SERANG,LINIMASSA.ID- Pada tahun 2024, Jumlah kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Serang mencapai 173 kasus. Berdasarkan data dari laman Simfoni PPA.
Jumlah kasus kekerasan tahun 2024 tersebut mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun 2023 yakni sebanyak 86 kasus.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak pada DKBPPPA Kabupaten Serang, Opik Piqhi mengatakan, di tahun 2024 lalu ada sebanyak 173 kasus kekerasan dimana 108 kasus menimpa anak-anak.
Ia mengatakan, terjadinya lonjakan kasus di tahun di 2024 dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah karena meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor.
“Selain itu, kita juga tidak sekedar menunggu ada yang laporan ke PPA, melainkan mencari data laporan ke Polres, kecamatan, sehingga bisa menggambarkan data yang utuh di Kabupaten Serang,” katanya saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu 22 Januari 2024.
Ia mengungkapkan, selain meminta data dari instansi-instansi terkait, pihaknya kemudian mendatangi korban kekerasan.
Upaya tersebut untuk membuktikan pendampingan terhadap korban kekerasan, khususnya pada korban anak-anak, itu dilakukan guna menghilangkan trauma yang mereka rasakan akibat tindakan yang menimpa mereka.
“Teman-teman di masing-masing UPT telah disiapkan untuk melakukan pendampingan pada korban. Ada juga psikolog yang bekerja sama dengan UPT PPA yang mendampingi untuk penanganan trauma anak,” ujarnya.
Pihaknya juga memberikan pendampingan hukum terhadap korban-korban kekerasan yang ingin melaporkan peristiwa yang menimpa mereka.
Opik mengaku berkomitmen agar anak yang menjadi korban kekerasan seksual harus tetap melanjutkan sekolah, sehingga mereka tetap bisa memiliki masa depan yang cerah. “Kita usahakan tetap lanjut sekolah, cuman memang ada beberapa yang pindah sekolah, ini untuk mengurangi trauma yang dialami,” ujarnya.
Opik mengatakan dari data jumlah tersebut, rata-rata kasus kekerasan terjadi di lingkungan keluarga dan menimpa anak-anak. “Ada beberapa kecamatan yang kasusnya banyak, di Ciruas kemudian Cikeusal,” ujarnya.
Dari total keseluruhan kasus kekerasan yang terjadi, rata-rata sedang berproses dan ada pula kasus KDRT yang berujung damai atau Restorative Justice (RJ). Namun untuk kasus kekerasan seksual yang menimpa anak, pihaknya menekankan tidak ada upaya-upaya perdamaian.
“Harus dihukum seberat-beratnya, nah ini bukan kami yang ngomong tapi amanat dari undang-undang. bahkan kalau keluarga terdekat pelakunya, itu hukumannya ditambah satu per tiga,” pungkasnya.
Pelaku Kekerasan Seksual Divonis Bebas, Jadi Preseden Buruk Penegakan Hukum

Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Serang sangat menyayangkan vonis bebas yang diberikan oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Serang memberikan putusan bebas terhadap terdakwa MS (46 tahun) terduga pelaku kekerasan seksual terhadap anak kandungnya.
Hal tersebut dinilai menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum kasus kekerasan seksual, sekaligus bertolak belakang dengan semangat memerangi kasus kekerasan seksual yang kini sedang digelorakan oleh Pemkab Serang.
Tim advokasi pada Satgas PPA Kabupaten Serang Pampang Rara mengatakan, putusan bebas pada pelaku kekerasan seksual menjadi preseden buruk terhadap penegakan hukum kasus kekerasan seksual pada anak.
“Dari masyarakat, pemerhati, satuan tugas dan berbagai komponen masyarakat menyesalkan atas putusan itu. Kita khawatir penegakan hukum untuk kasus-kasus yang sama akan menjadi lemah,” katanya, Rabu 23 Januari 2024.
Ia mengatakan, proses persidangan berlangsung cukup lama. Bahkan, sidang putusan sempat tertunda beberapa kali. “Cukup panjang sekitar 10 kali sidang. Lalu dalam prosesnya saksi diperiksa ulang, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, seharusnya majelis hakim tidak serta merta memberikan putusan bebas hanya karena saksi korban melakukan pencabutan laporan.
“Apalagi saat melakukan pelaporan korban sambil menangis, bahwa perlakuan itu dialami secara langsung. Kemudian dalam perjalanan saksi korban mencabut BAP nya, ini harus ditelusuri, yang menjadi latar belakang anak mencabut laporannya apa? Apalagi dia kan anak dibawah umur,” ujarnya.
Nantinya masih ada upaya hukum yang bisa ditempuh untuk penanganan kasus tersebut. Pihaknya pun mengaku akan mengawal tahapan tersebut sehingga korban bisa mendapatkan keadilan.
“Jaksa sudah menyatakan tidak menerima putusan pengadilan dan akan melakukan kasasi. Kita lihat nanti pertimbangan hukum di majelis agung apakah menguatkan putusan pengadilan atau justru ada putusan lainnya,” pungkasnya.