linimassa.id – Di perkotaan, keberadaan lampu lalu lintas sangat familiar keberadannya. Lampu berwarna merah, hijau, dan kuning ini dipakai di seluruh dunia sebagai pengatur persimpangan.
Laman Live Science menyebut, ide lampu ini sudah dicetuskan sejak 1860-an. Saat itu, seorang manajer kereta api Inggris, John Peake Knight, menyarankan lampu dengan mengadaptasi metode kereta api untuk mengendalikan lalu lintas.
Gagasan ini tercetus karena kemacetan lalu lintas seperti kereta kuda dan pejalan kaki menjadi masalah karena memadati jalan-jalan di London.
Saat itu, rel kereta api menggunakan sistem semaphore dengan lengan kecil memanjang dari tiang untuk menunjukkan apakah kereta api bisa lewat atau tidak.
Dalam adaptasi Knight, semaphore menandakan “berhenti” dan “pergi” pada siang hari, dan pada malam hari lampu merah dan hijau akan digunakan.
Sejarah
Penemu lampu ini adalah Lester Farnsworth Wire. Awal penemuan ini diawali ketika suatu hari ia melihat tabrakan antara mobil dan kereta kuda. Kemudian ia berpikir bagaimana cara menemukan suatu pengatur lalu lintas yang lebih aman dan efektif.
Sebenarnya ketika itu telah ada sistem perngaturan di jalan raya dengan sinyal stop dan go. Sinyal lampu ini pernah digunakan di London pada tahun 1863. Namun, pada penggunaannya sinyal lampu ini tiba-tiba meledak, sehingga tidak dipergunakan lagi.
Morgan juga merasa sinyal stop dan go memiliki kelemahan, yaitu tidak adanya interval waktu bagi pengguna jalan sehingga masih banyak terjadi kecelakaan. Penemuan Morgan ini memiliki kontribusi yang cukup besar bagi pengaturan ini, ia menciptakan lampu lalu lintas berbentuk huruf T.
Lampu ini terdiri dari tiga lampu, yaitu sinyal stop (ditandai dengan lampu merah), go (lampu hijau), posisi stop (lampu kuning). Lampu kuning inilah yang memberikan interval waktu untuk mulai berjalan atau mulai berhenti. Lampu kuning juga memberi kesempatan untuk berhenti dan berjalan secara perlahan.
Lampu Pertama
Pada 9 Desember 1868 sinyal lalu lintas pertama di dunia dipasang. Pemasangan dilakukan di persimpangan Bridge Street dan Great George Street di wilayah Westminster London, dekat Gedung Parlemen dan Jembatan Westminster.
Hanya berselang satu bulan proyek tersebut dibatalkan. Seorang petugas polisi yang mengendalikan sinyal terluka parah ketika kebocoran pipa gas menyebabkan salah satu lampu meledak di wajahnya.
Pasca kecelakaan itu, sekitar empat dekade berlalu, inovasi lampu ini terus dilakukan. Pada 1912, lampu lalu lintas listrik pertama yang menggunakan lampu merah dan hijau ditemukan oleh Lester Farnsworth Wire, seorang petugas polisi di Salt Lake City, Utah.
Namun bentuk lampu lalu lintas Wire menyerupai rumah burung bersisi empat yang dipasang di tiang tinggi. Lampu ini kemudian ditempatkan di tengah persimpangan dan ditenagai kabel troli di atas kepala. Seorang petugas polisi harus secara manual mengubah arah lampu.
Meski Wire menemukan sistem listrik pertama, namun, penghargaan penemuan lampuini diberikan kepada James Hoge. Dia menciptakan sebuah sistem yang dipasang pada 5 Agustus 1914 di Cleveland dan menerima paten untuk sistem tersebut pada tahun 1918.
Lampu yang diciptakan Hoge menggunakan kata-kata yang menyala bergantian dengan tanda “berhenti” dan “bergerak”.
Lampu ini dipasang pada satu tiang di masing-masing dari empat sudut persimpangan. Sistem ini disambungkan sedemikian rupa sehingga polisi dan pemadam kebakaran dapat menyesuaikan ritme lampu jika terjadi keadaan darurat.
Inovasi terus berlanjut hingga William Ghiglieri dari San Francisco mematenkan sinyal otomatis pertama yang menggunakan lampu merah dan hijau pada tahun 1917. Desain Ghiglieri memiliki opsi untuk otomatis atau manual.
Pada 1920, William Potts, seorang perwira polisi Detroit, mengembangkan beberapa sistem lampu ini secara otomatis, termasuk sinyal tiga warna pertama, yang menambahkan lampu “hati-hati” berwarna kuning.
Pada 1923, Garrett Morgan mematenkan sinyal lalu lintas otomatis elektrik. Desain Morgan menggunakan unit tiang berbentuk T dengan tiga posisi.
Bukan hanya tanda “Berhenti” dan “Pergi”, sistem ini juga terlebih dahulu menghentikan lalu lintas ke segala arah untuk memberi waktu bagi pengemudi untuk berhenti atau melewati persimpangan. Sistem Morgan ini yang kemudian diterapkan seperti lampu yang sering dijumpai di seluruh dunia.
Undang Undang
Lampu ini (menurut UU no. 22/2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan: alat pemberi isyarat lalu lintas atau APILL) adalah lampu yang mengendalikan arus lalu lintas yang terpasang di persimpangan jalan, tempat penyeberangan pejalan kaki (zebra cross), dan tempat arus lalu lintas lainnya.
Lampu ini yang menandakan kapan kendaraan harus berjalan dan berhenti secara bergantian dari berbagai arah. Pengaturan lalu lintas di persimpangan jalan dimaksudkan untuk mengatur pergerakan kendaraan pada masing-masing kelompok pergerakan kendaraan agar dapat bergerak secara bergantian sehingga tidak saling mengganggu antar-arus yang ada.
Lampu lalu lintas telah diadopsi di hampir semua kota di dunia ini. Lampu ini menggunakan warna yang diakui secara universal; untuk menandakan berhenti adalah warna merah, hati-hati yang ditandai dengan warna kuning, dan hijau yang berarti dapat berjalan.
Tujuan
Kebaradaan lampu lalu lintas ini memiliki tujuan:
- Menghindari hambatan karena adanya perbedaan arus jalan bagi pergerakan kendaraan.
- Memfasilitasi persimpangan antara jalan utama untuk kendaraan dan pejalan kaki dengan jalan sekunder sehingga kelancaran arus lalu lintas dapat terjamin.
- Mengurangi tingkat kecelakaan yang diakibatkan oleh tabrakan karena perbedaan arus jalan.
Warna
Warna yang paling umum digunakan untuk lampu lalu lintas adalah merah, kuning, dan hijau. Merah menandakan berhenti atau sebuah tanda bahaya, kuning menandakan hati-hati, dan hijau menandakan boleh memulai berjalan dengan hati-hati.
Biasanya, lampu warna merah mengandung beberapa corak berwarna jingga, dan lampu hijau mengandung beberapa warna biru. Ini dimaksudkan agar orang-orang yang buta warna merah dan hijau dapat mengerti sinyal lampu yang menyala.
Di Amerika Serikat, lampu lalu lintas memiliki pinggiran berwarna putih yang dapat menyala dalam kegelapan. Ini bertujuan agar orang yang mengidap buta warna dapat membedakan mana lampu kendaraan dan yang mana lampu lalu lintas dengan posisinya yang vertikal.
Sistem
Sistem pengendalian lampu lalu lintas dianggap baik jika lampu-lampu lalu lintas yang terpasang dapat berjalan baik secara otomatis dan dapat menyesuaikan diri dengan kepadatan lalu lintas pada tiap-tiap jalur.
Sistem ini disebut sebagai actuated controller. Namun, para akademisi Indonesia telah menemukan sistem baru untuk menjalankan lampu lalu lintas. Sistem ini dikenal sebagai Logika fuzzy. Metode logika fuzzy digunakan untuk menentukan lamanya waktu lampu lalu lintas menyala sesuai dengan volume kendaraan yang sedang mengantre pada sebuah persimpangan.
Hasil pengujian sistem logika fuzzy ini menunjukkan bahwa sistem lampu dengan logika ini dapat menurunkan keterlambatan kendaraan sebesar 48,44% dan panjang antrean kendaraan sebesar 56,24%; jika dibandingkan dengan sistem lampu konvensional.
Lampu lalu lintas pada umumnya dioperasikan dengan menggunakan tenaga listrik. Namun, saat ini sudah perkembangan teknologi lampu lalu lintas dengan tenaga matahari. (Hilal)