linimassa.id – Teknologi menggerus apapun yang menjadi kebiasaan di masa lampu. Salah satunya mainan gasing atau juga disebut gangsing.
Gangsing atau gasing merupakan permainan tradisional yang terdapat di sejumlah daerah di Indonesia.
Gasing adalah permainan yang berputar pada porosnya serta memiliki keseimbangan pada satu titik. Saat ini, banyak masyarakat yang tidak mengenali permainan gangsing, kecuali di daerah yang menganut tradisi tertentu.
Gasing dapat digunakan sebagai sarana perlombaan, permainan, bahkan peramalan nasib.
Ini adalah mainan yang bisa berputar pada poros dan berkesetimbangan pada suatu titik. Gasing merupakan mainan tertua yang ditemukan di berbagai situs arkeologi dan masih bisa dikenali.
Selain merupakan mainan anak-anak dan orang dewasa, gasing juga digunakan untuk berjudi dan ramalan nasib.
Sebagian besar gasing dibuat dari kayu, walaupun sering dibuat dari plastik, atau bahan-bahan lain. Kayu diukir dan dibentuk hingga menjadi bagian badan gasing.
Tali gasing umumnya dibuat dari nilon, sedangkan tali gasing tradisional dibuat dari kulit pohon. Panjang tali gasing berbeda-beda bergantung pada panjang lengan orang yang memainkan.
Berbagai Daerah
Gerakan gasing berdasarkan efek giroskopik. Gasing biasanya berputar terhuyung-huyung untuk beberapa saat hingga interaksi bagian kaki (paksi) dengan permukaan tanah membuatnya tegak.
Setelah gasing berputar tegak untuk sementara waktu, momentum sudut dan efek giroskopik berkurang sedikit demi sedikit hingga akhirnya bagian badan terjatuh secara kasar ke permukaan tanah.
Gasing merupakan salah satu permainan tradisional Nusantara, walaupun sejarah penyebarannya belum diketahui secara pasti.
Di wilayah Kepulauan Tujuh (Natuna), Kepulauan Riau, permainan gasing telah ada jauh sebelum penjajahan Belanda. Sedangkan di Sulawesi Utara, gasing mulai dikenal sejak 1930-an.
Permainan ini dilakukan oleh anak-anak dan orang dewasa. Biasanya, dilakukan di pekarangan rumah yang kondisi tanahnya keras dan datar. Permainan gasing dapat dilakukan secara perorangan ataupun berkelompok dengan jumlah pemain yang bervariasi, menurut kebiasaan dan peraturan di daerah masing-masing.
Hingga kini, gasing masih sangat populer dilakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Bahkan warga di kepulauan Riau rutin menyelenggarakan kompetisi. Sementara di Demak, biasanya gasing dimainkan saat pergantian musim hujan ke musim kemarau. Masyarakat Bengkulu ramai-ramai memainkan gasing saat perayaan Tahun Baru Islam, 1 Muharram.
Sejarah
Kata gangsing atau gangsing berasal dari dua suku kata, yaitu gang dan sing. Gang artinya lorong atau lokasi, dan sing artinya suara. Sehingga secara keseluruhan, gangsing berarti permainan yang dimainkan di tempat kosong dan mengeluarkan bunyi.
Tidak ada yang mengetahui secara pasti mengenai asal-usul gangsi. Namun, banyak cerita yang muncul tentang asal-usul permainan tradisional ini.
Ada pendapat gangsing berasa dari China yang menyebar ke Austronesia, seperti Afrika, Amerika, dan Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Karena alasan itu, negara tersebut ditemukan beragam permainan gasing.
Pendapat lain mengatakan bahwa gasing muncul pada wilayah yang memiliki ketersediaan sumber daya alam.
Pendapat berbeda menyebutkan bahwa gasing lekat dengan kebudayaan Melayu, dari Semanjung Melayu hingga Kalimantan. Bahkan, gasing telah ada sejak Kesultanan Samudera Pasai di Aceh pada abad ke-12 sejalan dengan perkembangan Islam di Indonesia.
Permainan gasing juga diyakini berasal dari permainan anak-anak yang menggunakan telur sebagai gasing. Telur diputar yang bertahan lama itulah pemenangnya. Kemudian, gasing ditukar dalam bentuk kayu dengan bentuk bulat dan lancip lalu diberi tali supaya bisa berputar lebih kencang.
Variasi
Sejumlah daerah memiliki istilah berbeda untuk menyebut gasing. Masyarakat Jawa Barat dan DKI Jakarta menyebutnya gangsing atau panggal.
Masyarakat Lampung menamainya pukang, warga Kalimantan Timur menyebutnya begasing, sedangkan di Maluku disebut Apiong dan di Nusa Tenggara Barat dinamai Maggasing.
Hanya masyarakat Jambi, Bengkulu, Sumatera Barat, Tanjungpinang dan Kepulauan Riau yang menyebut gasing.
Nama maggasing atau aggasing juga dikenal masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Di daerah Lombok disebut gansing. Sedangkan masyarakat Bolaang Mongondow di daerah Sulawesi Utara mengenal gasing dengan nama Paki.
Orang Jawa Timur menyebut gasing sebagai kekehan. Sedangkan di Yogyakarta, gasing disebut dengan dua nama berbeda. Jika terbuat dari bambu disebut gangsingan, dan jika terbuat dari kayu dinamai pathon.
Bentuk
Gasing memiliki beragam bentuk, tergantung daerahnya. Ada yang bulat lonjong, ada yang berbentuk seperti jantung, kerucut, silinder, juga ada yang berbentuk seperti piring terbang. Gasing terdiri dari bagian kepala, bagian badan dan bagian kaki (paksi). Namun, bentuk, ukuran dan bagian gasing berbeda-beda menurut daerah masing-masing.
Gasing di Ambon (apiong) memiliki kepala dan leher. Namun umumnya, gasing di Jakarta dan Jawa Barat hanya memiliki bagian kepala dan paksi yang tampak jelas, terbuat dari paku atau logam. Sementara paksi gasing Natuna, tidak tampak.
Gasing dapat dibedakan menjadi gasing adu bunyi, adu putar dan adu pukul.
Umumnya, permainan gasing adalah terbuat dari kayu yang dimainkan dengan menggunakan tali yang terbuat dari kulit pohon. Gasing dibuat menggunakan kayu pilihan dengan ciri berupa kayu keras dan kuat. Namun sekarang untuk mencari bahan gasing yang baik sangat sulit, sehingga beberapa kayu dilem menjadi satu. Kayu yang digunakan, seperti mahoni, cemara,tanduk, serta lemo.
Mainan ini memiliki beragam bentuk, seperti gasing paku berindu, gasing kayu, gasing buah parah, gasing bambu, gasing alumunium, maupun gasing pinang.
Gasing kayu merupakan gasing yang berbentuk seperti buah bengkuang, di bagian atasnya diberi kepala sebagai tempat pemutar tali dan di bagian bawahnya diberi paku atau besi. Gasing buah parah terbuat dari biji karet yang kerap disebut buah parah oleh Suku Melayu Bengkulu.
Gasing bambu terbuat dari bambu. Gasing pinang terbuat dari buah pinang dan lidi bambu. Sedangkan, gangsing alumunium yang lebih moderen terbuat dari alumunium dan benang.
Mainan gasing di tengah masyarakat mulai kurang dikenal. Permainan gasing banyak muncul di berbagai festival maupun tradisi.
Kalimantan Barat menggunakan gasing sebagai ajang perlombaan gasing. Di Bali Utara, lomba gangsing dilakukan di daerah desa Gobleg. Gangsing digunakan sebagai perekatan antara desa. Di Bengkulu, gasing dimainkan menjelang 1 Muharram, sedangkan di Demak dimainkan untuk memohon hujan.
Cara Main
Cara memainkan gasing, tidaklah sulit. Yang penting, pemain gasing tidak boleh ragu-ragu saat melempar gasing ke tanah.
- Gasing dipegang di tangan kiri, sedangkan tangan kanan memegang tali.
- Lilitkan tali pada gasing, mulai dari bagian paksi sampai bagian badan gasin, lilit kuat sambil berputar.
- Lempar gasing ke tanah.
- Gasing yang dilempar akan berputar untuk beberapa saat hingga interaksi kakinya dengan permukaan tanah membuatnya tegak lalu berputar untuk beberapa waktu. Lama-lama putaran semakin memelan dan momentum sudut dan efek giroskopik berkurang, hingga akhirnya badan gasing jatuh ke permukaan tanah.
Cara Memainkan Gasing Gasing dapat dimainkan dengan cara yang sederhana. Cara memainkan gasing adalah tali dililitkan di bagian atas gasing, kemudian gasing dilempar dan akan berputar karena tali ditarik kembali setelah dilempar.
Gasing akan berputar mengikuti ikatan tali itu. Biasanya, gasing dimainkan secara berkelompok atau satu lawan satu. Gasing yang paling lama berputar adalah pemenangnya. (Hilal)