Makna dalam Perspektif Abdul Wahid al-Faizin
Menurut Abdul Wahid al-Faizin, penulis buku “Sepenggal Cerita Sejuta Makna”, “Insya Allah” adalah lafaz sederhana namun penuh makna. Ia melihat kata ini sebagai bukti kuatnya akidah seseorang yang meyakini bahwa segala yang terjadi di masa yang akan datang adalah berkat kehendak Allah SWT.
“Insya Allah merupakan bentuk pasrah dan tawakal seorang hamba atas terlaksananya sesuatu yang telah ditekadkan,” jelas al-Faizin, mencermati firman Allah SWT dalam surah Ali Imran ayat 159.
Pesan Abdul Wahid al-Faizin tentang Pembelajaran dari “Insya Allah”
Menurut al-Faizin, pendidikan vokasi harus mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi di dunia usaha dan industri (DUDI). “Ketika industri bergerak, pendidikan vokasi tidak boleh hanya ikut-ikutan. Kita tidak bisa terus kejar-kejaran dengan industri,” tandasnya.
Ia mengingatkan bahwa kata “Insya Allah” bukan sekadar harapan atau kata-kata kosong, melainkan sebuah sikap pasrah dan tawakal terhadap kehendak Allah. Menurutnya, lulusan pendidikan vokasi harus lebih dari sekadar pekerja yang siap kerja; mereka harus mampu menjadi penyelesai masalah, memiliki kemampuan “learning how to learn and learning how to think.”
Menghormati Waktu dengan Menyebut “Insya Allah”
Mengucapkan “Insya Allah” juga termasuk perintah Allah SWT, seperti yang disampaikan dalam Al-Qur’an (QS Al Kahfi: 23-24). Dalam ayat tersebut, Allah meminta agar manusia tidak menyatakan dengan pasti akan melakukan sesuatu besok tanpa menyertakan “Insya Allah”. Hal ini sebagai bentuk menghormati waktu dan menyadarkan bahwa segala rencana bergantung pada kehendak Allah.
Nasihat M. Quraish Shihab tentang “Insya Allah”
Menurut M. Quraish Shihab, “Insya Allah” tidak boleh diucapkan dengan maksud hanya menggantungkan kegiatan pada Allah tanpa melakukan usaha apapun. Kata “Insya Allah” seharusnya diucapkan setelah menanamkan tekad untuk melakukannya, sambil tetap menyadari bahwa keberhasilan tergantung pada kehendak Allah.
“Jadi, kalau istilah ulama-ulama itu li tabarruk–untuk mendapat keberkahan saja. Bukan menjadikan syarat untuk melakukan kegiatan,” tutur M. Quraish Shihab.
Dengan demikian, “Insya Allah” bukan hanya sebuah kata, tetapi juga sebuah sikap yang mencerminkan keyakinan, pasrah, dan tawakal terhadap kehendak Allah SWT. (AR)