linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Tiga Mushaf Alquran Standar Indonesia, Cari Tahu!
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Khazanah > Tiga Mushaf Alquran Standar Indonesia, Cari Tahu!
Khazanah

Tiga Mushaf Alquran Standar Indonesia, Cari Tahu!

Hilal Ahmad 5 April 2024
Share
waktu baca 13 menit
Mushaf Alquran (Foto : Tafsir Al Quran)
Mushaf Alquran (Foto : Tafsir Al Quran)
SHARE

linimassa.id – Ada berapa buah Alquran kamu di rumah? Apakah ada tanda baca dan sebagainya yang berbeda?

Contents
Perbedaan PenulisanPerbedaan Sistem Harakat dan Tanda BacaPerbedaan Tanda Waqaf

Kalau iya, jangan panik. Karena di Indonesia terdapat tiga jenis mushaf Alquran yang beredar sesuai standar.

Sejarah mushaf Alquran Standar Indonesia tidak bisa dilepaskan dari keberadaan Lajnah Pentashihan Mushaf Alquran yang pada kurun waktu 1970-an berada di bawah Lembaga Lektur Keagamaan (Leka) Departemen Agama RI.

Lembaga ini ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Agama No. B.III/2-0/7413, tanggal 1 Desember 1971.

Mushaf standar adalah “Mushaf Alquran yang dibakukan cara penulisan, harakat, tanda baca dan tanda waqaf-nya, sesuai dengan hasil yang dicapai dalam Musyawarah Kerja (Muker) Ulama Ahli Al-Qur’an yang berlangsung 9 tahun, dari tahun 1974 s/d 1983 dan dijadikan pedoman bagi Al-Qur’an yang diterbitkan di Indonesia.

 

Mushaf Alquran Standar Indonesia terdiri atas tiga jenis, yaitu

Mushaf Alquran Standar Usmani yang diperuntukkan bagi khalayak umum;

Mushaf Standar Bahriyah untuk para penghafal Alquran, dan

Mushaf Standar Braille untuk para tunanetra.

- Advertisement -
Ad imageAd image

 

Ketiga jenis Mushaf Standar tersebut ditulis berdasarkan qira’ah riwayat Hafs bin Sulaiman bin al-Mughirah al-Asadi al-Kufi dari Imam Ashim bin Abi an-Najud al-Kufi at-Tabi’i dari Abu Abdirrahman Abdillah bin Habib as-Sulami dari Usman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib, Zaid bin Tasbit dan Ubay bin Ka’ab, semuanya bersumber dari Rasulullah SAW.

Mushaf Alquran Standar Indonesiamenurut laman Kemenag, digunakan sebagai dasar dalam pentashihan Alquran yang beredar di Indonesia, didasarkan pada Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 25 Tahun 1984 tentang penetapan Mushaf Alqran Standar yang dikuatkan dengan Instruksi Menteri Agama Nomor 7 Tahun 1984 tentang penggunaan Mushaf Al-Qur’an Standar sebagai pedoman dalam mentashih Al-Qur’an di Indonesia.

Cetak perdana Mushaf Standar pada tahun 1983 dengan bingkai halaman teks Al-Qur’an berupa tulisan “Mushaf Standar hasil penelitian Badan Litbang Agama dan Musyawarah Ahli Alquran dikeluarkan oleh Departemen Agama Republik Indonesia tahun 1404/1983 M.”

Dalam Mushaf Standar, pemilihan harakat, tanda baca dan penyederhanaan tanda waqafnya mengacu pada keputusan Muker Ulama I-IX/1974-1983 dan berdasarkan komparasi harakat, tanda baca, dan tanda waqaf model cetakan dari beberapa mushaf Alquran cetakan dalam dan luar negeri, yaitu Mesir, Pakistan, Bahriyyah Turki yang sudah biasa digunakan oleh kaum muslimin di Indonesia. Perhitungan jumlah ayatnya mengikuti hitungan mazhab al-Kufi berdasarkan riwayat dari Abu Abdurrhaman Abdullah bin Habib as-Sulami dari Ali bin Abi Thalib sebagaimana tersebut dalam kitab al-Bayan fi ‘Addi Ayil-Qur’an, yakni berjumlah 6236 ayat. Pembagian 30 juz, 60 hizb, 7 manzil, dan 557 tanda ain rukuk mengikuti mushaf-mushaf yang sudah beredar di Indonesia, dengan merujuk kepada kitab-kitab Tajzi’ul Qur’an.

 

Laman Kumparan menyebut, saat ini berbagai Mushaf Alquran yang beredar di tengah masyarakat. Namun secara umum, Mushaf Alquran dibagi mejadi 3 jenis.

  1. Mushaf Alquran Standar Utsmani

Mushaf Utsmani merpakan Alqran yang ditulis pada masa khalifah Utsman bin Affan. Dibentuknya Mushaf Utsmani merupakan bentuk kekhawatiran setelah meninggalnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan banyak para sahabat penghafal Alquran yang meninggal dalam perang Yamamah.

Maka dari itu, tercetus ide untuk mengumpulkan ayat-ayat Alquran menjadi satu. Maka terbentuklah Mushaf Utsmani.

Namun dalam penulisannya, Mushaf Utsmani masih dalam bentuk gundul atau tanpa harakat. Guna menghindari kesalahan dalam membaca, seorang ahli bahasa yang bernama Abu al Aswad Zalim bin Sufyan Ad-Dhu’ali merumuskan harakat dan titik dalam Mushaf Alquran Utsmani berdasarkan atas perintah khalifah Ali bin Abi Thalib.

Sementara di Indonesia sendiri, tata tulis Alquran sedikit berbeda dengan Mushaf Utsmani. Hal ini berujuan untuk memudahkan umat Muslim Indonesia dalam membaca ayat-ayat suci Alquran.

  1. Mushaf Alquran Standar Bahriyah

Bagi umat Muslim yang belajar dil lingkungan pondok pesanter, Mushaf Alqran yang digunakan adalah Mushaf standar Bahriyah. Mushaf jenis ini ditetapkan menjadi salah satu jenis Mushaf standar Indonesia guna memfasilitasi para santri dan masyarakat yang hendak menghafalkan Alquran.

  1. Mushaf Alquran Standar Braille

Mushaf Braille merupakan salah satu varian Mushaf standar Indonesia yang ditulis dengan simbol Braille. Penggunaan Mushaf jenis ini diperuntukkan untuk teman-teman tunanetra atau yang memiliki gangguan pengelihatan.

Terdapat pengecualian dalam penulisan Mushaf Alquran standar Braille dengan rasm utsmani, seperti penulisan nun kecil. Pasalnya sistem penulisan Arab Braille tidak menenal huruf kecil besar.

 

Perbedaan Penulisan

Terdapat perbedaan sistem penulisan di antara Mushaf Alquran cetak yang ada di sekitar kita. Meski berbeda, perlu diketahui bahwa perbedaan penulisan tersebut kesemuanya adalah benar.

Mushaf Alquran Indonesia, Mushaf Alquran Madinah, Mushaf Alquran Libya, Mushaf Alquran Maroko, Mushaf Alquran Turki, dan Mushaf Alquran dari belahan negara lainnya, kesemuanya dengan segala perbedaannya adalah benar sesuai dengan sistem penulisan yang diikuti masing-masing.

Perbedaan itu antara lain terkait hitungan ayat, pembagian Alquran, penentuan awal juz, penamaan surah, penentuan makki-madani, dan perbedaan desain atau lay out.

Dalam sistem Penulisan Mushaf Alquran (Rasm Alquran) terdapat dua sistem penulisan yang lazim digunakan. Pertama, sistem penulisan dengan Rasm Qiyasi atau Rasm Imla’i; ialah penulisan kata sesuai dengan pelafalan atau bacaannya.

Lafal yang dituliskan dengan menggunakan Rasm Qiyasi ialah kata-kata yang tidak memiliki tulisan masyhur dan baku. Adapun untuk kata yang penulisannya sudah masyhur dan baku penulisannya tetap sebagaimana tulisan yang masyhur, sehingga tidak berbeda dengan Mushaf yang ditulis dengan Rasm Usmani.

Beberapa kata yang penulisannya sudah masyhur antara lain: Ar-Rahmaan (setelah mim tanpa alif), As-Salaah, az-Zakaah (alif ditulis dengan wawu), ar-Ribaa (setelah ba’ berupa wawu dan alif), zaalika (setelah dzal tanpa alif), dan haa’ulaa’i (setelah ha’ nida’ tanpa alif).

Artinya, tidak ada satupun Alquran yang ditulis seluruhnya dengan rasm qiyasi atau rasm imla’i. Sebagai contoh, ayat 2 dan 3 Surat Al-Baqarah. Pada kedua ayat ini, yang ditulis dengan rasm qiyasi ialah al-kitaabu (setelah ta’ pakai alif) dan razaqnaahum (setelah nun pakai alif). Sementara zaalika dan As-Salaah tetap ditulis dengan tulisan yang masyhur yang sama dengan penulisan dengan rasm usmani.

Mushaf yang ditulis dengan Rasm Qiyasi atau Imla’i di antaranya: Mushaf Turki, Mushaf Menara Kudus (Mushaf Turki), dan Mushaf Indonesia jenis Bahriyyah.

Kedua, Sistem Penulisan dengan Rasm Usmani, yaitu sistem penulisan Alquran sebagaimana yang telah ditulis pada masa Khalifah ketiga, Usman bin Affan, oleh tim yang dipimpin Zaid bin Sabit. Penamaannya dengan Rasm Usmani adalah karena dinisbahkan kepada khalifah Usman bin Affan sebagai khalifah yang memerintahkan penulisan kembali Alquran pada masa itu untuk penyatuan qiraat.

Dalam Rasm Usmani terdapat dua riwayat utama yang diikuti:

  1. Riwayat Abu ‘Amr Ad-Dani, yang lebih dikenal dengan Ad-Dani (w. 444 H) dalam kitab Al-Muqni’ fi Ma’rifati Marsum Masahif Ahl al-Amsar.
  2. Riwayat Abu Dawud Sulaiman bin Najah yang dikenal dengan Abu Dawud (w. 496 H.), dalam Mukhtasar at-Tabyin li Hija’ at-Tanzil.

Pada umumnya, mushaf-mushaf cetak yang beredar di seluruh dunia saat ini ditulis menggunakan Rasm Usmani dengan memilih salah satu dari kedua riwayat tersebut, Ad-Dani atau Abu Dawud. Mushaf Indonesia, Mushaf Libya, Mushaf Bombay, dan Mushaf Iran mengikuti riwayat Ad-Dani. Sementara Mushaf Madinah, Mushaf Mesir, dan Mushaf-mushaf negara lainnya yang merujuk kepada keduanya.

 

Perbedaan Sistem Harakat dan Tanda Baca

Perbedaan lain yakni sistem harakat dan tanda baca. Kita membahas keduanya bersamaan, karena keduanya saling terkait. Harakat meliputi fathah, dammah, kasrah, fathatain, dammatain, dan kasratain. Sementara tanda baca meliputi, tanda mad, tanda bacaan tajwid, kepala hamzah.

Untuk menyederhanakan penjelasan, kita akan membandingkan antara dua Mushaf, yaitu Mushaf Indonesia dan Mushaf Madinah. Hampir setiap baris terdapat perbedaan antara kedua mushaf ini.

Sistem harakat dalam Mushaf Madinah tidak mengenal harakat panjang, sehingga untuk kata-kata yang mengandung bacaan panjang yang penulisannya dalam rasm usmani dengan membuang huruf mad, maka dituliskanlah alif kecil setelah fathah, ya’ kecil setelah kasrah, dan wawu kecil setelah dammah. Sementara dalam Mushaf Indonesia cukup dengan satu tanda, dengan fathah berdiri, kasrah berdiri, dan dammah terbalik.

Sistem tanda baca untuk hamzah qata’, dalam Mushaf Madinah diberi kepala hamzah. Hamzah wasal, diberi tanda berbentuk seperti sad. Adapun dalam Mushaf Indonesia, baik hamzah qata’ maupun hamzah wasal tidak diberikan tanda.

Untuk bacaan panjang pada alif, maka Mushaf Madinah menambahkan kepala hamzah yang diberi fathah sebelum huruf alif, sementara Mushaf Indonesia cukup memberikan fathah berdiri di atas alif yang merupakan hamzah. Di sini terdapat perbedaan, kalau dalam Mushaf Madinah, huruf alif adalah memang alif, sementara dalam Mushaf Indonesia, alif tersebut hakikatnya memang hamzah yang ditulis dalam bentuk alif.

Oleh karena itu, kurang tepat jika menilai sistem harakat dan tanda baca mushaf tertentu lebih benar dibanding yang lain. Masing-masing memiliki sistem harakat dan tanda baca yang diikuti. Selama mengantarkan kepada bacaan Alquran yang benar, maka kesemuanya diperbolehkan dan dibenarkan.

 

Perbedaan Tanda Waqaf

Di antara kita pasti pernah mendapati beberapa Alquran dengan tanda waqaf yang berbeda satu sama lain. Atau pasti kita pernah ditanya orang terkait tanda waqaf yang berbeda antara Alquran Madinah dan Alquran Indonesia.

Laman Kemenag menulis, mushaf Madinah memiliki tanda waqaf sejumlah 4.273. Kesemuanya terdapat di tengah ayat. Karena Mushaf Madinah mengikuti pendapat bahwa berhenti pada akhir ayat termasuk waqaf hasan, meskipun pada akhir ayat yang memiliki hubungan yang erat dengan ayat berikutnya.

Mushaf Indonesia memiliki total tanda waqaf sebanyak 7.221, yang berada di tengah ayat berjumlah 5.074, dan yang terdapat akhir ayat berjumlah 2.147.

Mushaf Libya memiliki tanda waqaf sejumlah 9.947, di tengah ayat sebanyak 4.914, dan di akhir ayat sebanyak 5.033.

Baik Mushaf Indonesia maupun Mushaf Libya tetap membubuhkan tanda waqaf pada akhir ayat. Perbedaannya, Mushaf Indonesia membubuhkan tanda waqaf pada akhir ayat yang memiliki hubungan dengan ayat berikutnya. Sementara Mushaf Libya justru membubuhkan tanda waqaf di akhir ayat pada ayat yang tidak memiliki hubungan dengan ayat berikutnya. Sehinggga jumlah tanda waqaf di akhir ayat berjumlah dua kali lipat dibandingkan dengan Mushaf Indonesia.

Contoh QS. Al-Baqarah 34: wa idz qulnaa lil malaa’ikatis juduu li aadama fasajaduu illaa ibliisa abaa was takbara wa kaana minal kaafiriin.

Mushaf Madinah tanpa tanda waqaf sampai akhir ayat. Mushaf Turki waqaf pada kata ibliis. Mushaf Libya waqaf pada kata fasajaduu. Mushaf Indonesia, waqaf pada Ibliis, dan wastakbara. Dalam contoh ini, perbedaan waqaf tidak menyebabkan perbedaan arti terhadap ayat.

Contoh yang berakibat pada perubahan sedikit terhadap arti ayat, antara lain terdapat pada QS. Ali ‘Imran 7: huwal ladzii anzala ‘alaikal kitaaba minhu aayaatum muhkamaatun hunna ummul kitaabi wa ukharu mutasyabihaat.

Mushaf pada umumnya, termasuk Mushaf Indonesia, waqaf pada kata mutasyabihaat. Sementara Mushaf Libya dan Maroko, waqaf pada kata minhu, dan kata mutasyaabihaat.

Jika waqaf pada kata mutasyaabihaat, maka arti ayat: Dialah yang menurunkan Kitab (Alquran) kepadamu. Di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab dan yang lain mutasyabihat. Damir pada kata minhu kembali kepada kata al-Kitab.

Namun jika waqaf pada kata minhu, maka damir kembali kepada Allah, sehingga arti ayat menjadi: Dialah yang menurunkan Kitab (Alquran) kepadamu dari sisi-Nya. (Di dalamnya) ada ayat-ayat yang muhkamat, itulah pokok-pokok Kitab dan yang lain mutasyabihat.

Mana yang harus diikuti? Kesemuanya boleh diikuti, karena didasarkan pada referensi dari kitab-kitab waqaf-ibtida’ dan kitab tafsir yang kredibel. Dan kesemuanya bisa dibenarkan. (Hilal)

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
16 Agustus 2025
Ad imageAd image

Terkini

Anime Gachiakuta
Sinopsis Anime Gachiakuta, Serial Terbaru yang Wajib Ditonton
Gaya Hidup
Megawati Hangestri
Megawati Hangestri Resmi Gabung Klub Turki Manisa BBSK
News
Film Kang Mak x Nenek Gayung
Film Kang Solah X Nenek Gayung, Tayang 25 September 2025
Gaya Hidup
Sawah di Banten
15 Hektare Sawah di Banten Kekeringan
News
Ansor Tangsel
Ansor Tangsel Lapor Ke Kejari Soal Dugaan Kerugian Negara PMD Pemkot Tangsel ke BJB
News
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?