linimassa.id – Banten memiliki kesenian teater tradisional yang hit sejak dahulu kala. Pertunjukan ini disebut Ubrug.
Seni pertunjukan ini berupa teater tradisional yang memadukan unsur komedi, gerak, musik, dan sastra (lakon).
Kesenian Ubrug berkembang di beberapa wilayah di Banten, seperti Leuwi Damar, Cikeusal, Pagelaran Pandeglang, dan Panimbang.
Hampir mirip dengan kabaret kesenian ubrug biasa dipentaskan masyarakat untuk hari-hari besar seperti hajatan.
Salah satu kelompok seni pertunjukan Ubrug tertua bernama Grup Cantel, yang berada di Kota Serang.
Di Serang, ubrug berkembang dari Kampung Prisen, Desa Kiara, Kecamatan Walantaka. Grup Cantel merupakan grup tertua dan tersohor di Kota Serang.
Bahasa
Dalam bahasa Sunda, kata ubrug memiliki makna bangunan darurat, tempat bekerja sementara untuk beberapa hari saja, misalnya untuk kepentingan hajatan atau pesta.
Kata Ubrug kemudian digunakan sebagai nama kesenian, karena pada masa lampau seni pertunjukan ini sering berpindah tempat.
Selain berpindah tempat, kesenian Ubrug juga membuat bangunan sementara di mana para pemain seninya mengadakan pertunjukan.
Seiring berjalannya waktu, orang-orang kemudian menyebutnya sebagai pemain Ubrug. Pendapat lain yang menyatakan bahwa Ubrug berasal dari kata Ngagebrug.
Ini karena dalam seni pertunjukan Ubrug, semua pemain dan penonton sama-sama menempati satu tempat pementasan atau ngagebrug.
Lain halnya dengan pendapat Mutia Kasim (dalam Walidat, 1997), yang menyebutkan bahwa ubrug diambil dari kata ngagebrug.
Dalam pertunjukan Ubrug, semua pemain, baik laki-laki maupun perempuan, tua muda, beserta para penonton sama-sama menempati satu tempat pertunjukan atau sagebrug (bahasa Sunda).
Terlepas dari berbagai pendapat tersebut mengenai asal kata ubrug, kini, orang-orang akan langsung menujukan pikirannya kepada seni pentas semacam sandiwara yang berasal dari daerah Banten yang diiringi dengan iringan waditra.
Waditra adalah perlatan yang mengiringi ubrug, terdiri atas kendang indung (gendang besar) dan dua buah kulanter (gendang kecil); dua buah saron; sebuah gambang, rebab, goong, dan kecrek.
Asal Mula
Dalam sejarahnya, Ubrug merupakan seni pertunjukan yang sangat dekat dengan kehidupan masyarakat petani Banten.
Selepas sibuk dengan garapan sawah maupun ladangnya atau setelah masa panen, para petani biasanya membuat pertunjukan sederhana dari sisa jerami.
Mereka juga memanfaatkan gubug di sawah untuk menampilkan pertunjukan yang diiringi waditra atau alat musik karawitan Sunda.
Alat musik pengiring pertunjukan tersebut berupa kendang besar dan kecil (kulanter), gong kempul, dan serta didukung ububan (bambu kecil).
Dalam pementasannya, para pemain kesenian Ubrug dituntut untuk berimprovisasi tanpa menghafalkan naskah.
Biasanya, para pemain akan mementaskan kesenian secara spontan dengan satu tema khusus.
Ritual
Dalam pementasannya, kesenian Ubrug sering diadakan beberapa ritual khusus. Ritual khusus tersebut adalah ngukus, yang dilakukan supaya pementasan berjalan lancar.
Ritual ngukus hanya berisi doa keselamatan sebelum pementasan yang dilakukan setelah alat musik dinaikkan ke panggung.
Nah, kelompok kesenian ubrug di Banten menggunakan nama-nama unik seperti Ubrug Baskom, Tolay, Kobet, Nyi Ponah, Mang Cantel, Si Jari, Rasim, Kasnadi, dan sebagainya.
Bahasa yang digunakan dalam pementasan kesenian ubrug terkadang penggabungan dari bahasa Sunda, Jawa, dan Melayu (Betawi). Pernah menyaksikan ubrug? (Hilal)