LEBAK, LINIMASSA.ID – Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan Garuda (Satgas PKH Garuda) menegaskan komitmennya untuk menutup seluruh aktivitas tambang emas ilegal atau pertambangan emas tanpa izin (Peti) di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Langkah ini dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan bencana ekologis seperti yang terjadi di sejumlah daerah di Sumatera.
Saat ini, Satgas telah menutup 281 titik tambang emas ilegal yang tersebar di Kabupaten Lebak, Sukabumi, dan Bogor.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kehutanan Kementerian Kehutanan, Dwi Januanto Nugroho, menyampaikan bahwa bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat menjadi pelajaran penting sekaligus duka kolektif.
Ia menilai peristiwa tersebut erat kaitannya dengan kerusakan kawasan hutan akibat tambang emas ilegal, sehingga penanganan kejahatan kehutanan harus dilakukan dengan kesadaran dan empati bersama.
“Kita semua harus meningkatkan empati atas apa yang terjadi di Sumut, Aceh, dan Sumbar. Kejadian itu banyak dipengaruhi oleh kondisi hutan yang rusak,” ujar Dwi saat konferensi pers penertiban Peti di Blok Cirota, Kabupaten Lebak, Rabu 3 Desember 2025.
Penertiban Tambang Emas Ilegal
Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Dansatgas PKH Garuda, Mayjen Dody Triwinarto. Ia menjelaskan bahwa operasi penertiban tambang emas ilegal dilakukan secara serentak di tiga wilayah.
Berdasarkan temuan Satgas, kerusakan akibat penambangan ilegal di masing-masing kabupaten telah mencapai 10 hingga 15 persen, dengan tingkat kerusakan terbesar berada di wilayah Lebak.
Dody menambahkan bahwa upaya membersihkan Peti bukan perkara sederhana, sebab aktivitas itu telah menjadi bagian dari sejarah panjang mata pencaharian masyarakat di sekitar TNGHS.
“Wilayah Lebak memiliki sejarah panjang terkait tambang emas ilegal. Jika pernah mendengar Cikotok, penambangan emas oleh Belanda sudah dilakukan di sini sejak tahun 1890-an,” jelasnya.



