linimassa.id – Sosok satu ini, keberadaannya tidak bisa dipisahkan dari cerita-cerita bangsa Melayu. Ya, Hang Tuah.
Hang Tuah merupakan seorang tokoh legendaris Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Malaka pada masa pemerintahan Sultan Mansur Shah pada abad ke-15.
Namun, keberadaannya masih diragukan, bahkan mungkin ia adalah tokoh fiktif. Dia dianggap sebagai laksamana, seorang diplomat dan ahli silat yang hebat.
Hang Tuah adalah tokoh pejuang yang paling terkenal dalam sastra Melayu. Namun, dia adalah sosok yang agak kontroversial dan ada banyak perselisihan tentang kesejarahan faktual cerita Hang Tuah.
Biografi
Dilansir dari berbagai sumber, figur dan kisah Hang Tuah bisa ditemukan dalam Hikayat Hang Tuah maupun Sejarah Melayu.
Masa Kecil Hang Tuah diperkirakan lahir pada 1444 di Malaka (kini Malaysia), dan merupakan putra dari pasangan Hang Mahmud serta Dang Merdu Wati.
Saat kecil dia bekerja sebagai penebang di toko orangtuanya, di mana pemahaman akan konsep spiritual maupun jiwa petarungnya sudah mulai terlihat.
Saat berusia 10 tahun, Hang Tuah belajar silat kepada seorang guru bernama Adi Putera yang tinggal di puncak gunung bersama empat sahabatnya, Hang Kasturi, Hang Jebat, Hang Lekir, dan Hang Lekiu.
Dengan bimbingan dari Adi Putera, Hang Tuah dan keempat temannya tersebut mendapatkan pelajaran mulai dari bela diri hingga meditasi.
Kisahnya mulai dikenal ketika sekelompok perompak melakukan mengamuk dan menyerang sebuah desa, menuai respon dari Bendahara (setara Perdana Menteri) Malaka Tun Perak.
Bersama para pengawalnya, Tun Perak berusaha untuk memadamkan serbuan itu. Namun, upaya tersebut malah membuatnya menjadi sasaran para bajak laut. Para pengawal Tun Perak melarikan diri ketika Hang Tuah dan empat temannya melihatnya.
Mereka segera menuju tempat Tun Perak dan mengalahkan perompak tersebut. Tun Perak yang terkesan dengan keberanian kelima pemuda itu menawarkan untuk mengajak mereka bergabung menjadi anggota pasukan kerajaan.
Dia membawa mereka ke hadapan ayah Mansur Shah, Sultan Muzaffar Shah. Seiring waktu, mereka memperoleh kenaikan pangkat dan dikenal sebagai anggota terkuat pengawal kerajaan.
Karir Hang Tuah sebagai Laksamana berisi berbagai kisah tentang kesetiannya kepada Sultan melalui Sejarah Melayu maupun Hikayat Hang Tuah. Dia menjadi pengawal terpercaya Sultan yang sering menemaninya dalam kunjungan kenegaraan.
Salah satu kisah terkenal terjadi di Majapahit. Dalam kunjungan ke kerajaan yang berpusat di Jawa Timur itu, seorang pendekar bernama Taming Sari menantang Hang Tuah untuk berduel. Setelah duel yang berlangsung brutal itu, Hang Tuah menang dengan Raja Singhavikramavardhana memberikannya Keris Taming Sari, sesuai nama pendekar yang dikalahkannya.
Salah satu kisah lain adalah pertarungan Hang Tuah dengan sahabatnya yang paling dekat, Hang Jebat yang berakhir dengan kematian sang sahabat.
Loyalitas dan popularitas Hang Tuah kepada sultan membuatnya dilanda rumor tak sedap bahwa dia menjalin hubungan khusus dengan salah satu selir.
Sultan yang mendengarnya langsung menjatuhkan hukuman mati tanpa mengadakan sidang. Namun, hukuman mati itu tak terlaksana karena Bendahara lebih memilih menyembunyikannya di kawasan terpencil.
Yakin sahabatnya dibunuh dengan tidak adil, Hang Jebat memutuskan balas dendam dengan memberontak dan menyerbu gedung pengadilan kerajaan. Sultan tak mampu mencegah dengan para pendekar pun tak ada yang berani menantang ksatria berbakat seperti Hang Jebat, hingga Bendahara angkat bicara.
Bendahara berkata Hang Tuah masih hidup sehingga Sultan memutuskan memanggilnya dan memberi pengampunan penuh dengan perintah membunuh Hang Jebat.
Setelah pertarungan selama tujuh hari, Hang Tuah bisa menipu Hang Jebat untuk merebut kembali Keris Taming Sari, dan digunakan menikam sahabatnya tersebut.
Meski sudah ditikam, Hang Jebat masih bisa membebat lukanya dan mengamuk selama tiga hari di pusat kota, membunuh ribuan orang sebelum kembali ke rumah Hang Tuah, dan tewas di pelukan sahabatnya itu.
Kematian Hang Tuah tetap mengabdi di Malaka setelah kematian Hang Jebat. Di masa tuanya, dia diperintahkan untuk meminang bagi Sultan Putri Gunung Ledang.
Dia sepakat menikah dengan Sultan jika berhasil memenuhi sejumlah permintaan. Di antaranya tujuh guci air mata perawan maupun tujuh nampan nyamuk.
Hang Tuah yang paham tugasnya tak masuk akal merasa telah mengecewakan rajanya, dan memutuskan membuang kerisnya ke sungai.
Dia bersumpah bakal kembali ke Malaka jika keris tersebut menyembul ke permukaan, yang nyatanya tidak pernah terjadi.
Dalam salah satu sumber dikatakan dia lenyap di udara. Sumber lain berkata Hang Tuah dikuburkan di Tanjung Kling yang terletak di Malaka.
Sementara harian Utusan pada Januari 2016 melaporkan berdasarkan keterangan sejarawan setempat, Hang Tuah pergi ke Palembang setelah bertengkar dengan Sultan Mahmud, dan meninggal di sana.
Penggambaran Hang Tuah dari beberapa versi Sulalatus Salatin berbeda, ada yang menyebutkan bahwa ia dahulunya adalah seorang nelayan miskin. Hang Tuah ialah seorang pahlawan legenda berbangsa Melayu pada masa pemerintahan Kesultanan Melaka pada abad ke-15 (Kesultanan Melayu Melaka) bermula pada abad ke-15.
Pada masa mudanya, Hang Tuah beserta empat teman seperjuangannya, Hang Jebat, Hang Kasturi, Hang Lekir, dan Hang Lekiu membunuh sekelompok bandit-bandit dan dua orang yang berjaya menghancurkan desa dengan amarahnya.
Bendahara (sederajat dengan Perdana Menteri dalam sistem pemerintahan sekarang) dari Melaka mengetahui kehebatan mereka dan mengambil mereka untuk berkerja di istana.
Semasa ia bekerja di istana, Hang Tuah telah menemani Sultan Mansur Syah dalam berbagai tugas kenegaraan. Dalam kunjungan diplomatik ke Majapahit, Hang Tuah berduel dengan seseorang petarung dari Jawa yang terkenal dengan sebutan Taming Sari. Dalam duel tersebut Hang Tuah berhasil membunuh Taming Sari, dan keris peninggalan Taming Sari lalu dianugerahkan oleh Raja Suraprabhawa kepada Hang Tuah.
Hang Tuah pernah dituduh berzina dengan pelayan Raja, dan di dalam keputusan yang cepat, Raja menghukum mati Laksamana yang tidak bersalah. Namun, hukuman mati tidak pernah dikeluarkan, karena Hang Tuah dikirim ke sesebuah tempat yang jauh untuk bersembunyi oleh Bendahara.
Setelah mengetahui bahwa Hang Tuah akan mati, teman seperjuangan Hang Tuah, Hang Jebat, dengan murka ia membalas dendam melawan raja, mengakibatkan semua rakyat menjadi kacau-balau.
Raja menyesal menghukum mati Hang Tuah, karena dialah satu-satunya yang dapat diandalkan untuk membunuh Hang Jebat.
Secara tiba-tiba, Bendahara memanggil kembali Hang Tuah dari tempat persembunyiannya dan dibebaskan secara penuh dari hukuman raja. Setelah tujuh hari bertarung, Hang Tuah merebut kembali keris Taming Sarinya dari Hang Jebat, dan membunuhnya. Setelah teman seperjuangannya gugur, Hang Tuah menghilang dan tidak pernah terlihat kembali.
Abadi
Kehebatan Hang Tuah, menginspirasikan masyarakat untuk tetap mengabadikan namanya. Selain digunakan untuk nama jalan, namanya juga dikaitkan dengan sesuatu yang berhubungan dengan bahari.
Nama Hang Tuah digunakan untuk beberapa institusi pendidikan kemaritiman, antara lain Universitas Hang Tuah di Surabaya serta Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran Hang Tuah di Kediri Jawa Timur. Selain itu salah satu kapal perang Indonesia, juga menggunakan namanya yaitu, KRI Hang Tuah. Klub Indonesia Basketball League (IBL) juga menggunakan nama ini. (Hilal)