linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Reading: Refleksi Novel Terbaru Setiawan Chogah: Menyimak Pohon, Menyimak Luka
linimassa.idlinimassa.id
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Cari di sini
  • News
  • Pemerintahan
  • Pendidikan
  • Bisnis
  • Gaya Hidup
  • Khazanah
  • Berita Video
Punya akun? Sign In
Follow US
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
linimassa.id > Indeks > Khazanah > Refleksi Novel Terbaru Setiawan Chogah: Menyimak Pohon, Menyimak Luka
Khazanah

Refleksi Novel Terbaru Setiawan Chogah: Menyimak Pohon, Menyimak Luka

LinimassaNews 23 Agustus 2025
Share
waktu baca 4 menit
Setiawan Chogah
Refleksi Novel Terbaru Setiawan Chogah: Menyimak Pohon, Menyimak Luka
SHARE

LINIMASSA.ID – Tidak semua luka bisa dituturkan dengan kalimat manusia. Kadang, justru pohon yang mengajari kita bagaimana cara melanjutkan hidup. Ia tumbuh pelan, meneduhkan, lalu merelakan gugur tanpa menuntut penonton.

Contents
Luka yang Menjadi AkarPohon-pohon yang MenuntunSetiawan Chogah dan Jejak TulisannyaMembaca Sebagai RitualMembaca untuk Menanam

Inilah yang terasa saat membaca Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka, karya terbaru Setiawan Chogah. Novel ini tidak bercerita dengan ledakan konflik, melainkan dengan aliran tenang yang menyerupai akar merambat: sabar, diam, tetapi akhirnya menemukan tanah.

Luka yang Menjadi Akar

Tokoh utama, Raif, memilih menjadi rumah. Ia tidak berteriak, tidak menuntut, hanya ingin menyediakan ruang aman bagi orang-orang di sekitarnya. Dari Rangga—lelaki berseragam yang membawa beban keluarga dan profesi—hingga Dinda yang memilih membuka pintu dengan keberanian sunyi, dari Keira yang menulis “pulang” dengan kapur, hingga Ayra dan Amar dengan riwayat mereka masing-masing.

Novel ini memotret bahwa luka bisa bertransformasi. Ia tidak hilang, tetapi menjadi akar. Dari akar itu, tumbuh batang dan cabang yang justru memberi teduh bagi orang lain.

Pohon-pohon yang Menuntun

Setiawan menghadirkan tanaman sebagai penuntun cerita. Ada Ficus virens (bunut/ara), pohon tempat Raif dan Rangga kembali bicara; ada Plumeria alba (kamboja putih), yang mekar dan gugur tanpa dramatis; ada Santalum album (cendana), wangi lembut yang setia meski tak terlihat; ada Nepenthes mirabilis (kantong semar), yang menampung lalu mengosongkan, mengajari cara melepaskan rahasia.

Setiap bab membawa satu flora. Mereka bukan dekorasi, melainkan bahasa kedua. Setiawan menulis manusia dan pohon dengan napas yang sama: pelan, jujur, tidak memaksa.

Setiawan Chogah dan Jejak Tulisannya

Nama Setiawan Chogah sudah lama hadir di ruang-ruang renungan. Esai-esaianya yang lirih beredar di media daring maupun cetak, menjadi teman orang-orang yang mencari jeda. Ia menulis tentang finansial dan pengembangan diri dengan cara yang tidak kaku: penuh metafora, kadang getir, tetapi selalu memberi ruang untuk bernapas.

Novel ini adalah langkah kembalinya ke fiksi, setelah lama menekuni esai. Namun ritme khasnya tetap sama: kalimat yang tidak tergesa, paragraf yang memberi ruang hening. Seperti pepohonan yang menjadi judul bab, Setiawan tidak terburu-buru meyakinkan. Ia hanya menunjukkan.

Membaca Sebagai Ritual

Menariknya, novel ini tidak hanya menawarkan teks. Di versi digital yang hadir di Wattpad, pembaca diajak mendengarkan kidung pengantar sebelum masuk ke bab. Setiap lagu dipilih untuk menjadi pintu suasana—menjadi kawan untuk melambatkan napas sebelum menyelam ke dalam cerita.

Selain itu, setiap bab dilengkapi ilustrasi yang menegaskan atmosfer: bambu yang bergoyang, ilalang yang keras kepala, atau champaca yang jatuh diam-diam. Membaca novel ini akhirnya terasa seperti ritual kecil: menyalakan lagu, membuka halaman, lalu membiarkan diri dituntun pohon.

- Advertisement -
Ad imageAd image

Sesuai misinya, Setiawan membagikan versi digital ini secara gratis. Ia ingin siapa saja bisa duduk sejenak, belajar dari pohon, tanpa hambatan biaya. “Dunia sudah terlalu riuh,” katanya dalam sebuah percakapan, “barangkali duduk bersama pohon adalah salah satu cara kita tetap waras.”

Namun, ia juga tengah menyiapkan versi cetak edisi terbatas. Bukan sekadar menyalin teks digital, melainkan menghadirkan pengalaman: aroma kertas, warna ilustrasi yang penuh, dan ruang kosong bagi pembaca untuk menulis catatan kecil.

Membaca untuk Menanam

Pohon-pohon yang Ditanam setelah Luka pada akhirnya bukan hanya kisah dua manusia yang belajar menerima kenyataan. Ia adalah ajakan menanam—entah pohon sungguhan, entah kebiasaan baik, entah doa kecil yang sederhana.

Setiawan Chogah menulis dengan kompas sederhana: jangan melukai. Kalimatnya tidak ingin memaksa pembaca percaya, hanya ingin menyediakan ruang bagi mereka yang mungkin sedang letih.

Di dunia yang kerap mengejar kecepatan, novel ini mengingatkan: pelan juga sebuah kecepatan. Pohon-pohon memang tumbuh pelan, tetapi justru karena itu mereka berakar lebih dalam.

Share This Article
Facebook X Whatsapp Whatsapp Telegram Copy Link Print
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
- Advertisement -
Ad imageAd image
16 Agustus 2025
Ad imageAd image

Terkini

Dinkes Kota Tangsel
Dinkes Kota Tangsel Fasilitasi Cek Kesehatan Gratis dan Tes IVA di Kejari
News
Flyover Jalan Haji Sarmah
Pembangunan Flyover Jalan Haji Sarmah Bintaro Disorot, Sudah Sesuai Tata Ruang?
News
Dinkes Tangsel
Dinkes Tangsel Minta Masyarakat Waspada DBD, Ada 487 Kasus
News
PWI Tangsel
PWI Tangsel & Baznas Santuni Anak Yatim dan Dhuafa, Maknai Kemerdekaan dengan Berbagi
Khazanah
Polres Tangsel
Jum’at Curhat Polres Tangsel, Warga Pondok Aren Keluhkan Marak Curanmor
News
linimassa.idlinimassa.id
Follow US
© 2023 linimassa.id. Designed by dezainin.com
  • Disclaimer
  • Privacy
  • Redaksi
  • Info Iklan
logo-linimassaid
Selamat datang kembali!

Login ke akunmu

Username or Email Address
Password

Lost your password?