linimassa.id – Aspal di jalanan ternyata bisa menjadi penyebab polusi udara saat cuaca panas. Saat cuaca terik, aspal jalanan dan atap gedung mengeluarkan lebih banyak aerosol organik sekunder (SOA) dibanding asap mobil.
Ini merupakan hasil studi terbaru yang mengamati wilayah South Coast Air Basin, California. Selama ini, asap kendaraan bermotor disebut sebagai sumber polutan terbesar.
SOA yang keluar dari aspal jalan mungkin tidak pernah dilaporkan sebagai masalah polutan di perkotaan.
Para peneliti yang terlibat dalam riset ini memperingatkan bahwa kita perlu memasukkan SOA dari aspal dan atap ketika akan membuat perhitungan kualitas udara di suatu wilayah.
Ini seharusnya membuat kita berjaga-jaga. Jika misalnya emisi kendaraan bermotor turun, akan penting untuk melacak polutan sekunder seperti dari pelapis jalanan.
Mungkin SOA yang dikeluarkan pelapis jalan dan atap lebih kecil dibanding polutan asap kendaraan, tapi ini disebut ahli tetap memengaruhi kesehatan masyarakat.
Insinyur kimia dan lingkungan Peeyush Khare dari Universitas Yale seperti dilansir Science Alert menyatakan, temuan utama mereka adalah produk yang berhubungan dengan aspal juga mengeluarkan campuran senyawa organik yang substansial dan beragam ke udara.
Ini berhubungan erat dengan suhu udara dan kondisi lingkungan lainnya. Para peneliti bereksperimen dengan aspal yang dipanaskan di tungku tabung dengan suhu sekitar 40 derajat Celsius hingga 200 derajat Celsius.
Suhu ini untuk menentukan tingkat SOA dalam kondisi panas yang dialami California. Ditulis dalam jurnal Science Advances yang terbit Rabu (2/9/2020), jumlah kadar emisi SOA dapat berlipat dua kali lipat ketika berada di suhu yang awalnya 40 derajat Celsius menjadi 60 derajat Celsius, dan dapat terus meningkat selaras dengan kenaikan suhu.
Peneliti mencatat, emisi aspal menurun seminggu setelahnya. Meski lebih sedikit, emisi itu tetap ada karena adanya paparan sinar matahari.
Radiasi matahari terbukti menyebabkan lonjakan emisi aspal jalan raya hingga 300 persen. Hal ini bukan kabar baik di iklim yang semakin panas.
Untuk menjelaskan pengamatan ini, paraa ahli menghitung perkiraan tingkat emisi stabil yang menunjukkan bahwa tingkat emisi lanjutan ditentukan oleh waktu yang dibutuhkan senyawa untuk berdifusi melalui campuran aspal yang sangat kental.
Para ahli mengatakan, masih perlu banyak penelitian untuk lebih memahami tingkat polusi udara dari aspal, bagaimana proses kimia yang terjadi, dan apa yang berubah seiring waktu.
Studi lain yang dirilis awal tahun ini menyoroti bagaimana campuran pengikat yang menyatukan aspal dapat bereaksi dengan matahari dan hujan untuk menghasilkan hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH) beracun yang bersifat karsinogenik, yakni jenis polusi yang berbeda, tetapi satu lagi yang diselidiki oleh para ilmuwan. (Hilal)