SERANG, LINIMASSA.ID- Kasus perceraian di Banten terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Motifnya ada berbagai macam alasan, perceraian pun terjadi bukan hanya pada psangan dengan perekonomian menengah ke bawah saja, tetapi juga di kalangan menengah ke atas seperti ASN.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Banten merilis jumlah perceraian di Banten pada tahun 2023 sebanyak 14.133.
Berdasarkan sumber dari Mahkamah Agung per 6 Februari 2024, ada 13 faktor penyebab perceraian di Banten.
Faktor-faktor penyebab perceraian di Banten yaitu karena zina, mabuk, madat, judi, meninggalkan salah satu pihak, dihukum penjara, poligami, dan kekerasan dalam rumah tangga. Selain itu, ada juga perceraian karena cacat badan, perselisihan dan pertengkaran terus menerus, kawin paksa, murtad, dan terakhir faktor ekonomi.
Dari faktor-faktor itu, perceraian di Banten tahun 2023 lalu paling banyak disebabkan karena faktor perselisihan dan pertengkaran terus menerus.
Jumlahnya mencapai 9.671 pasangan. Kemudian tertinggi kedua adalah faktor ekonomi sebanyak 3.327 pasangan, dan faktor ketiga adalah meninggalkan salah satu pihak sebanyak 592 pasangan.
Perceraian di Banten kalangan ASN Meningkat
Kasus perceraian ASN Pemprov Banten meningkat. Berdasarkan data Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten, sepanjang tahun 2024, ada 55 ASN Pemprov yang bercerai. Jumlah itu meningkat dibandingkan tahun 2023 lalu.
Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Banten Nana Supiana mengungkap gugatan yang kebanyakan diajukan karena faktor ekonomi. “Rata-rata karena faktor ekonomi, istri memiliki penghasilan lebih besar dari suami, gugat. Paling banyak faktornya itu,” ungkap Nana.
Dari 55 permohonan izin bercerai itu, ia mengaku berasal dari 20 OPD yang ada di Pemprov. Hanya saja, paling banyak berasal dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dindikbud) Provinsi Banten.
Berdasarkan catatan BKD, permohonan izin bercerai dari Dindikbud sebanyak 28 orang. Kemudian Badan Pendapatan Daerah 4 orang, dan Dinas Kesehatan 3 orang. Sedangkan BKD, Dinas PUPR, dan DPMD masing-masing dua orang. Sementara 14 OPD lainnya hanya masing-masing satu orang.
Nana menuturkan setiap bulannya, 4 sampai 5 orang mengajukan permohonan perceraian tahun lalu. Dibandingkan tahun-tahun sebelumnya jumlah di tahun 2024 mengalami kenaikan. Pada tahun 2023, BKD mencatat ada sekitar 31 orang yang mengajukan cerai. Sementara yang sudah cerai hanya 11 orang.
“Kalau tahun 2023 lalu, ada 31 orang yang mengajukan selama satu tahun. 11 di antaranya sudah cerai, sisanya ada yang proses, rujuk, dan pending,” terang Nana. Pihaknya selalu melakukan pelatihan kepada mereka yang mengajukan gugatan cerai, dalam rangka memediasi para ASN tersebut.
“Kita melakukan pelatihan, kan tidak langsung diizinkan, kita kasih kesempatan untuk rujuk maksimal enam bulan setelah melakukan pelatihan. Alhamdulillah ada beberapa yang rujuk kembali ke suami, tapi ada juga yang tetep kekeuh ,” ujar dia.
Menurut dia, tanggung jawab pertama pada permasalahan ASN tersebut pada Kepala OPD sebagai pimpinan langsung, kemudian BKD baru yang akan menanganinya.
Nikah Muda di Pandeglang Rentan Cerai, Hanya Bertahan 1-10 Tahun

Nikah muda ternyata memiliki risiko tinggi berujung perceraian. Pengadilan Agama (PA) Kabupaten Pandeglang mengungkapkan bahwa usia pernikahan pasangan muda rata-rata hanya mampu bertahan antara 1 hingga 10 tahun.
Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama (PA) Pandeglang, Imas Masniah menyebutkan bahwa ketidakmampuan pasangan suami istri dalam menghadapi dinamika rumah tangga sering kali menjadi penyebab utama perceraian.
“Berdasarkan data, lebih banyak perempuan yang mengajukan gugatan cerai,” ungkap Imas, Jumat 24 Januari 2025.
Imas menjelaskan, kasus perceraian ini mayoritas melibatkan pasangan muda berusia antara 20 hingga 30 tahun.
Berdasarkan informasi data yang dihimpun, sepanjang 2024 menunjukkan sebanyak 1.429 perkara perceraian telah diputus oleh PA Pandeglang, dengan mayoritas kasus berupa cerai gugat.
“Dari 1.453 gugatan yang masuk, sebanyak 1.429 perkara telah diputus. Rinciannya, cerai gugat mencapai 1.192 perkara dan cerai talak 237 perkara,” jelasnya.
Menurut Imas, persoalan utama yang memicu perceraian pasangan muda ini meliputi perselisihan yang tak kunjung selesai hingga ketidakmampuan menghadapi masalah ekonomi dan sosial dalam rumah tangga.
Ia juga menekankan pentingnya mediasi sebelum perceraian diputuskan.
“Pengadilan agama wajib memediasi. Dari data yang ada, sebanyak 106 perkara berhasil dimediasi, 75 tidak berhasil, dan 3 perkara dicabut sehingga pasangan tersebut tetap menjadi suami istri,” katanya.
Lanjutnya, pemicu utama perceraian meliputi judi online (judol), perselisihan, dan pertengkaran yang tak kunjung usai.
“Sebagian besar pasangan yang bercerai adalah pasangan muda. Judi online, perselisihan, dan pertengkaran menjadi alasan utama mereka memilih berpisah,” ujarnya.
Meski begitu, Imas menjelaskan bahwa PA Pandeglang memiliki kewajiban untuk memediasi kedua belah pihak agar dapat mempertimbangkan kembali keputusan mereka sebelum bercerai.
“Pengadilan agama wajib untuk memediasi. Dari data yang ada, 106 perkara berhasil dimediasi, 75 tidak berhasil, sementara 3 perkara dicabut sehingga mereka tetap menjadi suami istri,” jelasnya.