linimassa.id – Tahu hewan jalalah? Pada hadis Nabi terdapat suatu istilah hewan jalalah yaitu hewan yang halal dimakan, tetapi dilarang untuk dimakan jika hewan tersebut makanan utamanya berasal dari kotoran dan najis.
Hewan jalalah ini bisa berupa hewan berkaki empat, hewan berkaki dua (unggas), hewan tidak berkaki (ikan).
Hewan jalalah adalah hewan seperti unta, sapi, kambing atau ikan yang mengonsumsi yang najis –atau mayoritas konsumsinya najis-.
Para ulama berpendapat, daging atau susu dari hewan jalalah tidak boleh dikonsumsi. Yang berpendapat seperti ini adalah Imam Ahmad (dalam salah satu pendapatnya) dan Ibnu Hazm. Dasar pelarangan hal ini adalah hadits Ibnu ‘Umar,
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ أَكْلِ الْجَلاَّلَةِ وَأَلْبَانِهَا.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari mengkonsumsi hewan jalalah dan susu yang dihasilkan darinya.” (HR. Abu Daud no. 3785 dan At Tirmidzi no. 1824. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Hewan al jalalah bisa dikonsumsi lagi apabila bau-bau najisnya hilang setelah diberi konsumsi makanan yang bersih, inilah pendapat yang shahih.
Riwayat dari para salaf, di antara mereka memberikan rentan waktu hewan al jalalah tadi diberi makan yang bersih-bersih sehingga bisa halal dimakan kembali. Ada riwayat Ibnu Abi Syaibah dari Ibnu ‘Umar,
أَنَّهُ كَانَ يَحْبِس الدَّجَاجَة الْجَلَّالَة ثَلَاثًا
“Ibnu ‘Umar mengkarantina (memberi makan yang bersih-bersih) pada ayam jalalah selama tiga hari.” Dikeluarkan pula oleh All Baihaqi dengan sanad yang bermasalah dari ‘Abdullah bin ‘Amr secara marfu’ (dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang menyatakan bahwa hewan al jalalah tidaklah dikonsumsi sampai hewan tersebut diberi makan yang bersih selama 40 hari. –Demikian yang dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Bari.
Hewan jalalah ini juga bisa terdapat pada ikan seperti lele yang biasa diberi pakan berupa kotoran tinja. Jika diketahui demikian, sudah seharusnya ikan semacam itu tidak dikonsumsi kecuali jika ikan tersebut kembali diberi pakan yang bersih-bersih.
Allah SWT menciptakan apa yang ada di bumi dan seisinya untuk dimanfaatkan bagi manusia, termasuk untuk dimakan.
Berbagai macam binatang darat dan laut yang mengandung nilai protein dan gizi siap memenuhi kebutuhan hidup manusia. Belum lagi adanya sayur-mayur dan buah-buahan yang memberi keseimbangan terhadap apa yang sudah dikonsumsi dari hewan.
Saleh Al Fauzan dalam bukunya, Fikih Sehari-hari menjelaskan, hukum semua makanan adalah halal. Saleh pun mengutip pendapat Imam Ibnu Taimiyah yang mengatakan bahwa asal usul makanan adalah halal.
Dalam kaidah fikih, binatang yang mengonsumsi najis disebut jalalah. Imam al-Khatthabi mengatakan, jalalah adalah seekor unta yang memakan kotoran (jallah).
Daging dan air susunya makruh dikonsumsi untuk menjaga kesucian dan kebersihan. Kemakruhan terjadi apabila unta yang memakan kotoran tersebut mengeluarkan bau busuk kotoran yang menyengat dari dagingnya.
Hal ini jika kebanyakan pangannya berasal dari kotoran. Adapun jika hewan itu digembala di padang rumput, ia memakan biji-bijian dan sedikit kotoran yang menempel pada pangannya, maka hewa itu tidak termasuk jalalah.
Sebagaimana halnya ayam dan binatang-binatang lain yang memakan sedikit kotoran. Maka hewan ini tidak dimakruhkan untuk dikonsumsi.
Dari Abdullah bin Amr secara marfu, bahwasanya tidak boleh hewan jalalah itu dimakan hingga diberi pangan rumput selama 40 hari. Rasulullah pun melarang menjualbelikan sesuatu yang haram. Kaidah fikih pun berlaku, manakala bercampur yang halal dengan yang haram, maka dimenangkan yang haram.
Dalam hal ini, Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberi fatwa, hewan ternak yang diberikan pakan barang atau unsur bahan baku yang najis tetapi kadarnya sedikit atau tidak lebih banyak dari bahan bakunya, maka hewan itu hukumnya halal dikonsumsi, baik daging maupun susunya.
Hewan ternak tersebut jika diberikan produk pakan dari hasil rekayasa produk haram akan tetapi tidak menimbulkan dampak perubahan rasa, bau, serta tidak membahayakan konsumen, maka hukumnya halal.
Sebaliknya, jika menimbulkan rasa dan bau serta membahayakan konsumen maka hukumnya haram.
Berhati-hati terhadap makanan haram ya. Sebisa mungkin hewan jalalah seperti ini dihindari untuk dikonsumsi. (Hilal)