linimassa.id – Puasa Ramadhan yang ditunggu-tunggu seluruh umat Islam segera tiba. Dalam menjalankan puasa, niat puasa tidak boleh dilewatkan.
Niat menjadi syarat sah puasa kita dan termasuk rukun puasa.
Adapun niat puasa Ramadhan harian, dapat dilakukan saat sahur, sebagai berikut:
Nawaitu shauma ghadin ‘an ada’i fardhi syahri Ramadhana hadzihis sanati lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku berniat puasa esok hari demi menunaikan kewajiban bulan Ramadhan tahun ini karena Allah ta’ala”.
Lalu, bolehkah niat puasa Ramadhan langsung sebulan penuh?
Dikutip dari NU Online, terkait niat puasa Ramadhan sebulan penuh ada beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama. Ada ulama yang membolehkan, ada pula yang tidak.
Dilansir dari artikel berjudul Lafal dan Cara Niat Puasa Ramadhan Sebulan Penuh dijelaskan bahwa tiga mazhab mewajibkan mengulangi niat di setiap puasa.
Sementara, pendapat Mazhab Malikiyah membolehkan mengumpulkan niat puasa sebulan di malam pertama bulan Ramadhan. Alias tidak perlu mengulangi di hari berikutnya.
Pendapat Malikiyah ini banyak diadopsi di Tanah Air, meski penduduknya mayoritas penganut mazhab Syafi’i. Hal ini, tentu di bawah bimbingan para kiai dan masyayikh.
Salah satunya merujuk kalam Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kediri KH A Idris Marzuqi di dalam karyanya Sabil al-Huda halaman 51 yang berisikan himpunan wadhifah dan amaliah.
“Untuk berjaga-jaga agar puasa tetap sah ketika suatu saat lupa niat, sebaiknya pada hari pertama bulan Ramadhan berniat taqlid (mengikut) pada Imam Malik yang memperbolehkan niat hanya pada permulaan saja.”
“Adanya cara tersebut bukan berarti membuat kita tidak perlu lagi niat di setiap harinya, tapi cukup hanya sebagai jalan keluar ketika benar-benar lupa,” demikian bunyi kalamnya.
Dalam kitab tersebut, KH A Idris Marzuqi mencontohkan lafaz niat puasa Ramadhan sebulan penuh sebagai berikut:
Nawaitu shauma jami’i syahri ramadhani hadzihis sanati taqlidan lil imami Malik fardhan lillahi ta’ala.
Artinya: “Aku niat berpuasa di sepanjang bulan Ramadhan tahun ini dengan mengikuti Imam Malik, fardhu karena Allah Ta’ala”.