LINIMASSA.ID, BANTEN – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten menggelar diskusi publik bertajuk “Menolak Lupa Pagar Laut di Tangerang Utara”, Rabu 12 Maret 2025.
Diskusi tersebut, membahas dampak proyek pagar laut terhadap nelayan, lingkungan, dan hak masyarakat pesisir. Diskusi yang digelar secara daring ini menghadirkan jurnalis, aktivis lingkungan, dan perwakilan masyarakat terdampak.
Dalam diskusi ini, Susan Herawati, Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), menyoroti bagaimana proyek pagar laut berpotensi mengancam kehidupan nelayan tradisional. Kasus pagar laut Tangerang menjadi salah satu dari sederet masalah serupa di daerah-daerah pesisir serta pulau kecil Indonesia.
“Saya tidak mau bilang kasus (Tangerang) ini menjadi keberuntungan ya sehingga menjadi atensi publik. Tapi ini memang bom waktu yang membuka mata masyarakat Indonesia tentang bagaimana bobroknya pemerintah kita,” ucapnya.
Skandal pagar laut di Tangerang kebetulan dekat dengan Jakarta. Tapi sebenarnya banyak kasus-kasus serupa yang kemudian terjadi tapi tidak dapat perhatian seperti di Tangerang.
“Kemudian ujungnya tidak kemana-mana. Respon KKP bukan hanya lambat, tapi tidak perduli. Tiba-tiba kita dipertontonkan lagi dengan penetapan tersangka, seolah-olah selesai di level bawah,” kata Susan.
Senada dengan itu, Kholid, aktivis nelayan Banten, menyebut proyek tersebut memunculkan keresahan di kalangan masyarakat pesisir.
Pejabat negara disinyalir punya andil besar untuk menyulap bidang lahan perairan menjadi daratan demi kepentingan korporasi besar.
“Kalo melihat kejadian ini sudah ada pejabat yang kongkalikong. Pejabat mesra sama Aguan. Asoi-asoian sama oligarki,” tegasnya.
Ia melihat pemerintah Bersama aparat penegak hukum telah mengklaster kasus ini ke ranah hukum pidana pemalsuan.
Kepala Desa Kohod Arsin bin Asip bersama tiga orang tersangka lainnya dijadikan tumbal untuk menutupi aktor-aktor intelektual. Kholid menyebut, mustahil jika Arsin mampu membangun pagar laut hingga ke Kabupaten Serang. Ia mempertanyakan dari mana uang Arsin.
Kholid juga berharap Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dipecat. Sakti dianggap tidak mampu menjaga bidang lahan daerah pesisir maupun pulau terluar yang sudah banyak dicaplok oleh korporasi.
“Arsin hanya penjahat kecil. Negara takut sama Aguan biar urusannya sama saya,” tegasnya.
Sementara itu, jurnalis lingkungan Sapariah Saturi dari Mongabay mengungkapkan, pentingnya peran media dalam mengawal isu-isu lingkungan, terutama proyek yang berdampak luas terhadap masyarakat. Media massa bersama publik dapat mempertanyakan kepada KKP mengapa kasus pagar laut di Tangerang hanya menyeret aktor-aktor lokal sebagai tersangka.
“Pebisnis padahal sudah muncul. Kita bisa terus menguliti, menagih. Kenapa KKP jadi selembek, dan kenapa aktor besar tidak ditangkap,” ujarnya.
Kerja-kerja jurnalistik, lanjut Sapariah, tidak dapat dilakukan sendirian. Media massa mesti saling berkolaborasi tukar informasi.
“Ini persoalan bersama. Di Tangerang, Batam dan lain-lain ini masalah bersama. Kalau media berjejaring bisa lebih cepat menangkal isu-isu tandingan yang dibuat pengusaha,” ungkpanya.
Diskusi ini juga menyoroti bagaimana proyek pagar laut dapat menjadi bagian dari tren privatisasi ruang laut, yang lebih menguntungkan pemilik modal dibanding masyarakat lokal.
Acara ini merupakan bagian dari upaya AJI Jakarta Biro Banten dalam mengawal isu-isu lingkungan dan hak masyarakat pesisir.
AJI Jakarta Biro Banten berharap diskusi ini dapat meningkatkan kesadaran publik serta mendorong kebijakan yang lebih adil dan berpihak pada nelayan serta lingkungan.