linimassa.id – Pasti kerap mendengar kata in ikan, startup? Kata startup berasal dari serapan dari Bahasa Inggris yang berarti bisnis yang baru saja dirintis atau bisnis rintisan.
Startup adalah perusahaan rintisan yang belum lama beroperasi. Dengan kata lain, startup artinya perusahaan yang baru masuk atau masih berada pada fase pengembangan atau penelitian untuk terus menemukan pasar meupun mengembangkan produknya.
Saat ini, istilah perusahaan startup biasanya mengacu pada perusahaan-perusahaan yang layanan atau produknya berbasiskan teknologi.
Perusahaan startup adalah salah satu contoh bisnis yang menunjukkan pesatnya perkembangan ekonomi digital dalam beberapa tahun terakhir. Pesatnya perkembangan startup, seringkali menciptakan disrupsi ekonomi.
Tak dapat dipungkiri, perusahaan ini bisa dibilang mampu mengiringi pertumbuhan teknologi informasi yang begitu cepat.
Sebuah usaha bisa disebut sebagai startup kalau memiliki minimal 3 faktor yaitu pendiri atau founder, investor atau pemilik dana, dan produk atau layanan.
Startup kemudian bisa menjadi kategori unicorn apabila nilai korporasinya sudah melebihi 1 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 14 triliun (kurs Rp 14.000).
Startup belum tentu bisa berhasil bahkan menjadi unicorn tanpa investor yang disebut sebagai angel investor atau malaikat pemberi dana.
Angel investor adalah pihak yang paling awal berinvestasi dan berani mengambil risiko terhadap konsep produk startup dengan catatan saat investor lain belum berani melakukannya.
Secara masuk paling awal, angel investor biasanya menuntut detail dan akurasi terhadap produk antara lain aplikasi startup, strategi pasar, dan target pasar.
Saat startup yang didanai berhasil, maka angle investor akan jadi pemegang saham terbesar. Sebaliknya jika gagal maka dana yang sudah digelontorkan akan lenyap begitu saja.
Sedikitnya ada lima startup yang masuk dalam kasta tertinggi dan telah “naik kelas” dari status startup, seperti unicorn, decacorn, dan hectocorn, yang dinilai dari segi valuasinya.
Jika unicorn minimal memiliki valuasi 1 miliar dollar AS, maka decacorn adalah startup dengan valuasi mencapai 10 miliar dollar AS. Adapun hectocorn merupakan startup dengan valuasi 100 miliar dollar AS.
Istilah ini pertamakali diciptakan pada 2013 oleh Aileen Lee, seorang pemodal ventura yang banyak menggelontorkan untuk para startup. Ia memilih hewan mitos ini karena perusahaan yang sukses seperti ini tergolong langka.
Contoh startup Sejumlah startup di Indonesia sudah melampaui angka unicorn, bahkan sebagian sudah bisa dikatakan masuk sebagai decacorn. Startup-startup tersebut antara lain Gojek, Tokpedia, OVO, Bukalapak, Traveloka, dan Shopee.
Bidang yang digeluti startup tersebut pun bervariasi, mulai dari keuangan, pemasaran, pelayanan, ritel, sampai video games.
Jumlah ini bisa saja bertambah seiring dengan perkembangan teknologi yang ada. Sejauh ini, belum ada cetak biru yang bisa disepakati bersama untuk menentukan valuasi perusahaan startup.
Apalagi banyak perusahaan startup yang merahasiakan jumlah pendanaan yang masuk. Valuasi startup adalah bisa didasarkan pada persetujuan antara founder dengan investor dengan mempertimbangkan besaran penjualan atau catatan transaksi lainnya, jumlah pengguna atau pasar, potensi di masa depan, dan tentunya jumlah pendanaan dari investor.
Sekarang ini sudah ada ribuan lokal yang berdiri di Indonesia. Potensi pengguna internet Indonesia yang semakin naik dari tahun ke tahun tentunya merupakan suatu lahan basah untuk mendirikan sebuah startup.
Pertumbuhan perusahaan startup artinya semakin pesat bak jamur di musim hujan dengan kehadiran investor lokal dan asing.
Beberapa perusahaan besar diketahui melakukan investasi jor-joran pada perusahaan startup lewat pembentukan perusahaan ventura. Perbedaan startup dengan perusahaan konvensional baik startup maupun perusahaan konvensional sebenarnya tidak ada perbedaan jika dilihat dari aspek legal.
Semua perusahaan, baik startup maupun perusahaan konvensional adalah berbadan hukum.
Pertumbuhan perusahaan adalah tujuan utama dari startup meski perusahaan harus terus membakar uang di periode awal. Perusahaan konvensional lazimnya berdiri untuk sesegera mungkin fokus bisa mendapatkan profit.
Tujuannya untuk memberikan keuntungan kepada pemiliknya. Pendanaan Founder startup relatif hanya mengeluarkan dana saat merintis bisnis dengan harapan ada investor yang datang untuk memberikan dana segar, jika dipercaya investor, startup bisa menerima dana jutaan hingga miliaran dollar.
Perusahaan konvensional pendanaannya berasal dari satu atau lebih pemilik perusahaan, di mana pendanaan juga bisa berasal dari hasil profit yang diputar kembali.
Ciri-Ciri Perusahaan startup antara lain, usia bisnis kurang dari 3 tahun, inovatif & disruptif, berkaitan dengan teknologi, bersifat fleksibel, jumlah karyawan relatif sedikit, dan terdapat investor.
Sejarah Perkembangan startup
Awalnya, perusahaan startup mulai dikenal pada tahun 1998 hingga 2000 di Amerika Serikat. Pada waktu itu, eksistensi internet sedang berada di puncak dan dinilai menjanjikan untuk masa depan, sehingga banyak perusahaan berbasis teknologi yang berdiri.
Untuk menguatkan identitas startup, banyak perusahaan yang menggunakan nama dengan awalan E atau akhiran dot-com.
Akhirnya, muncullah fenomena gelembung dot-com di Amerika Serikat. Hal ini tentu memicu timbulnya persaingan yang kuat antar perusahaan.
Nah, sebagai salah satu strategi agar tetap eksis dan bisa dikenal oleh khalayak umum, perusahaan mulai membakar uang untuk memasang iklan, memberikan promo, dan bahkan layanan gratis.
Sayangnya, strategi ini tidak memberikan dampak baik dan justru membuat banyak perusahaan startup yang bangkrut.
Namun, tidak butuh waktu lama, perusahaan startup kembali muncul dan berkembang pesat bahkan hingga ke negara lain, termasuk Indonesia.
Perusahaan startup di Indonesia sendiri mulai berkembang seiring dengan meningkatnya penggunaan internet dan digital.
Ke depannya, perusahaan startup di Indonesia diprediksi dapat menyumbang pertumbuhan ekonomi digital lebih tinggi.
Bahkan, jika perusahaan memiliki strategi bisnis yang matang, eksistensinya juga akan semakin kuat di pasar.
Bukan hanya untuk pelanggan, arah bisnis startup ke depannya juga diprediksi masuk ke ranah business to business (B2B).
Perbedaan Startup dan Perusahaan Konvensional
Secara umum, perusahaan startup tidak jauh berbeda dengan yang konvensional. Meski demikian, terdapat beberapa aspek yang membedakan keduanya.
Pmbeda badan usaha konvensional dan perusahaan startup antara lain struktur organisasi. Dalam perusahaan startup, pihak yang memiliki kontrol atas kegiatan operasional dan bisnis adalah founder serta pihak manajemen. Investor hanya akan terlibat dalam pembuatan keputusan strategis.
Sementara itu, investor pada perusahaan investor banyak yang masuk dalam manajemen dan ikut serta mengontrol bisnis.
Selain itu, proses pendanaan. Pendanaan perusahaan konvensional biasanya hanya datang dari satu sumber dan akan digunakan terus untuk ke depannya.
Pihak pendanaan perusahaan startup adalah founder atau pemiliknya. Namun, seiring dengan agenda pengembangan bisnis, founder akan mencari investor untuk pendanaan lebih lanjut.
Tujuan perusahaan juga menjadi pembeda. Perusahaan startup lebih berfokus untuk mengembangkan bisnis dan pasarnya.
Sementara itu, perusahaan konvensional lebih berfokus untuk membangun strategi mendapatkan profit atau keuntungan atas usahanya.
Siklus hidup bisnis juga menjadi pembeda. Meski belum lama berdiri, perusahaan startup bisa mencapai nilai milyaran. Namun, masih belum ada jaminan untuk kelangsungan bisnisnya di masa yang akan datang.
Hal ini berkebalikan dengan perusahaan konvensional, di mana bisnisnya cenderung lebih stabil, meski harus membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai nilai dan profit tinggi. Contoh Perusahaan startup di Indonesia antara lain ada Traveloka, Ruangguru, Gojek, HaloDoc, dan Tokopedia. (Hilal)