LINIMASSA.ID, TANGSEL – Sejumlah orang tua siswa di UPTD SDN Ciater 2 Tangsel keluhkan soal pungutan dana komite hingga study tour atau Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) luar kota.
Salah satu orang tua siswa berinisial R mengeluhkan soal adanya dana komite tersebut. Terlebih, penggunaan dananya tidak transparan.
Para siswa SDN Ciater 2 Tangsel diwajibkan membayar dana komite setiap bulan sebesar Rp10 ribu. Dana itu, ditagih oleh koordinator kelas dan kemudian dilaporkan ke komite sekolah.
“Sumbangan sih itu komite dan uang kas keperluan sekolah. Kalau uang komite itu kita diwajibkan, perbulan Rp20 ribu untuk kas dan komite. Itu wajib disetorkan setiap tanggal 10,” kata R ditemui di kediamannya di Ciater, Kamis, 6 Maret 2025.
Selain dana komite, R juga mengeluhkan soal study tour atau P5 ke luar kota yang harus diikuti siswa.
“Terus ada biaya P5 yang diwajibkan anak-anak harus ikut, untuk anak Rp375 ribu, pendamping Rp300 ribu,” keluhnya.
Dia juga heran, soal penggunaan dana komite yang digunakan untuk perbaikan jalan rusak dekat sekolah hingga perbaikan kamar mandi di sekolah.
“Kemarin ada buat bangun jalan Rp2 juta tau-tau udah disetorin sama toilet-toilet itu juga ditanggung untuk dana komite. Sempet ada polling cuma dibeberapa kelas, tiba-tiba udah setorin,” paparnya.
Keluhan serupa diungkapkan wali murid lainnya berinisial ER. Dia mengeluhkan adanya iuran dana komite hingga study tour yang dinamai P5 itu.
“Sebelum pergi P5, ada selebaran kertas bermaterai kita harus menyetujui seluruh kegiatan yang ada di SDN Ciater 2. Tiap bulan itu kas dan komite perbulan (masing-masing-red) Rp10 ribu. Karena saya anaknya ada dua jadinya Rp15 ribu (bukan 20 rb),” beber ER.
Ibu tiga anak yang sehari-hari jualan nasi bakar itu juga mengeluhkan adanya kebijakan pemberian THR untuk wali kelas, OB dan security sekolah diambil dari dana kas yang dikumpulkan siswa.
“THR itu sekitar Rp375 ribu dikeluarkan dari uang kas. Saya sempet ngomong ke wali murid yang lain, wali kelas, OB dan security dapet THR dari kas anak-anak, sedangkan anak-anak dapat apa? Itu nggak ada runding. Benerin jalanan di depan. Pihak sekolah minta dana ke komite Rp2 juta buat benerin itu. Komite langsung potong dari dana komite. Koordinator kelas bilang karena masih lingkungan sekolah jadi sekolah yang benerin,” paparnya.
“Banyak yang mengeluhkan, tapi nggak ada yang berani speak up. Jadi orang tua murid takut untuk speak up, ayolah coba maju aja gpp, karena ini untuk anak-anak. Kalau uang kas oke, mungkin buat keperluan anak-anak. Tapi kalo dana komite ini dibilangkan untuk ekskul, bayar guru eskul, tapi saya mau masukin anak saya eskul harus bayar kas lagi. Saya bilang, komite bisa keluarin dana 2 jt buat jalan, kenapa ko gabisa buat sewa kostum (ekskul) drumband. Kita ga keberatan kalo buat kebutuhan siswa. Tapi kalau buat THR, kita juga lagi nyari buat THR, masa THR harus dari anak-anak juga,” tambah ER mengungkap keluhannya.
Hal senada diungkapkan wali murid lainnya, PR. Ibu yang sehari-hari menjual gorengan itu heran, lantaran banyaknya iuran dan sumbangan di UPTD SDN Ciater 2 Tangsel yang merupakan sekolah negeri.
“Saya bingung di SD ini, kok saya masuk di SD Negeri Ciater 2 itu karena jaraknya deket, minim biaya karena gratis. Ternyata ada banyak pembiayaan. Diminta biaya THR perkelas Rp350 ribu yang dibagikan ke guru, sekuriti dan OB. Kita diminta bayar uang rapot Rp65 ribu, kemudian dana toilet. Sedangkan toilet pintunya rusak, air gaada, padahl baru disahkan 2023 kenapa air gaada?” ungkap PR.
PR juga mengeluhkan soal adanya dana komite dan peruntukannya. Pasalnya, hingga saat ini dana komite itu digunakan di luar kepentingan siswa.
“Sumbangan komite katanya buat ekskul, toilet. Pertama sih katanya buat ekskul, tapi ternyata buat toilet sama coran jalan. Perbulan 10 ribu, yang ngeluh banyak, tapi beraninya di belakang,” keluhnya.
Kata Pihak SDN Ciater 2 Tangsel Soal Keluhan Dana Komite

Wakil Kepala Sekolah (Wakasek) Kesiswaan UPTD SDN Ciater 2 Ekawati menanggapi soal keluhan adanya sumbangan dana komite itu.
Menurutnya, soal sumbangan dana komite itu, sepenuhnya merupakan kewenangan dari para pengurus komite dan tidak ada intervensi dari para guru dan pihak sekolah.
“Itu adalah dari komite. Kita kan ada komite sekolah. Mohon maaf kami sendiri aja yang gurunya tidak tahu persis, kita tidak diajak bicara. Apalagi yang buat operasional sekolah. Jadi yang buat kebijakan komite dan bukan pengurus inti saja, mereka sudah berbicara dengan koordinator keras artinya perwakilan kelas. Bukan keputusan sepihak mereka juga, artinya sudah mewakili setiap kelasnya,” ungkapnya.
Eka menuturkan, sumbangan dana komite dan juga program P5 yang harus mengeluarkan biaya dari wali murid itu sudah ada sejak beberapa tahun kebelakang. Tetapi, dari 753 siswa, dia menyebut hanya ada satu wali murid yang keberatan.
“Kasus ini hanya ada satu orang yang dia merasa keberatan entah karena apa. Padahal dia sendiri tidak memberikan sumbangan itu. Bukan iuran, tapi sumbangan yang bersifat sukarela dan memang tidak diwajibkan. Jadi yang mau memberikan silahkan, yang tidak pun tidak apa. Komite adalah membantu sekolah, Ini sepengathuan saya. Sudah dari beberapa tahun lalu, kan bukan sekolah juga yang mengurus keuangannya. Mereka ada kepengurusanya ada SK-nya yang mengelola,” tutur Eka.
Eka menerangkan, sebetulnya pihak sekolah diperbolehkan menggalang dana untuk kepentingan sekolah sesuai dengan undang-undang dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang berlaku.
“Sekolah itu diperbolehkan menggalang dana untuk membantu operasional sekolah. Sebenarnya dibaca itu lagi. Ada aturannya, ada fungsi mereka (komite-red) apa. Itu yang belum dipahami semua. Waktu kegiatan parenting sudah dijelaskan, komite itu seperti ini, tugas dan fungsinya seperti ini, ada aturan Permendikbudnya, undang-undangnya, itu jelas diperbolehkan,” jelasnya.



