Linimassa.id – Hari Bakti TNI Angkatan Udara yang diperingati setiap 29 Juli, tahun ini adalah peringatan ke-77. Tahun ini mengangkat tema “Meneladani Patriotisme para Pendahulu, TNI AU Siap Mewujudkan Angkatan Udara yang Adaptif, Modern, Profesional, Unggul, dan Humanis untuk Indonesia Maju”.
Tema ini diambil sebagai pelecut semangat kepahlawanan para pejuang yang telah gugur. Pada perayaan Hari Bakti TNI AU ini, prajurit bertekad terus memperjuangkan semangat para pahlawa demi tanah air.
Peringatan ini tidak terlepas dari dua peristiwa bersejarah pada masa penjajahan Belanda. Laman detikJatim menyebut, peringatan Hari Bakti TNI AU mencerminkan nilai-nilai perjuangan prajurit TNI AU tanpa pamrih. Peringatan ini juga untuk mengenang jasa dan pengorbanan pejuang.
Dilansir dari situs resmi TNI AU, peringatan Hari Bakti TNI AU dilatarbelakangi dua peristiwa penting di masa lalu.
Berawal dari Belanda yang melanggar Perjanjian Linggajati dan melancarkan Agresi Belanda I pada 21 Juli 1947. Belanda menyerang seluruh wilayah Indonesia, termasuk pangkalan Udara.
Hal ini membuat semangat pasukan Indonesia tumbuh semangat untuk membalasnya.
Bambang Saptoadji, Suharnoko Harbani, Sutardjo Sigit, dan Mulyono kemudian merencanakan serangan balasan.
Para pemimpin AU lalu Menyusun strategi dengan perhitungan matang mengingat keterbatasan penerbang dan kesiapan pesawat.
Pada 29 Juli 1947 pagi hari, pesawat Guntei yang dipiloti Kadet Udara I Mulyono bersama air gunner Sersan Udara Dulrahman menyerang Semarang.
Mereka membawa 400 kg bom dan dua pucuk senapan mesin di sayap dan satu senapan mesin di belakang penerbang.
Sementara dua pesawat Cureng dipiloti Kadet Udara Sutardjo Sigit bersama air gunner Sersan Udara Sutardjo; dan Kadet Udara I Suharnoko Harbani dengan air gunner Sersan Udara Kaput menyerang Salatiga.
Masing-masing pesawat membawa bom 50 kg yang digantungkan pada setiap sayap dan air gunner memangku peti-peti berisi bom-bom bakar.
Tepat di atas sasaran markas Belanda di Semarang, pesawat Guntei mulai melepaskan bom-bom yang dibawa, begitu juga pesawat Cureng yang dipiloti Sutardjo mulai melepaskan bom-bom dan melempar bom-bom bakar ke bangunan-bangunan yang menjadi markas tentara Belanda.
Namun, pesawat Cureng yang dipiloti Suharnoko yang seharusnya menyerang Salatiga melampaui jalur penerbangan dari rencana semula. Ia pun menganalisa bahwa di bawahnya adalah Ambarawa yang telah diduduki Belanda. Air gunner pun melempar bom-bom bakar di atas kota Ambarawa.
Pesawat kemudian kembali ke pangkalan dan menyembunyikan pesawat di bawah pohon. Keberhasilan para awak pesawat TNI AU dalam operasi udara ini menjadi kebanggaan. Bagi AU, serangan udara ini merupakan operasi udara pertama AURI sejak pembentukannya pada 9 April 1946.
Namun, pada hari yang sama, terjadi peristiwa besar kedua. Pada sore hari, pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan dari Palang Merah Malaya untuk Palang Merah Indonesia ditembak jatuh pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk milik Belanda saat akan mendarat di Pangkalan Udara Maguwo.
Akibat tembakan tersebut, pesawat Dakota VT-CLA terbakar dan jatuh di pematang sawah Desa Ngoto, Yogyakarta.
Tiga perintis AU yang berada di dalam pesawat, yaitu Komodor Muda Udara Agustinus Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrachman Saleh, dan Opsir Udara I Adi Sumarmo Wirjokusumo gugur.
Atas dua peristiwa bersejarah itu, sejak tanggal 29 Juli 1955 diperingati sebagai Hari Berkabung AURI. Namun, pada tanggal 29 Juli 1962 diubah menjadi Hari Bakti TNI AU. Sementara lokasi jatuhnya pesawat Dakota dibangun Monumen Ngoto, yang berubah nama menjadi Monumen Perjuangan TNI Angkatan Udara pada 17 Juli 2000. (Hilal)