linimassa.id – Setiap 22 Agustus diperingati sebagai hari korban kekerasan berbasis agama atau international day commemorating the victims of acts of violence based on religion or belief.
Penetapan peringatan ini sebagaimana termaktub dalam Resolusi 73/296 Majelis Umum PBB.
Pada momen ini, masyarakat secara internasional diajak untuk menghormati para penyintas dan korban tindak kekerasan berdasarkan agama atau keyakinan.
Menurut laman Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebebasan beragama atau berkeyakinan, kebebasan berpendapat dan berekspresi, hak untuk berkumpul secara damai dan hak atas kebebasan berserikat saling bergantung, saling terkait dan saling menguatkan.
Adanya tindakan intoleransi dan kekerasan yang terus berlanjut berbasis agama atau kepercayaan terhadap individu, termasuk terhadap orang-orang yang termasuk dalam komunitas agama dan minoritas agama di seluruh dunia, dan jumlah serta intensitas insiden semacam itu, yang seringkali bersifat kriminal dan mungkin memiliki karakteristik internasional, meningkat.
Majelis Umum PBB mengadopsi resolusi A/RES/73/296, berjudul “Hari Internasional Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Kepercayaan” untuk mengutuk kekerasan tindakan terorisme dan kekerasan yang menargetkan individu, termasuk orang-orang yang termasuk minoritas agama, atas dasar atau atas nama agama atau kepercayaan.
Sejarah
Pada 28 Mei 2019, melalui resolusi A/RES/73/296, Majelis Umum PBB menetapkan tanggal 22 Agustus sebagai Hari Internasional Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Kepercayaan.
Ini untuk mengakui pentingnya memberikan dukungan dan bantuan yang tepat kepada korban tindak kekerasan berdasarkan agama atau kepercayaan dan anggota keluarga mereka sesuai dengan hukum yang berlaku.
engan memproklamirkan Hari Internasional Peringatan Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Kepercayaan, Majelis Umum PBB mengingatkan bahwa setiap negara memiliki tanggung jawab utama untuk mempromosikan dan melindungi hak asasi manusia, termasuk hak asasi manusia orang-orang yang termasuk minoritas agama, termasuk hak mereka untuk menjalankan agama atau kepercayaan mereka secara bebas.
“Pada tahun 2019, 22 Agustus ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai Hari Internasional Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Kepercayaan, menyesalkan pelanggaran luas yang diderita oleh individu – termasuk migran, pengungsi, pencari suaka dan orang-orang yang termasuk minoritas – yang ditargetkan atas dasar agama atau kepercayaan.”
Berdasarkan laman National Day Calendar, resolusi tersebut disahkan tak lama setelah peristiwa serangan terhadap masjid di Selandia Baru dan gereja-gereja di Sri Lanka. Menteri luar negeri Polandia, Jacek Czaputowicz memperkenalkan resolusi tersebut.
Ini mendapatkan dukungan dari beberapa negara, termasuk Amerika Serikat, Kanada, Brasil, Irak, Yordania, dan Pakistan. Negara-negara ini mengakui meningkatnya jumlah kekerasan terhadap orang-orang beragama atau berkeyakinan dan ingin melakukan upaya dalam rangka memerangi tindakan tersebut.
Sejak 1981, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan Hari Internasional untuk Memperingati Korban Tindak Kekerasan Berdasarkan Agama atau Keyakinan) pada tanggal 22 Agustus setiap tahunnya.
Hal ini berlandaskan pada Pasal 1 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tahun 1981 tentang Penghapusan Segala Bentuk Intoleransi dan Diskriminasi Berdasarkan Agama/Keyakinan menyatakan bahwa “Setiap orang bebas memilih dan mengikuti suatu agama/kepercayaan, serta mewujudkannya secara pribadi maupun berkelompok, baik dalam ibadah, berlatih, atau mengajar.”
Kebebasan beragama adalah hak fundamental yang memungkinkan orang untuk memilih, mempraktikkan, dan mengekspresikan keyakinan agama atau pribadi mereka sesuai dengan prinsip-prinsip yang diakui secara umum. (Hilal)