari bencana, membuat seseorang kebal, ditakuti orang, ada juga jimat yang besar selilit pinggang yang disebut babatsal.
Jika ditinjau secara ilmiah, azimat berwafak ini sebagai lokalitas dan warna lokal seni tradisi merupakan karya yang termarjinalkan oleh arus informasi yang menyeret perubahan-perubahan pola berfikir masyarakatnya.
Azimat berwafak ini menampakan ciri lokal khas Banjarmasin. Secara tidak langsung sekaligus juga masih memiliki citra spiritualitas seni Islam yang kuat pula.
Azimat berwafak ini memiliki ungkapan rupa berupa simbol-simbol mulai dari bentuk, warna, material dan huruf-huruf magisdimana hanya orang-orang tertentu saja yang mengerti.
Dalam sistem religi, selain wafak ada beberapa jenis benda yang dianggap memiliki kekuatan atau sakti yang bisa memberikan kebaikan atau kebalikannya bagi si pemakai.
Ada juga kepercayaan yang bersifat kajian atau ilmu kanuragan yang dimiliki seseorang dalam berbagai hal, baik itu taguh(kebal), ilmu pengasih (pemikat) atau sebagainya yang dianggap hal yang istimewa oleh Urang Banjar.
Semua kepercayaan ini tidak semata-mata timbul dari adat tetapi juga ada induksi atau masukan dari lain misalnya agama Islam.
Contohnya, wafak-wafak atau jimat-jimat yang bertulisan ayat suci Alquran dan sebagainya yang memang semuanya itu berasal dari Islam. Ini lazim disebut azimat berwafak atau disebut wafak saja. (Hilal)