linimassa.id – Setiap 27 September diperingati sebagai Hari Bhakti Pos dan Telekomunikasi. Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi menyatakan kolaborasi lintas sektor antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memiliki peran penting dalam membangun bidang pos dan telekomunikasi di Indonesia.
Di era digital yang terus berkembang, kolaborasi memungkinkan setiap elemen masyarakat berbagi pengetahuan, keterampilan dan teknologi yang dapat membantu mempercepat inovasi dan solusi yang lebih baik.
“Kolaborasi antara operator telekomunikasi dan pemerintah dapat meningkatkan konektivitas, sementara partisipasi masyarakat dalam pemanfaatan teknologi informasi dapat membantu menciptakan masyarakat yang lebih terhubung dan terinformasi,” ungkapnya saat menjadi Pembina Upacara Peringatan Hari Bhakti Pos dan Telekomunikasi Ke-78 di Bandung, Rabu (27/9/2023).
Ia mengingatkan kepada seluruh insan pos dan telekomunikasi mempertahankan semangat juang para pahlawan muda AMPTT hingga hari ini.
Menkominfo mendorong agenda transformatif untuk mempercepat perluasan akses dan kebermanfaatan teknologi digital bagi seluruh rakyat Indonesia.
Ini tidak hanya ditujukan agar sektor pos dan telekomunikasi Indonesia dapat semakin maju, tetapi juga untuk mendorong agar dapat dirasakan secara nyata oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Menurut Menteri Budi Arie, akselerasi transformasi digital Indonesia menjadi komitmen nyata pemerintah Indonesia untuk menciptakan lompatan besar yang inovatif.
Ini demi mendorong pemulihan serta kebangkitan ekonomi nasional pascapandemi Covid-19, sekaligus mewujudkan Indonesia sebagai salah satu dari lima kekuatan ekonomi terbesar dunia sesuai dengan Visi Indonesia 2045.
Sejalan dengan tema Hari Bhakti Postel ke-78, “KolaborAKSI untuk Indonesia Maju” yang mencerminkan semangat kolaborasi yang kuat dalam mewujudkan Indonesia Maju, Menkominfo Budi Arie mengajak insan pos dan meningkatkan kolaborasi yang kokoh dan aksi bersama.
Asal Mula
Peringatan Hari Bhakti Postel yang dirayakan setiap tahunnya bermula dari peristiwa pengambilalihan Jawatan Pos Telegraf dan Telepon dari kekuasaan pemerintahan Jepang oleh generasi muda Indonesia yang tergabung dalam Angkatan Muda Pos Telegraf dan Telepon (AMPTT) pada tanggal 27 September 1945.
Sejak saat itu, sejarah mencatat industri pos dan telekomunikasi berperan penting dalam mendukung pembangunan nasional. Terlebih, layanan pos dan telekomunikasi secara konsisten membantu memperkuat konektivitas di seluruh negeri, memfasilitasi perdagangan, pendidikan, komunikasi dan sektor-sektor strategis lain.
Meskipun tidak banyak yang mengetahui peringatannya, ada sejarah perjuangan dan pengorbanan yang patut dihargai pada hari itu, 78 tahun yang lalu.
Hari Bakti Postel ditetapkan sebagai bentuk penghargaan pada putra-putri Indonesia yang berjuang kala itu. Bersama-sama, mereka bergerak atas nama Angkatan Muda Pos Telekomunikasi dan Telegraf (AMPTT) kala itu.
Pada suatu malam di awal September, AMPTT merundingkan upaya untuk mengambil alih instansi PTT. AMPTT memiliki moto, ‘Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg rumagang in gawe.
Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku’. Artinya ‘Bekerja bersatu padu, jauh daripada hasut, dengki, orang berdagang siang malam hentinya, tidak ada halangan di jalan’. Motto ini menjadi pengingat bahwa kemerdekaan berarti bebas dengan tetap mempertimbangkan ketentuan undang-undah, aturan, tata tertib, dan etika.
Demi mencapai kemerdekaan, kala itu MPTT menyusun rencana pengambilalihan Kantor Pusat PTT. Rencana awal saat itu adalah meminta Pemerintah Jepang menyerahkan PTT secara damai.
Targetnya, instansi Pos Telekomunikasi dan Telegraf (PTT) sudah berada di tangan masyarakat Indonesia ketika September berakhir.
Para pejuang ini sudah melakukan berbagai upaya damai dengan pemerintahan Jepang lewat perundingan. Namun nyatanya, pihak Jepang menolak menyerahkan PTT, bahkan hingga tiga kali perundingan. Komandan pasukan Jepang saat itu memberikan instruksi penyerahan Kantor Pusat PTT hanya bisa dilakukan oleh tentara sekutu.
Melihat tidak adanya respons positif dari pemerintah Jepang, salah seorang anggota AMPTT maju paling depan untuk mengeksekusi upaya terakhir, sebuah keputusan taktis perebutan Gedung Pos. Soetoko namanya.
Pada 27 September 1945, ia memimpin para pejuang untuk menyerang langsung Kantor Pusat PTT. Mereka mengepung kantor tersebut yang berakhir dengan pemerintah Jepang menyerah secara sukarela.
Soetoko berani berjuang mengambil alih gedung PTT ini. Saat itu 78 pahlawan mengorbankan waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan sampai rela menyerahkan nyawanya untuk memerdekakan kebebasan Postel. Dulu pejuang postel ada 431 orang.
Mengacu pada penggalan amanat proklamasi berbunyi, “Bahwa hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain sebagainya diselenggarakan dengan cara seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya,” begitu pula upaya perebutan PTT dilakukan. (Hilal)