Linimassa.id – Kabupaten Tangerang telah lama dikenal sebagai pusat industri kreatif berbasis bambu, yang merupakan bagian tak terpisahkan dari budaya dan sejarah daerah ini.
Produk kerajinan dan seni rakyat dari bambu menjadi ikon yang mewakili identitas lokal, dengan topi bambu sebagai salah satu produk unggulannya.
Topi Bambu: Dari Warisan Budaya hingga Ikon Kabupaten Tangerang
Topi bambu telah menjadi simbol kejayaan kerajinan lokal sejak akhir abad ke-19, ketika seorang saudagar asal Cina datang ke tanah Jawa.
Saudagar ini, yang awalnya datang untuk ekspansi dagang dari Manila, Filipina, memutuskan untuk menetap dan memperkenalkan topi bambu kepada masyarakat setempat karena melimpahnya bahan baku di wilayah tersebut.
Produksi topi bambu pun berkembang pesat, melibatkan seluruh anggota komunitas, baik anak-anak maupun orang dewasa.
Pada masa penjajahan Hindia Belanda, topi bambu dari Kabupaten Tangerang mendapatkan popularitas di Eropa dan Amerika Latin.
“Topi bambu ini bahkan digunakan oleh tentara Koninklijke Netherlands Indie Leger (KNIL) di Indonesia dan diekspor ke berbagai negara,” ungkap Oey Tjin Eng, seorang ahli sejarah lokal.
Kearifan Lokal yang Tetap Terjaga di Tengah Globalisasi
Meski globalisasi kian menguat, kerajinan topi bambu tetap bertahan sebagai salah satu bentuk kearifan lokal di Kabupaten Tangerang.
Kerajinan ini tidak hanya menjadi simbol budaya, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai moral yang universal.
Bambu juga dimanfaatkan dalam kesenian rakyat setempat, seperti pembuatan alat musik dan properti lainnya.
Pada tahun 2023, Dinas Kebudayaan setempat melakukan pemetaan pelaku kerajinan dan kesenian rakyat berbasis bambu menggunakan peta GIS (Geographic Information System).
Hasilnya, ditemukan 367 pengrajin dan pelaku kesenian yang tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Dengan kekayaan budaya ini, Kabupaten Tangerang terus menjadi pusat industri kreatif yang berakar kuat pada tradisi lokal, namun tetap relevan dan berdaya saing di era modern.
“Kami berharap, industri kreatif berbasis bambu ini dapat terus berkembang dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat lokal,” kata Asep Jatnika, Kepala Dinas Kebudayaan Kabupaten Tangerang. (AR)