linimassa.id – Sebagai daerah yang pernah menjadi bagian dari tanah Pasundan, wajar kalau beberapa hal di Banten terinfluence. Salah satunya adalah adalah rengkong yang berkembang di Pandeglang, Banten.
Ini adalah salah satu kesenian tradisional yang diwariskan oleh leluhur masyarakat Sunda. Kesenian ini muncul sekitar 1964 di Kabupaten Cianjur.
Orang yang pertama kali memperkenalkannya adalah H Sopjan. Sedangkan bentuk kesenian ini dikenal dari tata cara masyarakat Sunda zaman dahulu, ketika menanam padi sampai dengan menuainya.
Saat itu, belum ada alat transportasi untuk mengangkut padi ke lumbung. Para petani menggunakan bambu sebagai alat pikul padi.
Pikulan yang membawa berat beban kurang lebih 10 sampai 20 kilogram ini diikat dengan tali ijuk. Setiap berjalan, pikulan ini menghasilkan bunyi, yang dihasilkan dari pergesekan tali ijuk dengan pikulan. Dari sini kesenian rengkong bermula.
Istilah rengkong sendiri diambil dari alat untuk memikul padi dari sawah ke lumbung.
Peralatan untuk memainkan seni rengkong terbilang sederhana. Terdiri dari bambu gombong, tali ijuk, minyak tanah, dan satu impitan tangkai padi. Bambu gombong berfungsi sebagai pikulan.
Tali ijuk berfungsi sebagai pengikat padi yang digantung pada pikulan. Padi, yang kisaran beratnya 10-20 kg sebagai beban pikul. Sedangkan minyak kelapa fungsinya sebagai pengesat gesekan antara tali dan pikulan untuk menghasilkan suara yang keras.
Sementara hatong, dogdog dan angklung buncis merupakan peralatan lainnya sebagai pengiring. Hatong sebagai alat musik utama merupakan alat tiup yang terbuat dari bambu dan menghasilkan suara melodi seperti seruling yang mengiringi rengkong dengan bunyinya yang sangat khas, menyerupai suara katak.
Permohonan
Rengkong Hatong sendiri merupakan kesenian budaya Sunda yang dimaknai sebagai permohonan doa terhadap Yang Maha Kuasa (Dewi Sri).
Tujuannya, agar dihindarkan dari segala bentuk bencana pascapanen padi. Peralatan untuk memainkan seni rengkong terbilang sederhana.
Pemain biasanya menggunakan celana pangsi, baju kampret, ikat kepala, dan tanpa alas kaki.
Pemainnya berjumlah lima atau enam orang dengan durasi bermain selama satu jam. Pertunjukan rengkong selalu dilakukan di alam terbuka. Cara memainkannya, pikulan yang berisi padi diletakkan di bahu kanan. Si pemikul mengayun-ayunkan ke kiri dan ke kanan dengan teratur.
Tali ijuk dengan beban padi yang menggantung pada badan bambu rengkong pun bergerak-gerak, gesekan tali ijuk yang keras inilah yang menimbulkan suara. Jika diamati, kesenian ini memang sangat khas keseharian petani desa.
Ini termasuk yang terancam punah. Saat ini hampir tidak ada masyarakat kota Bogor yang mengetahui tentang kesenian Rengkong Hatong.
Rengkong Hatong merupakan salah satu kesenian yang sangat penting untuk dilestarikan karena mengajarkan nilai-nilai luhur untuk bersyukur kepada Yang Maha Kuasa. Apabila kesenian ini punah, maka nilai-nilai luhur yang ditanamkannya pun akan ikut hilang.
Masyarakat kurang mengenal kesenian ini dikarenakan sumber informasi tentang kesenian Rengkong hanyalah berasal dari cerita turun temurun atau keluarga sehingga hanya kalangan tertentu yang mengetahuinya.
Padahal, apabila kesenian Rengkong Hatong tersebut lebih dikenal, maka masyarakat akan lebih menghargai kebudayaan negara sendiri. (Hilal)