linimassa.id – Bulan kelahiran Nabu atau maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini berlangsung September-Oktober 2023. Peringatan ini jatuh pada 12 Rabiul Awal dalam penanggalan Hijriyah.
Perayaan Maulid Nabi merupakan tradisi yang terus berkembang di masyarakat Islam. Ini merupakan ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW saat lahir ke dunia.
Peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW diyakini telah dikenal sejak tahun kedua hijriah. Namun, ada juga yang meyakininya telah ada sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Ahmad Tsauri dalam buku ‘Sejarah Maulid Nabi’ menurutnya perayaan maulid Nabi SAW sudah dilakukan masyarakat muslim sejak tahun kedua Hijriah. Catatan tersebut juga merujuk pada kitab “Wafa’ul Wafa bi Akhbar Darul Mustafa” karangan Nuruddin.
Seorang Jenderal dan pejuang muslim asal Kurdi bernama Salahuddin Ayyubi ingin merayakan maulid Nabi menjadi tradisi bagi umat islam di seluruh dunia. Namun, gagasan Salahuddin ditentang oleh banyak ulama, Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid Nabi hanyalah kegiatan menyemarakkan syiar agama.
Maka pada bulan Dzulhijjah yang bertepatan dengan bulan ibadah haji, Salahuddin yang pada saat itu sebagai penguasa Haramain mengeluarkan instruksi kepada seluruh jamaah haji agar segera mensosialisasikan kepada masyarakat islam yang berada di kampung halamannya untuk merayakan hari lahir Nabi Muhammad SAW.
Akhirnya pada tahun 580 Hijriah atau 1184 Masehi bertepatan tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakannya Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.
Pada saat itu Salahuddin mengadakan sayembara penulisan sejarah Nabi dan dimenangkan oleh Syeikh Al-Barzanji. Sejak saat itu maulid nabi dirayakan di seluruh dunia.
Menurut keterangan dari al-Maqrizi dalam kitabnya al-Khathat, perayaan Maulid dimulai ketika zaman Daulah Fatimiyah (berkuasa abad ke-4 H) yang diperintah oleh penguasa Syiah Ismailiyah di Mesir.
Mereka membuat banyak acara perayaan maulid, seperti maulid Nabi, maulid ‘Ali bin Abi Thalib, maulid Fatimah, hingga maulid Hasan bin ‘Ali dan Husain bin ‘Ali. Hal inilah yang menyebabkan para ulama klasik seperti Tajuddin al-Fakihani dan as-Sakhawi, murid Imam Nawawi, menetapkan fatwa bahwa perayaan Maulid adalah bid’ah tercela.
Sementara itu, pakar sejarah Islam seperti Ibnu Khallikan, Sibth bin Al-Jauzi, Ibnu Katsir, As-Sakhawi, As-Suyuthi, dan lainnya telah sepakat menyatakan bahwa orang yang pertama kali mengadakan peringatan maulid adalah Sultan Al-Muzhaffar.
Namun juga terdapat pihak lain yang mengatakan bahwa Sultan Salahuddin Al-Ayyubi adalah orang yang pertama kali mengadakan Maulid Nabi. Sultan Salahuddin pada kala itu membuat perayaan Maulid dengan tujuan membangkitkan semangat umat Islam yang telah padam untuk kembali berjihad dalam membela Islam pada masa Perang Salib.
Ahmad bin ‘Abdul Halim Al Haroni mengatakan, “Salahuddin-lah yang menaklukkan Mesir. Dia menghapus dakwah ‘Ubaidiyyun yang menganut aliran Qaramithah Bathiniyyah (aliran yang jelas sesatnya, pen). Shalahuddin-lah yang menghidupkan syari’at Islam di kala itu.”
Rabiul Awal dalam penanggalan hijriyah merupakan bulan kelahiran dari Nabi Muhammad SAW yang penuh berkah, dan sesuai dengan perintah Allah SWT yang telah mengutusnya sebagai rahmat untuk alam semesta.
Rahmat
Rahmat yang berarti karunia dari Allah SWT untuk seluruh makhluk yang ada di alam semesta. Hal ini tertulis dalam surat Al-Anbiya ayat 107 yang memiliki arti “Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Nabi Muhammad SAW merupakan sosok yang teladan sehingga wajar banyak umat Islam yang ikut berbahagia ketika memperingati kelahirannya dan menyanjung beliau untuk mendapatkan syafaat.
Hal ini tertulis dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang secara garis memiliki arti bahwa Rasulullah merupakan suri teladan yang baik untuk orang-orang yang mengharapkan rahmat dari Allah SWT dan menunggu datangnya hari kiamat dengan memperbanyak mengingat Allah SWT.
Peringatan Maulid Nabi pertama kali dilakukan pada awal abad ke 7 Hijriyah oleh Raja Irbil (wilayah Irak sekarang) yang bernama Muzhaffaruddin Al-Kaukabri.
Ibnu Katsir dalam kitab Tarikh menjelaskan bahwa Sultan Muzhaffar mengadakan peringatan Maulid Nabi pada bulan Rabi’ul Awal dan merayakannya secara besar-besaran. Sultan Muzhaffar adalah seorang yang berani, alim dan seorang yang adil.
Dijelaskan juga oleh Sibth (cucu) Ibn Al-Jauzi bahwa dalam peringatan Maulid Nabi tersebut, Sultan Al-Muzhaffar mengundang seluruh rakyatnya dan seluruh ulama dari berbagai disiplin ilmu, baik dalam bidang ilmu Fiqh, ulama Hadits, ulama dalam bidang ilmu kalam, para ahli tasawuf, dan yang lainnya.
Sebelum hari pelaksanaan Maulid Nabi, dia telah melakukan berbagai persiapan dengan ribuan kambing dan unta disembelih untuk hidangan para tamu yang akan hadir dalam peringatan Maulid Nabi tersebut.
Para ulama pada saat itu menyetujui dan membenarkan terkait dengan peringatan Maulid Nabi yang telah dilakukan oleh Sultan Al-Muzhaffar. Mereka semua berpandangan dan menganggap baik peringatan Maulid Nabi yang digelar untuk pertama kalinya itu.
Dalam kitab Wafayat Al-A’yan Ibnu Khallikan menceritakan bahwa Al-Imam Al-Hafizh Ibn Dihyah sedang melakukan perjalanan dari Maroko menuju Syam dan ke Irak. Ketika melintasi daerah Irbil pada tahun 604 Hijriah, dia bertemu dengan Sultan Al-Muzhaffar, raja Irbil tersebut memiliki perhatian yang besar terhadap peringatan Maulid Nabi.
Oleh karena itu, Al-Hafizh Ibn Dihyah kemudian menulis sebuah buku tentang Maulid Nabi yang diberi judul “Al-Tanwir Fi Maulid Al-Basyir An-Nadzir” lalu karya ini kemudian dijadikan hadiah untuk Sultan Al-Muzhaffar.
Semenjak zaman Sultan Al-Muzhaffar dan zaman selepasnya hingga saat ini para ulama telah menganggap bahwa peringatan Maulid Nabi merupakan sesuatu hal yang baik. Para ulama terkemuka dan Huffazh Al-Hadits telah menyatakan demikian, bahkan Al-Imam Al-Suyuthi menulis karya khusus tentang Maulid yang berjudul “Husn Al-Maqsid Fi Amal Al-Maulid”.
Karena itu peringatan Maulid Nabi, yang biasa diperingati pada bulan Rabiul Awal menjadi sebuah tradisi untuk umat Islam di seluruh dunia, dari masa ke masa serta dalam setiap generasi ke generasi.
Tujuan
Umat Islam merayakan peringatan kelahiran Nabi dengan rasa gembira dan penuh sukacita dikarenakan telah dilahirkannya seorang pemimpin yang rahmatan lil alamin.
Banyak kegiatan yang yang dapat dilaksanakan untuk memperingati ini seperti ibadah, zikir, shalawat, sedekah makanan, baca Al-Quran dan biasanya ceramah agama. Semasa hidupnya, Nabi Muhammad sendiri juga memperingati kelahirannya dengan berpuasa di hari Senin.
Peringatan maulid Nabi adalah sebuah ungkapan cinta dan gembira kepada Nabi Muhammad SAW. Kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW harus berada diatas segalanya, bahkan melebihi kecintaan pada diri sendiri. Berikut dalil yang menunjukkan kecintaan terhadap Nabi Muhammad SAW :
لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحبّ إليه من ولده ووالده والناس أجمعين
Artinya:
“Tidak sempurna iman salah satu di antara kamu sehingga aku lebih dicintai olehnya daripada anaknya, orang tuanya dan seluruh manusia.” (HR. Bukhori Muslim).
Merayakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW merupakan perkara besar dan memuliakan Nabi Muhammad SAW. Umat Islam yang merayakan dan memperingatinya akan diberikan kejayaan dunia dan akhirat. Firman Allah Taala:
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوباً عِندَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُم بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأَغْلاَلَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آمَنُواْ بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُواْ النُّورَ الَّذِيَ أُنزِلَ مَعَهُ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikuti Rasul, Nabi yang ummi (tidak bisa baca tulis) yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada pada mereka, yang menyuruh mereka berbuat yang makruf dan mencegah dari yang mungkar, dan yang menghalalkan segala yang baik bagi mereka dan mengharamkan segala yang buruk bagi mereka, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka.** Adapun orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (al-Quran), mereka itulah orang-orang beruntung.” (Q.S. al-A’araf: 157). (Hilal)