linimassa.id – Setiap kali 17 Agustus, teks Proklamasi dikumandangkan. Ini merupakan salah satu bukti sejarah Kemerdekaan Negara Republik.
Melansir situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dirumuskan dan ditandatangani di rumah Laksamana Tadashi Maeda, seorang perwira Jepang.
Saat ini lokasinya dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi yang berkedudukan di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat.
Teks proklamasi dirumuskan oleh tiga tokoh nasional, yakni Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo.
Naskah teks proklamasi asli ditulis tangan oleh Ir. Soekarno. Ketika telah disetujui, kemudian teks proklamasi diketik oleh Sayuti Melik.
Berikut ini bunyi isi teks proklamasi kemerdekaan Indonesia yang baru versi ketikan Sayuti Melik:
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia.
Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05
Atas nama bangsa Indonesia
Soekarno/Hatta.
Ternyata, teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ada dua versi, yaitu naskah asli teks proklamasi tulisan tangan Soekarno dan teks proklamasi ketikan Sayuti Melik. Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia ketikan Sayuti Melik sedikit berbeda dari naskah aslinya.
Kata “hal2” pada paragraf kedua baris pertama diubah menjadi “hal-hal”
Kata “saksama” pada paragraf kedua baris kedua diubah menjadi “tempo”
Penulisan tanggal dan bulan “Djakarta 17-08-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05”
Kalimat “wakil2 bangsa Indonesia” menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”
Perumusan
Sejarah perumusan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia dimulai pada 17 Agustus 1945 dini hari pukul 03.00 WIB. Bermula setelah peristiwa Rengasdengklok, Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ahmad Soebardjo mulai merumuskan teks proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Meiji Dori No. 1.
Ir. Soekarno berperan dalam merumuskan dan menulis teks proklamasi kemerdekaan Indonesia. Sementara Mohammad Hatta berperan dalam merumuskan paragraf kedua pada teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Ahmad Soebardjo berperan dalam merumuskan paragraf pertama dalam teks proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Rumusan teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno di atas secarik kertas kemudian dimintakan persetujuan kepada peserta Sidang Perumusan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang seluruhnya berjumlah sekitar 40 orang. Teks proklamasi tulisan tangan Ir. Soekarno yang telah disetujui lalu diketik oleh Sayuti Melik dengan menggunakan mesin tik.
Mesin ketik yang digunakan Sayuti Melik merupakan mesin ketik buatan Jerman, pinjaman dari Kolonel Kandeler komandan Angkatan Laut Jerman (Kriegsmarine) yang berkantor di Gedung KPM (sekarang Pertamina) di Koningsplein (Medan Merdeka Timur). Saat itu di rumah Laksamana Tadashi Maeda hanya tersedia mesin ketik dengan huruf kanji.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB, teks proklamasi dibacakan oleh Ir. Soekarno didampingi Mohammad Hatta di serambi depan rumah Soekarno, di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Djakarta (sekarang Jalan Proklamasi Nomor 5, Jakarta Pusat).
Setelah pembacaan teks proklamasi kemerdekaan Indonesia, bendera pusaka merah putih dikibarkan untuk pertama kalinya yang disaksikan oleh masyarakat di Jakarta.
Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia tulisan tangan Ir. Soekarno sempat dibuang karena dianggap tidak diperlukan lagi, tetapi kemudian diambil dan disimpan oleh Burhanuddin Mohammad Diah sebagai dokumen pribadi, setelah berakhirnya rapat perumusan naskah proklamasi pada 17 Agustus 1945.
Pada 1995, Burhanuddin Mohammad Diah menyerahkan teks asli proklamasi kemerdekaan Indonesia tersebut kepada Presiden Soeharto. Dan pada tahun yang sama teks proklamasi tulisan tangan asli Ir. Soekarno disimpan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) sampai sekarang.
Pembentukan
Awal pembentukan naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia terjadi karena sekutu menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan Nagasaki.
Akhirnya Kaisar Hirohito menyatakan menyerah tanpa syarat terhadap sekutu pada 15 Agustus 1945.
Golongan muda yang terdiri dari Sukarni, Wikana, Chairul Saleh, Yusuf Kunto, dan lainnya mendengarkan kabar tersebut melalui siaran radio.
Kemudian golongan pemuda itu mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera menyatakan proklamasi. Tanggal 16 Agustus 1945 pukul 03.30, Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta dibawa golongan pemuda ke Rengasdengklok atau markas PETA. Mereka disembunyikan di daerah Karawang.
Terjadi perbedaan pendapat antara golongan muda dan golongan tua. Pada 15 Agustus 1945, golongan pemuda yang dipimpin Sukarni, Chairul Saleh, dan Wikana kemudian mengamankan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok. Ahmad Subarjo kemudian mendatangi golongan muda, meminta mereka melepaskan Soekarno Hatta dan menjamin proklamasi segera dilakukan.
Rombongan kemudian berangkat ke Jakarta, menuju rumah Laksamana Maeda. Laksamana Maeda mempersilahkan tokoh tersebut untuk menemui Gunseikan (Kepala Pemerintahan Militer) Jenderal Moichiro Yamamoto untuk membahas upaya lebih lanjut. Namun Jenderal Nishimura yang mewakili Gunseikan menolak rencana proklamasi tersebut.
Akhirnya Soekarno, Hatta, dan Ahmad Subarjo membuat naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda.
Pada 17 Agustus 1945 pukul 03.00 WIB, naskah proklamasi yang disusun oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Soebardjo dibuat di ruang makan. Naskah tersebut terdiri dari dua alinea yang dibuat selama 2 jam.
Sebelum disalin menjadi mesin ketik, Soekarno menulis konsep proklamasi pada secarik kertas sobekan dari block note. Lembaran kertas yang dipakai bergaris biru. Selesai menulis di kertas, kemudian teks proklamasi disalin menggunakan mesin ketik. Sayuti Melik memakai mesin ketik buatan Jerman, dipinjam dari Kolonel Kandeler komandan angkatan laut Jerman yang berkantor di gedung KPM di Koningsplein (sekarang jalan Medan Merdeka Timur).
Ketika itu mesin ketik di rumah Laksamana Maeda memakai huruf kanji. Setelah naskah yang ditulis tangan selesai, Sayuti Melik bertugas mengetik naskah proklamasi.
Kabar pembacaan teks proklamasi kemudian diumumkan melalui radio, surat kabar, telegram, dan lisan. Ketika itu pewarta bernama Frans dan Alex Mendur dari IPPHOS mengabadikan pembacaan teks proklamasi. Sedangkan BM Diah dan Jusuf Ronodipuro menyebarkan berita di berbagai media. (Hilal)