TANGSEL, LINIMASSA.ID – Pembongkaran tempat prostitusi di Tangsel dilakukan secara bertahap oleh Pemerintah Kota Tangerang Selatan.
Tahap pertama, penertiban dilakukan dengan menyasar tempat hiburan malam, karaoke, dan lapo. Kemudian dilanjutkan ke bangunan korntrakan yang digunakan sebagai tempat tinggal namun tanpa izin.
Sebelum dilakukan pembongkaran tempat prostitusi di Tangsel, warga diberikan waktu lima hari untuk membongkar bangunan kontrakan tanpa izin secara mandiri. Jika sampai waktu tersebut belum dibongkar, maksa petugas akan membongkar paksa.
Kemudian pemindahan anak-anak yatim di lokasi tersebut ke panti asuhan, pemindahan fasilitas ibadah ke lokasi yang lebih representatif.
Usut punya usut, terkait pembongkaran tempat prostitusi di Tangsel adanya dugaan keterlibatan oknum yang membekingi kawasan tersebut, Pilar secara tegas menyatakan tidak akan ada toleransi.
Pilar menilai, penertiban prostitusi di Tangsel ini, terutama di Kawasan Roxy, merupakan komitmen Pemkot Tangsel dalam menjaga wibawa hukum, moral publik, dan menjaga fungsi aset negara.
“Tidak ada bekingan dari aparat hukum yang melindungi aktivitas ilegal, kalau ada ya laporkan saja,” tegasnya.
Prostitusi di Tangsel Kata DPRD

Menanggapi pembongkaran tempat Prostitusi di Tangsel, anggota DPRD Tangsel Ahmad Andi Wibowo mendukung penuh langkah Pemkot Tangsel ini.
Ia menilai, tindakan ini penting dilakukan guna merespon keresahan warga dan memfungsikan aset pemerintah sebagaimana mestinya.
Ia juga menegaskan bahwa pemulihan fungsi kawasan merupakan bagian dari upaya bersama menjaga citra Ciputat sebagai wilayah yang tertib dan layak huni.
“Kami berharap semua pihak memahami bahwa langkah ini dilakukan demi kebaikan bersama. Saatnya kita menata kembali ruang publik sesuai dengan aturan dan norma, agar kota ini semakin nyaman, tertib, dan bermartabat,” pungkas Gus Andi.
Terkait status penghuni, Andi menambahkan, sebagian besar warga yang menempati kawasan Roxy bukan merupakan penduduk asli Tangsel, meskipun ada beberapa yang ber-KTP Tangsel. Hal ini perlu diluruskan agar tidak terjadi kesalahpahaman seolah-olah semua penghuni adalah warga lokal.
“Sebagian besar menempati lahan tanpa hak selama bertahun-tahun. Kita perlu menyampaikan bahwa penertiban ini bertujuan mengembalikan fungsi lahan untuk kepentingan publik, bukan untuk mengabaikan hak siapa pun,” imbuhnya.